Ketika cahaya tauhid padam di muka bumi, maka kegelapan yang tebal
hampir saja menyelimuti akal. Di sana tidak tersisa orang-orang yang
bertauhid kecuali sedikit dari orang-orang yang masih mempertahankan
nilai-nilai ajaran tauhid. Maka Allah SWT berkehendak dengan rahmat- Nya
yang mulia untuk mengutus seorang rasul yang membawa ajaran langit
untuk mengakhiri penderitaan di tengah-tengah kehidupan. Dan ketika
malam mencekam, datanglah matahari para nabi. Kedatangan Nabi tersebut
sebagai bukti terkabulnya doa Nabi Ibrahim as kekasih Allah SWT, dan
sebagai bukti kebenaran berita gembira yang disampaikan oleh Nabi Isa
as.
Allah SWT menyampaikan selawatnya kepada Nabi itu, sebagai bentuk rahmat
dan keberkahan. Para malaikat pun menyampaikan selawat kepadanya
sebagai bentuk pujian dan permintaan ampunan, sedangkan orang-orang
mukmin berselawat kepadanya sebagai bentuk penghormatan. Allah SWT
berfirman:
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Hai
orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya." (QS. al-Azhab: 56)
Sebelumnya Allah SWT mengutus para nabi-Nya sebagai rahmat kepada kaum
dan zaman mereka saja, namun Allah SWT mengutus beliau saw sebagai
rahmat bagi alam semesta. Beliau Nabi Muhammad saw datang dengan membawa
rahmat yang mutlak untuk kaum di zamannya dan untuk seluruh zaman.
Allah SWT berfirman, "Dan aku tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat
bagi alam semesta."
Hakikat dakwah para nabi sebelumnya adalah menyebarkan Islam, begitu
juga ajaran yang dibawa oleh Nabi yang terakhir adalah Islam. Beliau saw
adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib, anak seorang wanita
Quraisy. Beliau saw adalah pemimpin anak-anak Nabi Adam as. Beliau saw
adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya, serta rahmat Allah SWT yang
dihadiahkan kepada umat manusia.
Beliau saw lahir di tanah Arab. Ketika itu malam gelap, tiba-tiba Abdul
Muthalib membayangkan bahawa matahari telah terbit, lalu ia bangun dan
ternyata mendapati dirinya di pertengahan malam, keheningan yang luar
biasa menyelimuti gurun yang terbentang. Ia menuju pintu khemah, lalu
menyaksikan bintang-bintang bersinar di langit, dan dunia tampak di
selimuti dengan malam. Ia kembali menutup pintu khemah dan tidur. Belum
lama ia dikuasai oleh rasa kantuk yang amat sangat, sehingga ia kembali
bermimpi untuk kedua kalinya. Segala sesuatunya tampak jela s kali ini,
Sesungguhnya sesuatu yang besar memerintahnya untuk melaksanakan
perintah yang sangat penting, "Galilah zamzam!" Dalam mimpinya Abdul
Muthalib bertanya: "Apakah itu zamzam?" Kemudian untuk kedua kalinya
perintah itu mengatakan bahawa ia diperintahkan untuk menggali zamzam.
Belum lama Abdul Muthalib melihat sesuatu yang bersembunyi itu, sehingga
ia berdiri di tempat tidurnya dan hatinya berdebar dengan keras. Abdul
Muthalib bangkit, lalu ia membuka pintu khemah kemudian pergi ke gurun
yang luas. Apakah erti zamzam? Tiba- tiba fikirannya dipenuhi dengan
cahaya yang datang dari jauh, bahawa pasti zamzam adalah sebuah sumur,
tetapi apa yang diinginkan oleh suara yang datang dalam tidur itu agar
ia menggali sumur, di sana tidak ada jawapan selain satu jawapan dari
pertanyaan ini, yaitu agar orang- orang yang berhaji dan berkeliling di
sekitar Ka'bah dapat meminumnya. Tetapi apa nilai dari sumur itu
sendiri, bukankah di sana terdapat banyak sumur yang dapat diminum oleh
orang-orang yang berhaji.
Abdul Muthalib duduk di tengah-tengah pasir gurun pada pertengahan
malam, ia memikirkan bintang-bintang sembari merenungkan cerita- cerita
kuno yang mengatakan tentang sumur yang memancar darinya air sebagai
akibat dari pukulan kaki Nabi Ismail as, di sana juga ada cerita yang
mengatakan bahawa sumur itu telah binasa sesuai dengan perjalanan zaman.
Matahari terbit di atas gurun Jazirah Arab, Abdul Muthalib keluar
menemui orang-orang, dan menceritakan kepada mereka bahawa ia akan
menggali sebuah sumur di tempat tertentu, ia menunjukkan ke tempat yang
di situ ia diberitahu oleh suara yang ada dalam mimpinya. Orang- orang
Quraisy menolaknya, Sesungguhnya tempat yang diisyaratkan oleh Abdul
Muthalib terletak di antara dua berhala dari berhala-berhala yang biasa
disembah oleh masyarakat setempat, yaitu di antara berhala yang bernama
Ashaf dan Nalah. Abdul Muthalib merasa bahawa usahanya sia- sia untuk
meyakinkan kaumnya agar mengizinkannya untuk menggali sumur. Mereka
mengetahui bahawa Abdul Muthalib tidak mempunyai sesuatu selain hanya
seorang anak. bahawasanya ia tidak memiliki anak- anak yang dapat
menolong dan memperkuatnya serta melaksanakan keinginan-keinginannya.
Pada saat itu di kawasan negeri Arab dipenuhi dengan kabilah-kabilah
yang terjalin suatu ikatan fanatisme atau kesukuan yang kuat dan usaha
untuk melindungi keluarga yang sangat menonjol. Akhirnya Abdul Muthalib
pergi dalam keadaan sedih, lalu ia berdiri di hadapan Ka'bah dan
mengungkapkan suatu nazar kepada Allah SWT. Ia berkata: "Jika aku
mendapat sepuluh anak laki-laki, dan mereka menginjak usia dewasa,
sehingga mereka mampu melindungiku saat aku menggali sumur Zamzam, maka
aku akan menyembelih salah seorang dari mereka di sisi Ka'bah sebagai
bentuk korban."
Pintu langit pun terbuka untuk doanya. Belum sampai berlangsung satu
tahun, isterinya melahirkan anaknya yang kedua dan setiap tahun ia
melahirkan anak laki-laki sampai pada tahun yang ke sembilan, sehingga
Abdul Muthalib mempunyai sepuluh anak laki-laki. Kemudian berlalulah
zaman dan anak-anak Abdul Muthalib menjadi besar.
Abdul Muthalib akhirnya menjadi seseorang yang memiliki kemampuan.
Kemudian Abdul Muthalib berusaha melakukan rencananya yang diisyaratkan
dalam mimpinya itu, yaitu ia bersiap-siap untuk mengorbankan salah satu
anaknya sebagai bentuk pelaksanaannya dari nazarnya. Maka dilakukanlah
undian atas sepuluh anaknya, lalu keluarlah nama anaknya yang paling
kecil yaitu Abdullah. Ketika nama anak itu keluar dalam undian, maka
orang-orang yang ada disekitarnya berusaha memberontak, mereka
mengatakan bahawa mereka tidak akan membiarkan Abdullah disembelih.
Abdullah saat itu terkenal sebagai seseorang yang bersih di kawasan
Arab, ia telah dapat menarik simpati masyarakat di sekitarnya. Ia tidak
pernah menyakiti seseorang pun. Bahkan ia tidak pernah meninggikan
suaranya lebih dari orang lain. Senyuman khas Abdullah terkenal sebagai
senyuman yang paling lembut di kawasan Jazirah Arab. Muatan rohaninya
demikian jernih, dan hatinya yang mulia menyerupai sebuah kebun di
tengah-tengah gurun hati-hati yang keras, oleh kerana itu semua manusia
datang kepadanya dan menentang usaha penyembelihannya. Para pembesar
Quraisy berkata, "Lebih baik kami menyembelih anak-anak kami daripada ia
harus disembelih, dan menjadikan anak-anak kami sebagai tebusan
baginya. Kami tidak akan menemukan seseorang pun yang lebih baik dari
dia seandainya kami menyembelihnya, pertimbangkanlah kembali masalah
itu, dan biarkan kami bertanya kepada dukun."
Abdul Muthalib tampak tidak mampu menghadapi tekanan ini, lalu ia
mempertimbangkan kembali apa yang telah ditetapkannya. Kemudian mereka
mendatangi seorang dukun. Si dukun berkata: "Berapakah taruhan yang
kalian miliki?" Mereka menjawab: "Sepuluh ekor unta." Dukun itu berkata:
"Datangkanlah sepuluh unta, lalu lakukanlah kembali undian atasnya dan
atas nama Abdullah, jika undian datang padanya, maka tambahlah sepuluh
ekor unta lagi, lalu ulangilah terus undian tersebut, demikian hingga
tidak keluar lagi nama Abdullah."
Kemudian dilakukanlah undian atas nama Abdullah dan atas sepuluh ekor
unta yang besar. Undian itu pun mengeluarkan terus nama Abdullah, hingga
Abdul Muthalib menambah sepuluh ekor unta lagi, kemudian lagi- lagi
yang keluar nama Abdullah sehingga mereka pun menambah sepuluh ekor unta
lagi sampai jumlah unta itu telah mencapai seratus ekor unta. Setelah
itu, datanglah nama unta tersebut. Maka saat itu, masyarakat demikian
gembiranya sehingga berlinangan air mata, kegembiraan dari mereka kerana
melihat Abdullah berhasil diselamatkan. Kemudian disembelihlah seratus
ekor unta di sisi Ka'bah, dan mereka membiarkannya di situ sehingga
korban itu tidak disentuh oleh seseorang pun dan juga disentuh oleh
binatang-binatang buas.
Abdul Muthalib sangat gembira atas keselamatan anaknya, Abdullah. Lalu
ia menetapkan untuk menikahkannya dengan gadis terbaik di Jazirah Arab,
kemudian ia keluar dengannya pada suatu hari dari Ka'bah ke rumah Wahab,
dan di sana ia meminang untuknya Aminah binti Wahab. Kemudian Aminah
binti Wahab menikah dengan Abdullah bin Abdul Muthalib, seorang pemuda
yang paling mulia dan paling dicintai oleh orang-orang Quraisy.
Dinyalakanlah api-api di gunung-gunung Mekah, agar para musafir dan para
tamu mengetahui tempat diadakannya acara tersebut, yaitu acara
pernikahan antara Abdullah dan Aminah. Lalu disembelihlah haiwan- haiwan
korban, dan manusia dari kalangan orang-orang fakir bahkan
binatang-binatang buas dan burung makan darinya. Abdullah tinggal
bersama isterinya dua bulan di rumah pernikahan, hingga suatu hari ada
khabar bahawa kafilah akan berangkat, lalu Abdullah pun mengikuti
kafilah tersebut dan melakukan perjalanan bersama kafilah perdagangan
Quraisy
menuju Syam, itu adalah kesempatan terakhir yang diperoleh Aminah binti
Wahab bersamanya. Wajah Abdullah yang mulai tampak berseri-seri
mengucapkan selamat tinggal kepada Aminah, lalu setelah itu bayang-
bayang wajahnya tersembunyi bersama kafilah dan mereka pun hilang.
Aminah tidak mengetahui bahawa itu adalah kesempatan terakhirnya setelah
dua bulan dari perkawinannya. Abdullah mengunjungi paman- pamannya dari
kabilah bani Najar di Madinah, dan di sana ia meletakkan jasadnya di
muka bumi, ia meninggal dunia.
Abdullah bin Abdul Muthalib kini telah meninggal. Saat itu ia berusia
dua puluh lima tahun. Khabar kematiannya tiba-tiba tersebar dan sangat
memilukan hati orang-orang yang mendengarnya, sehingga khabar itu sampai
ke isterinya. Aminah tampak menangis tersedu-sedu dan ia tampak
menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada dirinya dan tidak mengetahui
jawapannya, mengapa Allah SWT menebusnya dengan seratus unta jika
kemudian Dia menetapkan kematian baginya.
Tidak lama kemudian, lalu bergeraklah dirahimnya janin dengan gerakan
yang sedikit, ia tampak mulai mengetahui bahawa ia sedang hamil. Aminah
menangis dua kali, pertama ia menangis untuk dirinya sendiri dan kali
ini ia menangis untuk anak yang ditinggal mati ayahnya sebelum ia sempat
dilahirkan. Aminah tidak pernah mengetahui sebelumnya bahawa janin yang
dikandungnya akan menjadi anak yatim, ayahnya meninggal saat ia
dilahirkan.
Anak yatim ini harus menanggung beban anak-anak yatim dan orang- orang
fakir serta orang-orang yang sedih di muka bumi. Ia akan menjadi Nabi
yang terakhir dan rasul-Nya kepada manusia. Ia akan menjadi rahmat yang
dihadiahkan kepada manusia dan tidak akan mengetahui makna rahmat
kecuali orang yang merasakan penderitaan dan kepahitan. Inilah anak
kecil yang sebelum dilahirkan telah menelan kesedihan. Dan berlalulah
hari demi hari, lalu hilanglah tangisan penderitaan dan mata Aminah pun
telah mengering, namun kesedihannya tampak menyerupai sebuah pohon yang
tumbuh bersama kehausan.
Kemudian kesedihannya hari demi hari semakin ia rasakan tetapi
kesedihannya itu mulai tidak tampak ketika ia mendapatkan bahawa janin
yang dikandungnya tidaklah memberatkannya, sebaliknya ia merasakan
betapa ringannya janin yang dikandungnya bagaikan merpati yang
berkeliling di seputar Ka'bah, dan seandainya kesedihannya yang selalu
mengitarinya, maka tidak ada wanita yang lebih bahagia darinya dengan
kehamilan yang ringan ini. Janin itu adalah manusia yang mulia di sisi
Tuhan, kemudian semakin dekatlah hari kelahirannya. Sementara itu,
pasukan Abrahah mendekati Mekah.
Abrahah adalah seorang penguasa Yaman, yaitu pada saat Yaman tunduk
kepada Habasyah setelah penguasa Persia diusir. Di Yaman ia membangun
suatu gereja yang menunjukkan bangunan yang menakjubkan. Abrahah
membangunnya dengan niat agar orang-orang Arab berpaling dari Baitul
Haram di Mekah. Ia melihat betapa orang- orang Yaman tertarik dengan
rumah tersebut. Dan ketika ia tidak melihat gereja yang dibangunnya
memiliki daya tarik seperti itu dan tidak mampu menarik hati orang-orang
Arab, maka ia berkeinginan kuat untuk menghancurkan Ka'bah, sehingga
orang-orang tidak menuju ke Ka'bah lagi melainkan ke gerejanya.
Demikianlah akhirnya ia menyiapkan pasukan yang besar yang dipenuhi
dengan berbagai senjata, kemudian pasukan itu menuju Ka'bah.
Pasukan Abrahah terdiri dari kelompok gajah yang besar yang digunakannya
untuk menghancurkan Ka'bah. Gajah-gajah itu bagaikan tank-tank yang
kita gunakan saat ini. Orang-orang Arab pun mendengar rencana tersebut.
Memang orang-orang Arab saat itu terkenal sebagai penyembah berhala,
meskipun demikian mereka sangat memberikan penghargaan dan penghormatan
terhadap Ka'bah, kerana mereka meyakini bahawa mereka adalah anak-anak
Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as pemelihara Ka'bah.
Perjalanan pasukan tiba-tiba dihadang oleh seorang lelaki yang mulia
dari penduduk Yaman yang bernama Dunaher. Ia mengajak kaumnya dan dari
kalangan orang-orang Arab untuk memerangi Abrahah, sehingga ada beberapa
orang yang mengikutinya. Abrahah berhadapan dengan tentera tersebut
tetapi pasukan yang sedikit itu dapat dengan mudah dipatahkan oleh
pasukan kafir yang besar itu. Kemudian Dunaher pun kalah dan menjadi
tawanan Abrahah. Pasukan Abrahah tersebut juga sempat ditentang oleh
Nufail bin Hubaid al-Aslami, namun Abrahah pun dapat mengalahkan mereka
dan berhasil menawan Nufail.
Kemudian ketika Abrahah melewati kota Taif, menghadaplah kepadanya
beberapa orang tokoh setempat, dan mereka tampak gementar ketakutan dan
berkata kepadanya bahawa sesungguhnya 'rumah' yang ditujunya tidak
berada di tempat mereka, tetapi berada di Mekah. Hal itu mereka
sampaikan dengan maksud untuk memalingkannya dari rumah berhala mereka,
di mana mereka membangun di dalamnya berhala yang bernama Latha kemudian
mereka mengutus seseorang yang akan menunjukkan kepada Abrahah letak
Ka'bah. Ketika Abrahah berada di antara Taif dan Mekah, ia mengutus
seorang pemimpin pasukannya sehingga ia melihat keadaan Mekah. Di sana
ia merampas banyak harta dari kaum Quraisy dan selain mereka, dan di
antara yang dirampasnya adalah dua ratus unta milik Abdul Muthalib bin
Hasyim. Saat itu Abdul Muthalib adalah salah seorang pembesar Quraisy
dan pemimpin mereka, serta pengawas sumur Zamzam.
Kedatangan utusan Abrahah di Mekah telah menimbulkan gejolak pada
kabilah-kabilah. Akhirnya kaum Quraisy bergerak, begitu juga kaum
Khananah. Kemudian mereka mengetahui bahawa mereka tidak memiliki
kemampuan untuk melawan Abrahah, sehingga mereka membiarkannya, lalu
tersebarlah di Jazirah Arab berita tentang datangnya pasukan yang kuat
yang sulit untuk ditandingi. Dalam surat yang dibawa oleh utusannya itu,
Abrahah menyampaikan bahawa ia tidak datang untuk memerangi mereka,
namun ia datang hanya untuk menghancurkan Ka'bah. Jika mereka tidak
menentangnya, maka darah mereka tidak akan ditumpahkan. Lalu utusan itu
menemui Abdul Muthalib, ia menceritakan tentang keinginan Abrahah. Abdul
Muthalib berkata: "Kami tidak ingin memeranginya kerana kami tidak
memiliki kekuatan. Ka'bah adalah rumah Allah SWT yang mulia dan suci,
dan rumah kekasih-Nya Ibrahim. Jika Ia mencegahnya, maka itu adalah
rumah-Nya dan tempat suci-Nya, namun jika Ia membiarkannya, maka demi
Allah kami tidak memiliki kekuatan untuk mempertahankannya." Kemudian
utusan itu pergi bersama Abdul Muthalib menuju Abrahah.
Abdul Muthalib adalah seseorang yang sangat terpandang dan sangat mulia.
Ia memiliki kewibawaan dan kehormatan yang mengagumkan. Ketika Abrahah
melihatnya, Abrahah menampakkan penghormatan kepadanya. Abrahah
memuliakannya dan mendudukannya di bawahnya, ia tidak suka bahawa ia
duduk bersamanya di kursi kekuasaannya. Lalu Abrahah turun dari
kerusinya dan duduk di atas sebuah permaidani dan mendudukkan Abdul
Muthalib di sisinya. Kemudian ia berkata kepada penerjemahnya: "Katakan
padanya apa kebutuhannya?" Abdul Muthalib berkata: "Kebutuhanku adalah
agar Abrahah mengembalikan dua ratus ekor unta yang diambilnya dariku"
Ketika Abdul Muthalib mengatakan demikian, wajah Abrahah berubah, lalu
ia berkata kepada penerjemahnya: "Katakan padanya sungguh aku merasa
kagum ketika melihatnya, kemudian aku merasakan kehati-hatian saat
berbicara dengannya, apakah engkau berbicara denganku tentang dua ratus
ekor unta yang telah aku ambil, lalu engkau membiarkan rumah yang
merupakan simbol agamanya dan datuk-datuknya, yang aku datang untuk
menghancurkannya dan dia tidak menyinggungnya sama sekali" Abdul
Muthalib menjawab: "Aku adalah pemilik unta, sedangkan pemilik rumah itu
adalah Tuhan yang melindunginya." Abrahah berkata: "Dia tidak akan
mampu melindunginya dariku." Abdul Muthalib menjawab: "Lihat saja
nanti!"
Selesailah dialog antara Abdul Muthalib dan Abrahah. Abrahah pun
mengembalikan unta yang telah dirampasnya. Abdul Muthalib pergi menemui
orang-orang Quraisy dan menceritakan apa yang dialaminya, dan ia
memerintahkan mereka untuk meninggalkan Mekah dan berlindung dibalik
gua-gua di gunung. Akhirnya kota Mekah dikosongkan oleh pemiliknya.
Aminah binti Wahab keluar ke gunung-gunung di dekat kota Mekah kemudian
malaikat turun di bumi Jarzirah Arab.
Abdul Muthalib berdiri dan memegangi pintu Ka'bah dan berdiri bersama
dengan sekelompok orang-orang Quraisy, mereka berdoa kepada Allah SWT
dan meminta perlindungan-Nya, agar para malaikat memerintahkan
gajah-gajah tidak melangkahkan kakinya sehingga gajah itu pun tetap di
tempatnya dan mentaati perintah para malaikat, kemudian gajah-gajah itu
menerima pukulan yang dahsyat namun gajah-gajah itu tetap berdiam di
tempatnya, gajah-gajah itu tampak gementar dan berteriak tetapi
lagi-lagi gajah-gajah itu menolak untuk bergerak dan tidak bergerak
selangkah pun. Abrahah bertanya: "Mengapa pasukan tidak bergerak?"
Kemudian dikatakan kepadanya bahawa gajah-gajah menolak untuk bergerak.
Abrahah mengangkat cemetinya. Dengan muka emosi, ia ingin melihat apa
yang sebenarnya terjadi dengan gajah-gajahnya.
Matahari saat itu bersinar dan ia duduk di khemahnya. Ketika ia keluar,
matahari bersembunyi di balik segerombolan burung. Abrahah mengangkat
pandangannya ke arah langit. Mula-mula ia membayangkan bahawa ia melihat
sekawanan awan yang hitam. Kemudian ia mengamat- amati awan itu. Dan
ternyata ia bukan awan biasa. Itu adalah sekelompok burung yang menutupi
cahaya matahari dan menyerupai awan yang tebal. Burung ababil, burung
yang banyak.
Gajah-gajah semakin berteriak dengan kencang dan tampak ketakutan. Dan
rasa takut itu kini menghinggapi seluruh pasukan. Abrahah berteriak di
tengah-tengah pasukannya agar gajah diusahakan untuk maju secara paksa.
Kemudian terbukalah salah satu jendela dari jendela al-Jahim, dan
burung-burung itu menghujani pasukan dengan batu dari Sijil, yaitu batu
yang sama yang pernah dihujankan kepada kaum Nabi Luth. Batu itu
menyerupai bom-bom atom yang digunakan saat ini.
Jika Anda membaca buku-buku kuno, maka Anda akan mengetahui bagaimana
peristiwa yang menimpa pasukan Abrahah. Anda akan membayangkan bahawa
Anda berada di hadapan suatu kekuatan yang menghancurkan yang tidak
diketahui asal muasalnya. Dunia mengenali sebahagian darinya setelah
empat belas abad dari peristiwa tersebut. Buku-buku itu mengatakan
bahawa pasukan itu dihancurkan dengan penghancuran yang dahsyat.
Para tentera Abrahah kembali dalam keadaan binasa di mana daging- daging
dari tubuh mereka berciciran di jalan. Abrahah pun mendapatkan luka dan
mereka keluar dari tempat itu dalam keadaan dagingnya terpisah satu
persatu. Abrahah pun terbelah dadanya dan mati. Kemudian jasad para
pasukannya tersebar dan berciciran di bumi, seperti tanaman yang dimakan
oleh binatang. Setelah mendekati setengah abad, turunlah suatu surah di
Mekah yang menceritakan tentang peristiwa itu:
"Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak
terhadap tentera gajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka
(untuk menghancurkan Ka 'bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada
mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu
(berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti
daun yang dimakan (ulat)." (QS. al-Fil: 1-5)
Pasukan gajah yang ingin memporak-porandakan Mekah dikalahkan. Kemudian
mereka dihancurkan dan Tuhan pemilik Ka'bah berhasil melindungi rumah
suci-Nya. Perlindungan tersebut bukan sebagai penghormatan bagi orang
yang tinggal di rumah itu dan bukan sebagai bentuk pengkabulan doa kaum
yang menyembah berhala yang memenuhi tempat itu. Allah SWT sebagai
Pelindung Ka'bah memeliharanya kerana adanya hikmah yang tinggi; Allah
SWT menginginkan sesuatu bagi rumah itu; Allah SWT ingin melindunginya
agar tempat itu menjadi tempat yang damai bagi manusia dan supaya tempat
itu menjadi pusat dari akidah yang baru dan menjadi tanah bebas yang
aman, yang tidak dikuasai oleh seseorang pun dari luar dan juga tidak
didominasi oleh pemerintahan asing yang akan membatasi dakwah. Yang
demikian itu kerana di sana terdapat rumah dari rumah-rumah di Mekah
yang lahir di sana seorang anak di mana ibunya bernama Aminah binti
Wahab dan ayahnya adalah Abdullah, salah seorang tokoh Arab. Anak itu
belum dilahirkan dan belum dapat tugas kenabian dan ia belum memikul
Islam di atas pundaknya dan belum menjadi rahmat bagi alam semesta.
Kemudian datanglah Abrahah yang ingin menghancurkan semua ini tanpa ia
mengetahui semua rahsia ini.
Tragedi yang menimpa Abrahah adalah kerana bahawa ia berusaha menentang
kehendak Ilahi sehingga kehendak Ilahi itu menghancurkannya dengan
mukjizat yang mengagumkan. Datanglah banyak burung dengan membawa
batu-batuan yang tidak didengar suaranya. Kemudian burung- burung
melemparkan batu-batu itu kepada Abrahah berserta tenteranya. Semua ini
berdasarkan rencana Ilahi terhadap rumah-Nya dan agama-Nya serta
nabi-Nya sebelum orang mengetahui bahawa Nabi Islam telah bersiap-siap
untuk meninggalkan tempat tidurnya di perut ibunya dan mulai memasuki
kehidupan yang keras di muka bumi.
Di tengah-tengah kegembiraan Mekah kerana keselamatan penghuninya dan
selamatnya Ka'bah, Aminah binti Wahab bermimpi: di tengah suatu malam ia
menyaksikan dirinya berdiri sendirian di tengah-tengah gurun, dan telah
keluar dari dirinya suatu cahaya besar yang menyinari timur dan barat
dan terbentang hingga langit. Aminah tiba-tiba terbangun dari tidurnya
namun ia tidak mengetahui tafsir dari mimpinya.
Berlalulah hari demi hari dari tahun gajah. Dan pada waktu sahur dari
malam Senin hari kedua belas dari bulan Rabiul Awal, Aminah melahirkan
seorang anak kecil yang yatim yang bernama Muhammad bin Abdillah bin
Abdul Muthalib, seorang cucu dari Ismail bin Ibrahim bin Adam.
Sebelum ia dilahirkan, dunia mati kerana kehausan padanya. Kehausan
dunia sangat besar kepada cinta, rahmat, dan keadilan. Sekarang teiah
berlalu 600 tahun dari kelahiran al-Masih dan orang-orang Masehi telah
menjauhi ajaran cinta, bahkan keyakinan-keyakinan berhalaisme telah
meresap kepada sebahagian kelompok mereka dan kejernihan ajaran tauhid
telah ternodai. Sedangkan orang-orang Yahudi telah meninggalkan
wasiat-wasiat Musa dan mereka kembali menyembah lembu yang terbuat dari
emas. Dan setiap orang dari mereka lebih memilih untuk memiliki lembu
emas yang khusus. Demikianlah, berhalaisme telah menyerang di bumi. Bumi
dipenuhi oleh kegelapan. Akal disingkirkan dan Tuhan dilupakan dan
mereka menyerahkan diri mereka kepada pembohong.
Ketika jantung dunia telah terkena kekeringan, maka memancarlah dari
timur suatu mata air keimanan yang jernih yang menjadi puas dengannya
separa dunia. Dan mukjizat besar terjadi ketika mata air ini
mengeluarkan air yang jernih dari jantung gurun yang paling besar
ketandusannya di dunia, yaitu gurun jazirah Arab. Berkenaan dengan
penggambaran masa tersebut, dalam hadis yang mulia dikatakan:
"Sesungguhnya Allah melihat penduduk bumi lalu Dia murka kepada mereka,
baik orang-orang Arab mahupun orang-orang Ajam kecuali sebahagian kecil
dari Ahlul kitab."
Di tenda yang kasar, lahirlah seorang anak yatim yang kemudian
bertanggungjawab untuk memberikan minum kepada dunia yang haus pada
cinta, keadilan, kebebasan, serta kebenaran. Sementara itu, beberapa
langkah dari tempat kelahirannya terdapat berhala-berhala yang memenuhi
Baitul 'Athiq dan sekitar Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan
Nabi Ismail agar menjadi rumah Allah SWT dan Dia disembah di dalamnya
dan manusia merasa tenteram di dalamnya. Di rumah yang kuno ini - yang
dibangun sebelumnya oleh Adam - dipenuhi patung- patung tuhan yang
terbuat dari batu dan kayu. Ini menunjukkan betapa akal orang-orang Arab
saat itu mengalami titik terendah.
Sementara itu nun jauh di sana, tepatnya di Yatsrib atau Madinah
dipenuhi oleh orang-orang Yahudi yang mereka datang di sana kerana
melarikan diri dari penindasan orang-orang Romawi. Mereka tinggal di
situ bagaikan serigala-serigala di atas tanah yang tersubur di mana
mereka melakukan monopoli dalam perdagangan. Mereka membangun kejayaan
mereka dengan memanfaatkan orang-orang Arab dan kehairanan mereka
terhadap diri mereka sendiri.
Para cendekiawan Yahudi memperdagangkan segala sesuatu, dimulai dari
emas sampai Taurat. Mereka menyembunyikan kertas-kertas darinya dan
menampakkan sebahagiannya; mereka mengubah kertas-kertas Taurat itu
untuk memperkaya diri mereka. Pada saat orang-orang Yahudi menyembah
emas dan sangat lihai melakukan persekongkolan, orang- orang Arab justru
menyembah batu dan mereka pandai berperang. Mereka juga lihai dalam
membuat syair lalu menggantungkannya di atas tirai-tirai Ka'bah.
Orang-orang Arab hidup di bawah naungan sistem kesukuan di mana kepala
suku adalah pemimpin dan nilainya sebanding dengan anak buahnya, dan
kemampuan mereka dalam berperang. Dan keutamaan seseorang di lihat dari
asal muasalnya serta nilainya juga di lihat dari kefanatikannya serta
kebanggaannya kepada nasab yang merupakan kemuliaannya, juga
kefanatikannya terhadap berhala tertentu yang merupakan agamanya. Jadi,
segala bentuk kemuliaan dan kewibawaan tidak terbentuk kecuali dalam
ruang lingkup yang sempit dalam kabilah atau kesukuan.
Sedangkan di tempat yang jauh dari Mekah, Romawi menyerupai burung
rajawali yang lemah, namun belum sampai kehilangan kekuatannya.
Orang-orang Romawi sangat menyanjung kekuatan. Sedangkan di belahan
timur dari utara negeri Arab, orang-orang Persia menyembah api dan air.
Api tetap menyala di tempat peribadatan mereka di mana manusia rukuk
untuknya. Dan di sana terdapat danau Sawah yang dianggap suci oleh
mereka.
Sementara itu, Kisra, raja kaum Persia duduk di atas singgahsananya dan
memberikan keputusan terhadap manusia. Keputusan Kisra selalu didengar
dan dilaksanakan. Tidak ada seorang pun yang berani menentangnya dan
menolaknya. Orang-orang Persia berhasil mengalahkan Romawi dan Yunani,
sehingga mereka menjadi kekuatan yang dahsyat di muka bumi. Meskipun
mereka memiliki kekuatan yang sangat luar biasa, namun penyembahan api
jelas-jelas menunjukkan betapa *****nya mereka dan betapa kekuatan
mereka diliputi oleh ke*****an sehingga akal mereka tercabut dan mereka
terhalangi untuk mencapai kebenaran. Alhasil, kegelapan semakin
meningkat di setiap penjuru bumi dan kehidupan berubah menjadi hutan
yang lebat di mana di dalamnya seorang yang kuat akan menyingkirkan
seorang yang lemah dan di dalamnya yang menang adalah kebatilan.
Di tengah-tengah suasana yang demikian kelam, lahirlah seorang anak di
tenda Mekah. Ketika anak tersebut lahir, maka padamlah api yang disembah
oleh kaum Persia dan keringlah danau Sawah yang disucikan oleh manusia,
bahkan robohlah empat belas loteng dari istana Kisra. Dan syaitan
merasa bahawa penderitaan yang besar telah merobek-robek hatinya. Ini
semua sebagai simbol dimulainya kehancuran kejahatan atau keburukan di
muka bumi dan terbebasnya akal manusia dari penyembahan terhadap sesama
manusia atau terhadap hal-hal yang bersifat khurafat. Manusia diajak
hanya untuk menyembah kepada Allah SWT. Kelahiran Rasul sebagai bukti
hilangnya kelaliman, sebagaimana kelahiran Nabi Musa yang menunjukkan
kebebasan Bani Israil dari kelaliman Fir'aun.
Ajaran Muhammad bin Abdillah merupakan ajaran revolusi yang paling
meyakinkan dan yang paling penting yang pernah dikenal di dunia; ajaran
yang bertugas untuk menyelamatkan dan membebaskan akal dan materi.
tentera Al-Quran adalah tentera yang paling adil dan paling berani untuk
menghancurkan orang-orang yang lalim. Kita akan melihat dalam sejarah
Nabi bahawa kejadian-kejadian luar biasa telah mengelilingi Ka'bah
sebelum kelahirannya. Kemudian terjadilah peristiwa luar biasa setelah
kelahirannya di mana terjadilah peristiwa pembelahan dada pada saat
beliau masih kecil, begitu juga beliau dinaungi oleh awan di waktu
kecil, bahkan beliau terkenal pada saat masih kecil dengan kecenderungan
untuk meninggalkan permainan-permainan yang biasa dimainkan oleh
anak-anak kecil seusia beliau. Allah SWT memberikan penjagaan khusus
kepadanya sehingga Jibril as turun kepadanya dengan membawa wahyu.
Selanjutnya, mukjizatnya yang pertama adalah mukjizat yang terdapat pada
keperibadiannya dan pemikiran-pemikirannya. Itulah yang menjadi
mukjizatnya yang terbesar setelah Al-Quran; itu adalah bangunan rohani
yang tinggi di mana beliau mampu menahan penderitaan di jalan Allah SWT.
Dan dalam menegakkan kebenaran, beliau memikul berbagai macam
rintangan. Beliau melaksanakan amanat yang dikembangnya secara sempurna
dan sebaik-baik mungkin. Hal yang indah yang dikatakan tentang mukjizat
Nabi setelah diutusnya beliau adalah bahawa beliau tidak mempunyai
mukjizat selain usaha membebaskan akal: tanpa memiliki kekuatan luar
biasa selain membebaskan fikiran, tanpa dalil selain kalimat Allah SWT.
Sedangkan Isa bin Maryam telah berdakwah dan mengajak manusia untuk
menciptakan kesamaan, persaudaraan, dan cinta kasih di antara mereka,
namun Muhammad saw diberi kurnia untuk mewujudkan persamaan,
persaudaraan, dan cinta kasih di antara orang-orang mukmin di tengah-
tengah kehidupannya dan setelah kehidupannya.
Ketika Nabi Isa mampu menghidupkan orang-orang yang mati dan
mengeluarkan mereka dari kuburan, Muhammad bin Abdillah menghidupkan
orang-orang hidup dari kematian mereka yang tidak pernah mereka sedari.
Itu adalah bentuk kematian yang paling berat. Beliau juga mengeluarkan
mereka dari kegelapan dan ke*****an menuju cahaya ilmu, dan dari
belenggu syirik dan kekufuran menuju dunia tauhid.
Sulaiman sebagai seorang Nabi dan raja mampu memperkerjakan jin untuk
mengabdi padanya, bahkan mereka mampu terbang beribu-ribu mil untuk
menghadirkan singgasana musuh-musuhnya agar mereka semua tercengang
terhadap kemampuannya, sehingga mereka masuk Islam. Namun Muhammad saw
justru mengabdi kepada Islam hanya sebagai seorang tentera yang
sederhana. Beliau mengetahui bahawa ketika beliau lalai sesaat saja dari
dakwah di jalan Allah SWT, maka kesempatannya dalam menyebarkan agama
Islam akan hilang.
Di saat terjadi peristiwa besar dalam peperangan, tiba-tiba azan solat
dikumandangkan, sehingga para pasukan yang berperang mengerjakan solat.
Tidak ada malaikat yang turun untuk melindungi mereka ketika solat atau
mencegah datangnya anak-anak panah dari punggung mereka saat sujud.
kerana itu, hendaklah para pasukan melindungi dirinya sendiri. Para
pasukan mukmin berusaha solat secara bergantian: sebahagian mereka solat
dan sebahagian mereka bertugas untuk menjaga.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu
hendak mendirikan solat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan
dari mereka berdiri (solat) bersertamu dan menyandang senjata, kemudian
apabila mereka sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah
mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah
datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu
bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan
menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah terhadap
senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan
sekaligus."(QS. an-Nisa': 102)
Selesailah masalah itu dan tidak ada malaikat yang turun untuk
melindunginya dan menolongnya. Ini adalah masa kematangan akal dan masa
keletihan para nabi dan orang-orang mukmin. Dan sesuai kadar keletihan
mereka dalam menyampaikan ajaran Islam, mereka pun akan mendapatkan
balasan yang besar.
Pada masa para nabi sebelum Nabi Muhammad saw, mereka menghadirkan
mukjizat-mukjizat kepada kaum mereka saat memulai dakwah, sehingga kaum
tersebut mempercayai apa saja yang mereka bawa, sedangkan Nabi Muhammad
bin Abdillah tidak menghadirkan kepada kaumnya selain dirinya dan
ketulusannya.
Allah SWT telah memutuskan untuk melindungi Musa dan memerintahkannya
untuk mengangkat gunung di atas kaumnya hingga mereka beriman kepada
Taurat, atau untuk menjatuhkan gunung tersebut di atas mereka. Ketika
mengetahui hal yang Demikian itu, orang-orang Yahudi sujud dengan
meletakkan pipi mereka di atas tanah dan mereka mengamati bukit batu
yang berada di atas kepala mereka yang diangkat oleh tangan yang
tersembunyi. Sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tak pernah memaksa
seseorang pun. Berimanlah beberapa orang kepadanya dan puaslah beberapa
orang kepadanya dan matilah bersamanya orang-orang yang mati dalam
keadaan puas. Beliau tidak membawa pedang kecuali saat panah yang
beracun mendekati jantung Islam dan mengancamnya.
Dakwah para nabi menuntut terjadinya mukjizat demi mukjizat. Ini kerana
masa kekanak-kanakan manusia serta kelemahan akal dan hilangnya panca
indera menuntut rahmat Allah SWT untuk mendatangkan mukjizat yang sesuai
dengan masa turunnya mukjizat tersebut dan budaya masyarakat setempat.
Adalah hal yang maklum bahawa di tengah-tengah penduduk Mekah saat itu
tidak terdapat orang-orang yang cerdas atau orang-orang yang bijak yang
mampu menyerap kata-kata yang baik. Dan kesulitan yang dihadapi oleh
Islam adalah bahawa ia tidak diturunkan pada masa ini saja, tetapi Islam
diturunkan untuk setiap masa. Allah SWT mengetahui bahawa manusia telah
memasuki masa kematangan berfikir yang mengagumkan, maka hikmah-Nya
menuntut bahawa pernyataan yang pertama kali disebutkan dalam
risalah-Nya adalah "iqra'" (bacalah). Di samping itu, risalah tersebut
mengandung pemikiran yang universal, sistem yang membangun, dan hukum
yang mempesona, serta kebebasan yang diidamkan, dan manusia yang
sempurna.
Adalah tidak mengurangi kehormatan para nabi sebelum Nabi Muhammad saw
di mana mereka tidak diutus di masa-masa kematangan pemikiran, tetapi
yang menambah kehormatan Nabi Muhammad saw bahawa beliau diutus di
tengah-tengah masa kematangan berfikir, dan beliau diutus sebelum
datangnya masa ini. Beliau memikul berbagai lipat cubaan yang pernah
dipikul oleh para nabi; beliau berdakwah dengan menanggung berbagai
lipat godaan dan cubaan; beliau mengalami seksaan yang pernah dialami
oleh semua para nabi; beliau mencintai Allah SWT sebagaimana para nabi
mencintai-Nya. Allah SWT memuliakannya ketika beliau mengimami mereka di
saat solat pada saat beliau melakukan Isra' dan Mi'raj. Meskipun
demikian, ketika beliau keluar pada suatu hari menemui
sahabat-sahabatnya dan mendapati mereka mengutamakan para nabi dan
mendahulukannya atas mereka, maka beliau justru menampakkan kemarahan
dan wajahnya berubah. Beliau berkata: "Janganlah kalian mengutamakan aku
atas Yunus bin Mata."
Melalui pernyataan itu, beliau berusaha meletakkan suatu pondasi
pemikiran yang harus dilalui oleh kaum Muslim di mana para nabi memang
memiliki darjat tertentu di sisi Allah SWT. Boleh jadi ada nabi yang
lebih afdal atau yang lebih mulia daripada yang lain. Siapakah yang
menetapkan hal itu? Tidak ada seorang pun selain Allah SWT. Ada pun kaum
Muslim hendaklah mereka berhenti pada batas tertentu yang seharusnya
mereka berikan berkaitan dengan sopan santun terhadap para nabi. Selama
Allah SWT menyampaikan selawat kepada rasul sebagai bentuk penghormatan
dan memerintahkan mereka untuk menyampaikan selawat kepadanya, dan
selama Rasulullah seperti nabi-nabi yang lain, maka hendaklah mereka
juga berselawat kepada semua nabi tanpa perbezaan, meskipun pada bentuk
selawat itu sendiri.
Sementara itu, bayi yang mungil itu yang lahir di Mekah bergerak setelah
tahun gajah. Kemudian berita tersebar di sana sini dan Sampailah ke
telinga datuknya bahawa cucunya telah dilahirkan. Abdul Muthalib segera
menuju ke tempat itu dan membawa cucunya yang yatim lalu berkeliling
dengannya di Ka'bah sambil memikirkan namanya. Abdul Muthalib tidak
merasa terpukau dengan nama-nama yang mulai beredar di benaknya. Ia
tampak bingung menentukan nama yang paling tepat buat cucunya, bahkan
kebingungannya itu berlanjutan sampai enam hari, sehingga sang Nabi di
sunat. Ketika malam telah menyelimuti kawasan Mekah, datanglah kepadanya
suara yang sama yang dulu pernah dilihatnya dan didengarnya yang
memerintahkannya untuk menggali zamzam. Di tengah-tengah tidurnya, suara
itu membisikkan kepadanya bahawa nama cucunya berasal dari al-Ham, yang
berarti Muhammad atau Ahmad.
Orang-orang Quraisy bertanya kepada Abdul Muthalib: "Nama apa yang
engkau berikan kepada cucumu?" Abdul Muthalib menjawab sambil mengingat
bisikan suara yang didengarnya saat mimpi, "Muhammad." Nama tersebut
sebenamya tidak umum di kalangan orang-orang Jahilliyah. Mereka
bertanya, "Mengapa Abdul Muthalib tidak memakai nama-nama datuk-datuknya
dan nama-nama yang biasa dipakai di kalangan mereka." Abdul Muthalib
menjawab: "Aku ingin Allah SWT memujinya di langit dan manusia memujinya
di bumi."
Kami tidak mengetahui dorongan apa yang membuat Abdul Muthalib untuk
menyatakan kalimat tersebut. Apakah kalimat itu bersumber dari realiti
kebanggaan orang-orang Arab yang popular atau berasal dari realiti
kebanggaan tradisional? Atau, apakah berangkat dari realiti kegembiraan
yang dalam dengan kelahiran si cucu, ataukah kalimat itu bersumber dari
suasana rohani yang jernih dan bisikan alam ghaib? Tentu kami tidak bisa
menjawab. Yang dapat kami ketahui adalah bahawa seseorang tidak akan
layak menyandang predikat manusia yang dipuji di bumi dan dipuji oleh
Allah SWT di langit seperti predikat yang disandang oleh Muhammad bin
Abdillah.
Nabi Muhammad saw muncul ke alam wujud dalam keadaan yatim. Beliau
ditinggalkan oleh ayahnya saat beliau masih janin di dalam perut ibunya.
Allah SWT berfirman:
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?" (QS. adh-Dhuha: 6)
Allah SWT melindunginya. Orang-orang sufi mengatakan bahawa sebab- sebab
kemanusiaan seperti adanya datuknya Abdul Muthalib dan bagaimana ia
mengasuhnya dan melindunginya tidak lain hanya bentuk lahiriah yang
tidak begitu penting, sedangkan bentuk batiniah yang sebenarnya adalah
kita berada di hadapan manusia yang dilindungi dan diasuh oleh Tuhannya
sejak masih kecil. Allah SWT mendidiknya saat beliau masih kecil, dan
mengujinya dengan keyatiman saat beliau masih janin serta mengujinya
dengan kelaparan sejak masih kecil, dan dewasa dengan kematian si ibu,
saat beliau masih kecil dengan keterasingan di tengah-tengah keramaian,
dan dengan terjaga di tengah-tengah tidur serta dengan penderitaan demi
penderitaan. Allah SWT telah menyiapkannya sejak usia dini untuk memikul
beban risalah terakhir.
Selanjutnya, ibunya seringkali memeluknya lebih dari sebelumnya. Ia
melihat bahawa banyak dari wanita-wanita yang menyusui tidak berkenan
untuk mengasuhnya. Adalah sudah menjadi tradisi yang berkembang di Mekah
di mana keluarga-keluarga yang mulia mengirim anaknya ke kawasan dusun
agar anak tersebut menyerap dan menghirup udara segar serta memperoleh
mainan yang memadai. Dan biasanya wanita-wanita yang menyusui anak-anak
lebih tertarik menyusui anak- anak dari orang-orang kaya. Namun ketika
pemimpin manusia seorang yang fakir, maka wanita-wanita yang biasa
menyusui tidak berminat kepadanya.
Marilah kita telusuri bagaimana Halimah binti Abi Duaib menceritakan
kisahnya bersama anak kecil yang disusuinya: "Saat itu terjadi musim
tandus dan kami tidak memiliki sesuatu sehingga aku dan suamiku
mengalami kemiskinan yang luar biasa. Lalu kami menetapkan keluar ke
Mekah dan menemani wanita-wanita dari Bani Sa'ad. Kami semua mencari
anak-anak yang masih menyusu agar orang tua mereka dapat membantu kami
untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Binatang yang aku tunggangi sangat lemah dan sangat kurus yang itu semua
disebabkan oleh kekurangan makanan. Bahkan kami khawatir kalau-kalau ia
berhenti di tengah perjalanan dan mati. Dan kami tidak tidur semalaman
kerana melihat kondisi anak kecil yang bersama kami. Ia menangis kerana
tidak menemukan makanan yang dapat dimakannya. Ia menangis kerana
kelaparan dan tidak mendapat air susu, baik dari air susuku mahupun air
susu unta yang dibawa oleh suamiku, sehingga kami tidak dapat memuaskan
dahaganya. Di tengah-tengah malam, aku merasakan keputusasaan. Aku
bertanya-tanya bagaimana aku dapat melakukan sesuatu dalam keadaan yang
demikian.
Akhirnya, kami sampai di Mekah. Sementara itu, wanita-wanita yang ingin
mencari anak-anak yang dapat mereka susui telah mendahului kami. Mereka
mengambil anak-anak kecil yang mereka sukai, kecuali satu anak, yaitu
Muhammad di mana ayahnya telah meninggal dan ia berasal dari keluarga
yang miskin meskipun sebenarnya kedudukannya sangat mulia di antara
tokoh-tokoh Quraisy. Oleh kerana itu, wanita-wanita enggan untuk
mengasuhnya. Namun aku dan suamiku tidak sefaham dengan mereka kerana
aku tidak peduli dengan keyatiman dan kefakirannya. Kemudian aku malu
untuk kembali dan tidak mengambil bayi yang dapat aku susui kemudian. Di
samping itu, aku malu jika mendapat cercaan dari wanita-wanita itu.
Lalu aku merasakan adanya kasih sayang yang memenuhi hatiku terhadap
anak kecil yang tampan itu yang akan diganggu oleh udara yang kotor."
Kisah tersebut mengatakan bahawa saat anak-anak kecil mendapatkan
wanita-wanita yang menyusuinya, maka Muhammad bin Abdillah sedang tidur
dalam keadaan lapar di ranjangnya yang kasar, tanpa disusui oleh siapa
pun. Suatu hikmah yang tinggi berkehendak agar bayi yang masih menyusui
itu menghadapi dunia dalam keadaan yatim dan dalam keadaan kelaparan
agar ia dapat merasakan penderitaan anak-anak yatim dan orang-orang yang
lapar sebelum ia menyelamatkan mereka.
Halimah mengatakan bahawa ia meyakinkan suaminya bahawa ia merasakan
keinginan yang kuat untuk mengambil anak yatim ini, sehingga suaminya
menyetujuinya. Halimah tidak mengetahui rahsia keinginannya yang samar
agar ia kembali untuk mengambil anak yatim yang masih menyusu ini. Ia
tidak mengetahui bahawa Allah SWT telah menanamkan rasa cinta kepada
anak kecil itu dalam hatinya seperti Allah SWT menanamkan cinta kepada
Musa pada hati isteri Fir'aun. Jika Musa menolak wanita-wanita lain
untuk menyusuinya kecuali ibunya setelah Allah SWT mencegahnya dari
susuan wanita-wanita lain agar ibunya merasa bahagia dan tidak bersedih,
maka Muhammad bin Abdillah - seorang anak kecil yang masih menyusu dan
mulia - -justru ditolak oleh wanita-wanita yang menyusui, sedangkan ia
sendiri tidak pernah menolak seseorang pun.
Halimah kembali kepadanya dan ia memberitahu bahawa ia akan mengasuhnya.
Nabi Muhammad saw adalah seorang yang mulia. Halimah meletakkan
tangannya di dadanya, sehingga anak kecil itu tertawa. Halimah mencium
di antara kedua matanya. la meletakkannya di kamarnya. Halimah
mengetahui bahawa kedua air susunya telah kering, namun tiba-tiba air
susunya memancar dengan keras sebagai bentuk kasih sayang dan tanda
kebesaran dari Allah SWT. Kini Halimah pun dapat menyusuinya. Apakah itu
merupakan hikmah yang tinggi di mana anak kecil tersebut merasa cukup
dengan sesuatu yang sedikit? Ataukah anak kecil itu sudah dapat mendidik
dirinya untuk zuhud dan qanaah sebelum ia mendidik orang-orang dewasa
tentang pengorbanan dan kesatriaan?
Halimah kembali ke gurun Bani Sa'ad dan ia membawa Muhammad bin
Abdillah. Belum lama ia menyaksikan tanahnya yang tandus sehingga
tiba-tiba kebaikan dunia terbuka dan mekar di hadapannya, di mana bumi
dipenuhi dengan kehijau-hijauan setelah mengalami masa tandus.
Pohon-pohon berbuah dan buah kurma tampak berseri-seri setelah
sebelumnya layu, bahkan susu-susu binatang pun mulai tampak banyak.
Allah SWT memberikan berkah-Nya kepada tempat tersebut. Halimah
mengetahui bahawa kebaikan ini telah datang bersama kedatangan anak
kecil yang diberkahi, sehingga cintanya kepada anak itu semakin
bertambah. Bahkan suaminya pun menjadi tawanan cinta yang lain kepada
Muhammad saw.
Pada suatu hari ia berkata kepada isterinya: "Apakah engkau mengetahui
wahai Halimah bahawa engkau telah mengambil seorang anak yang mulia?"
Halimah berkata: "Anak kecil itu tidak menangis dan tidak berteriak
kecuali ketika ia telanjang." Ketika anak kecil itu gelisah di tengah
malam dan tidak tidur, maka Halimah membawanya keluar dari khemah dan ia
berhenti bersamanya di bawah sinar bintang. Saat itu anak itu tampak
bergembira ketika menyaksikan langit. Setelah kedua matanya terpuaskan
oleh pandangan ke arah langit, ia pun mulai tidur.
Ketika anak itu mencapai tahun yang kedua, maka ia telah disapih,
sehingga ibunya ingin mengambilnya, tetapi Halimah tidak kuat untuk
menahan perpisahan ini. Halimah menjatuhkan dirinya di hadapan kedua
kaki sang ibu dan ia mulai menciuminya dan ia meminta agar membiarkannya
bersama anaknya sehingga anak itu benar-benar kuat dan dapat kembali
menghirup udara segar gurun. Akhirnya, Rasulullah saw tinggal di tempat
Bani Sa'ad sampai lima tahun. Dan pada masa lima tahun ini terjadi
peristiwa penting yang terkenal dengan peristiwa pembelahan dada.
Kehendak Ilahi telah menetapkan kepada Ruhul Amin, yaitu Jibril untuk
menemui Muhammad bin Abdillah dan membelah dadanya dengan perintah Ilahi
serta menyuci hatinya dengan rahmat dan mengeringkannya dengan cahaya
dan mengeluarkan bahagian dunia darinya.
Seperti biasanya Rasulullah saw keluar pada suatu hari bersama saudara
susuannya dengan menunggangi sekawanan domba menuju tempat
penggembalaan. Di tengah hari, saudaranya berlari-lari dalam keadaan
takut dan menangis sambil berteriak bahawa Muhammad telah terbunuh.
Muhammad diambil oleh dua orang laki-laki yang memakai baju yang putih
lalu kedua orang itu menelentangkannya dan membelah dadanya.
Mendengar hal itu, Halimah sangat kejut dan terpukul. Ia segera pergi
sambil berlari mencari Muhammad dan diikuti oleh suaminya yang mengikuti
petunjuk anak kecil dari saudara Muhammad. Akhirnya, mereka menemukan
Muhammad sedang duduk di atas tanah di mana wajahnya tampak pucat dan
kedua matanya menyala.
Halimah dan suaminya mencium dengan lembut dan mulai menampakkan kasih
sayangnya. Kemudian mereka bertanya, "apa yang terjadi?" Muhammad
menjawab: "Ketika aku memperhatikan domba-domba yang sedang bermain aku
dikejutkan dengan kedatangan dua orang yang memakai pakaian yang putih.
Mula-mula aku menyangka bahawa mereka adalah burung yang besar, namun
ternyata aku salah. Mereka adalah dua orang yang tidak aku kenal yang
memakai pakaian warna putih. Salah seorang dari mereka berkata kepada
temannya dengan menunjuk ke arahku, "Apakah ini anaknya?" Yang lain
menjawab, "benar." Aku merasakan ketakutan yang luar biasa. Lalu mereka
mengambilku dan menidurkan aku serta membelah dadaku dan mereka
mengambil sesuatu darinya hingga mereka mendapatinya dan membuangnya
jauh-jauh. Setelah itu, mereka bersembunyi laksana bayangan."
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Anas dan juga diriwayatkan oleh Muslim
dan Ahmad. Para mufasir berbeza pendapat tentang simbolisme yang dalam
ini. Sebahagian besar ulama menakwilkan peristiwa tersebut. Pakar-pakar
klasik, seperti Qurthubi berpendapat bahawa peristiwa itu diisyaratkan
oleh firman-Nya: "Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?. "
(QS. Alam Nasyrah: 1)
Sedangkan tokoh-tokoh hadis, seperti Ghazali berpendapat bahawa manusia
istimewa seperti Muhammad saw tidak mungkin terlepas dari bimbingan
Ilahi dan tidak mungkin terkena waswas sekecil apa pun yang biasa
menimpa manusia biasa. Jika suatu kejahatan menjadi suatu gelombang yang
memenuhi cakerawala, maka di sana terdapat hati yang segera memungutnya
dan terpengaruh dengannya, namun hati para nabi dengan adanya bimbingan
Allah SWT tidak akan terpanggil dan tidak terkena arus kejahatan
tersebut.
Dengan demikian, usaha para nabi terfokus pada peningkatan kemajuan atau
ketinggian, bukan memerangi kerendahan. Diriwayatkan oleh Abdillah bin
Mas'ud bahawa Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada seseorang di antara
kalian kecuali ia diawasi oleh temannya dari kalangan jin dan temannya
dan dari kalangan malaikat." Para sahabat berkata: "Apakah hal itu juga
berlaku kepadamu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Ya, tetapi Allah
SWT membantuku, sehingga ia berserah diri dan tidak memerintahkan
kepadaku kecuali dalam kebaikan."
Begitulah sikap orang-orang yang dahulu dan para ahli hadis berkaitan
dengan peristiwa pembelahan dada. Kami kira bahawa kejadian yang luar
biasa tersebut berhubungan dengan persiapan Nabi untuk melalui Isra' dan
Mi'raj. Ia merupakan perjalanan di mana Rasulullah saw akan menebus
alam angkasa dan akan mencapai alam langit. Kemudian beliau akan
melampaui alam ini, sehingga sampai di Sidratul Muntaha yang di sana
terdapat Janatul Ma'wah.
Pandangan tersebut kembali kepada pendapat kami yang mengatakan bahawa
peristiwa pembelahan dada berulang lebih dari sekali saat Rasul saw
mencapai usia lima puluh tahun. Dan peristiwa pembelahan dada terjadi
kedua kalinya pada malam Isra' dan Mi'raj.
Bukhari meriwayatkan dari Malik bin Sh'asha'a bahawa Rasulullah saw
menceritakan kepada mereka peristiwa malam Isra' di mana beliau
bersabda: "Ketika aku berada di Hathim - atau beliau berkata di Hijr -
saat aku dalam keadaan antara tidur dan bangun, maka seorang datang
kepadaku lalu ia membelah antara ini dan ini. Yaitu antara kerongkongan
dan perutnya. Beliau melanjutkan: Lalu ia mengeluarkan hatiku dan
membawa mangkok dari emas yang penuh dengan keimanan lalu ia menyuci
hatiku. Kemudian diulanginya."
Kami kira bahawa pembelahan dada merupakan bentuk simbolis yang
menunjukkan kesucian Rasul saw dan sebagai bentuk penyiapannya untuk
melalui Isra' dan Mi'raj. Itu merupakan pemberitahuan dari Ilahi bahawa
anak ini akan mencapai suatu kedudukan yang belum pernah dicapai oleh
manusia dan tidak akan dicapai manusia sesudahnya. Setelah peristiwa
pembelahan dada, berubahlah kehidupan anak kecil itu di mana sebahagian
besar waktunya digunakan untuk merenung dan menyendiri. Dari roman
wajahnya tampak keseriusan yang biasanya menghiasi wajah orang-orang
dewasa.
Berlalulah hari demi hari, tahun demi tahun dan Selesailah masa
menetapnya bersama Halimah di dusun Bani Sa'ad. Beliau sangat
terpengaruh dan sangat terkesan dengan keadaan di sana. Diriwayatkan
bahawa beliau pernah mengingat masa kecilnya di Bani Sa'ad dan beliau
membanggakannya. Beliau menyebutkan pengorbanan mereka dan sikap mereka
yang baik. Beliau berkata: "Aku termasuk dari Bani Sa'ad, tanpa
bermaksud menyombongkan diri. Jika mereka berhadapan atau menyaksikan
salah seorang mereka lapar, maka mereka akan membagi makanan di antara
mereka."
Kemudian Muhammad bin Abdillah kembali ke Mekah saat usianya lima tahun.
Beliau hidup beberapa hari bersama ibunya di mana si ibu merasakan
kesedihan yang dalam atas kepergian ayahnya. Sesuai janji untuk
mengingat ayahnya yang telah pergi, Aminah menetapkan untuk mengunjungi
kuburannya di Yatsrib. Jarak antara Mekah dan Yatsrib lebih dari lima
ratus kilo meter di gurun yang kering yang jauh dari tanda- tanda
kehidupan. Anak itu menempuh perjalanan yang berat. Setelah perjalanan
yang berat ini, Muhammad bin Abdillah tinggal di tempat paman-paman dari
ibunya di Madinah selama satu bulan. Muhammad melihat rumah yang di
situ ayahnya meninggal sebelum ia dilahirkan. Ia berziarah bersama
ibunya ke kuburan yang sederhana yang ayahnya dikuburkan di dalamnya.
Mula-mula fikirannya terfokus pada keadaan yatim sambil ia mulai
memperhatikan linangan air mata ibunya yang diam.
Selesailah masa satu bulan keberadaannya di sisi paman-pamannya.
Kemudian ibunya menemaninya untuk kembali ke Mekah. Kedua anak manusia
itu sampai di pertengahan jalan. Muhammad bin Abdillah tidak mengetahui
rahsia kepucatan wajah ibunya. Lalu malaikat maut turun di suatu tempat
yang bernama Abwa. Di situlah Aminah binti Wahab telah bertemu dengan
kekasihnya, Allah SWT.
Sang ibu meninggal dan meninggalkan anak satu-satunya bersama seorang
pembantu. Pembantu itu menampakkan rasa kasihnya terhadap anak kecil
yang kehilangan ayahnya saat masih janin dan kehilangan ibunya saat
berusia enam tahun. Muhammad bin Abdillah kini menjadi sendiri dan ia
dalam keadaan menangis. Ia mencapai kematangan setelah ia melewati
kesedihan kehidupan dan kerasnya kehidupan sebagai anak yatim.
Rasulullah saw pernah ditanya setelah masa diutusnya: "Bagaimana
pandanganmu?" Beliau menjawab: "Pengetahuan adalah modalku. Akal adalah
dasar agamaku. Cinta adalah pondasiku. Zikrullah adalah kesenanganku.
Dan kesedihan adalah temanku."
Allah SWT telah menyiramkan kepadanya sungai-sungai kesedihan sehingga
beliau dapat memberikan kepada manusia buah dari kegembiraan dan
ketulusan.
Anak kecil itu kembali ke Mekah dalam keadaan sedih dan ia tampak
terpaku. Lalu Abdul Muthalib, datuknya menampakkan cinta yang luar biasa
dan penghormatan padanya. Setelah dua tahun ketika Muhammad bin
Abdillah berusia delapan tahun, maka meninggallah salah satu benteng
yang terbaik yang menjaganya, yaitu datuknya Abdul Muthalib. Kemudian
anak kecil itu kini merenungi datuknya laksana orang dewasa. Ia tampak
tegar seperti layaknya orang dewasa.
Kita tidak mengetahui mengapa terjadi demikian. Mengapa hikmah Allah SWT
mencegah Nabi yang terakhir untuk mendapatkan kasih sayang seorang
ayah, kasih sayang seorang ibu, dan bimbingan seorang datuk? Apakah
Allah SWT ingin memberi Nabi yang terakhir suatu kasih sayang dan cinta
yang semata-mata bersumber dari sisi-Nya? Apakah Allah SWT ingin
mendidiknya dengan kesedihan dan memberinya perasaan-perasaan yang penuh
dengan penderitaan? Apakah Allah SWT ingin membuat hati Rasul-Nya hanya
tertuju kepadanya? Dahulu Allah SWT berkata kepada Musa:
"Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." (QS. Thaha: 41)
Dahulu Allah SWT memberi khabar gembira kepada Musa di dalam Taurat
sebagaimana Isa memberi khabar gembira di dalam Injil dengan kedatangan
seorang Nabi setelahnya yang bernama Ahmad. Dan Nabi Musa meminta kepada
Tuhannya agar memberinya dan memberi umatnya puncak keutamaan, lalu
Allah SWT menjawab bahawa Dia telah menetapkan keutamaan ini kepada Nabi
yang terakhir Ahmad dan umatnya.
Allah SWT telah memilih Musa untuk diri-Nya. Meskipun Demikian, Dia
tidak mencegahnya untuk mendapatkan kasih sayang seorang ibu dan
mendidiknya di tengah-tengah keluarganya. Namun Dia berkehendak untuk
menjadikan Nabi yang terakhir tercegah dari mendapatkan kasih sayang
seorang manusia dan cinta seorang manusia, sehingga Nabi tersebut hanya
mendapatkan kasih sayang Ilahi dan cinta Ilahi.
Allah SWT berfirman menceritakan tentang keadaan Rasul terakhir:
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu.
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan
petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia
memberikan kecukupan. Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu
berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta, maka
janganlah kamu mengherdiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu maha hendaklah
kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). " (QS. ad-Dhuha: 6- 11)
Makna ayat tersebut secara harfiah adalah bahawa beliau dalam keadaan
yatim lalu Allah SWT melindunginya; beliau dalam keadaan tersesat lalu
Allah SWT memberinya petunjuk; beliau dalam keadaan fakir lalu Allah SWT
memampukannya. Allah SWT melindunginya dengan mengasuhnya,
membimbingnya, dan mencukupinya. Itu adalah darjat keutamaan yang tidak
pernah dicapai oleh seseorang pun di dunia.
Setelah kematian datuknya, maka pamannya Abu Thalib mengasuhnya. Allah
SWT telah meletakkan kecintaan pada hati pamannya, sehingga pamannya
mengutamakan Muhammad saw daripada anak-anaknya dan memuliakannya serta
menghormatinya, bahkan Abu Thalib mendudukkannya di ranjangnya yang
biasa dibentangkannya di hadapan Ka'bah di mana tidak ada seorang pun
yang duduk selainnya.
Muhammad bin Abdillah hidup di jantung gurun Mekah sebagai seorang yang
memiliki kesedaran yang tinggi di antara kaum yang sedang lalai dan kaum
yang mabuk-mabukan dan para penyembah berhala serta para pedagang
minuman keras dan para syair dan orang-orang yang berperang dan
tokoh-tokoh kabilah.
Muhammad bin Abdillah seorang yang banyak diam dan ketika usianya
semakin dewasa, maka ia bertambah banyak diam. Beliau tidak berbicara
kecuali jika diajak seseorang berbicara; beliau tidak terlibat dalam
permainan hura-hura anak-anak muda; beliau merasakan kesedihan yang
dalam; beliau sering menyendiri dan membuka matanya di hamparan
pasir-pasir. Mulutnya terdiam dan akalnya berfikir. Beliau merenungkan
di masa kecilnya bagaimana kaumnya bersujud terhadap berhala dan
terpukau dengannya; bagaimana orang-orang berakal mau bersujud kepada
batu-batu yang tidak memberikan mudarat dan manfaat dan tidak berbicara
serta tidak dapat melakukan apa-apa. Beliau mewarisi dari datuknya
Ibrahim kebencian yang fitri terhadap dunia berhala dan patung.
Di dalam dirinya terdapat penghinaan yang besar terhadap sembahan-
sembahan dari batu ini, suatu penghinaan yang menjadikannya tidak mau
mendekat selama-lamanya terhadap patung tersebut. Namun hatinya yang
besar dipenuhi dengan kesedihan yang lebih hebat dari kesedihan datuknya
Ibrahim. Beliau sedih kerana akal manusia menyembah batu dan emas,
kesombongan serta kekuasaan penguasa; beliau mendengar apa yang
dikatakan manusia dan mengamat-amati urusan kehidupan dan keadaan
masyarakat; beliau juga menyaksikan betapa banyak pertentangan dan
perkelahian di antara manusia yang justru disebabkan oleh
masalah-masalah yang sepele, sehingga kehairanan beliau semakin
bertambah dan sudah barang tentu kesedihannya pun semakin dalam.
Tidakkah manusia mengetahui bahawa mereka akan mati seperti ayahnya,
ibunya, dan datuknya? Mengapa mereka menimbulkan pertentangan ini,
hingga mereka mendapatkan lebih banyak kejahatan?
Ketika usianya semakin bertambah, maka bertambahlah kezuhudannya dalam
hidup, dan sepak terjangnya terus bersinar memenuhi penjuru Mekah.
Beliau tidak sama dengan seseorang pun dari kalangan pemuda saat itu.
Meskipun kami kira bahawa kesedihannya disebabkan oleh hal- hal yang
umum, tetapi beliau tidak mengungkapkan kegelisahan hatinya pada
seseorang pun. Beliau belum bertujuan untuk memperbaiki masyarakat atau
kemanusiaan. Benar bahawa pertanyaan-pertanyaan kritis timbul dalam
benaknya dan ingin segera menemukan jawapan, tetapi akalnya sendiri
tidak dapat menemukan jawapan atau jalan keluar. Inilah yang dimaksud
dengan makna ayat:
"Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk." (QS. adh-Dhuha: 7)
Yang dimaksud ad-Dhalal (kesesatan) di sini ialah kebingungan akal dalam
menafsirkan kejahatan dan usaha melawannya kerana ketiadaan senjata dan
kecilnya usia. Semua itu justru menambah sikap diam anak kecil itu dan
menjauhkannya dari dunia yang akan mencemari akal, sehingga akalnya
selamat dari segala noda dan tetap di bawah naungan kejernihannya.
Anak kecil itu tetap jauh dari dosa-dosa yang dilakukan oleh kaumnya
yang berupa kecenderungan untuk menyembah berhala dan cinta kekuasaan
dan kebanggaan. Ia selalu mendekat dan lebih mendekat kepada hakikatnya
yang suci; ia mampu mempengaruhi orang lain dengan jiwanya yang bersih
dan rahmatnya atau kasih sayangnya tertuju kepada manusia, bahkan kepada
binatang dan burung. Ketika ia duduk akan makan lalu ada burung merpati
berkeliling di seputar makanannya maka ia meninggalkan makanannya untuk
burung itu. Pada saat orang-orang memukul anjing yang mendekat kepada
makanan mereka, maka ia justru mencabut suapan yang ada di mulutnya dan
memberikannya pada anjing, kucing, anak-anak kecil, dan orang-orang
fakir. Bahkan seringkali di waktu malam ia tidur dalam keadaan lapar
kerana ia memberikan makanannya ke orang lain.
Muhammad saw adalah seorang fakir yang harus bekerja agar dapat makan,
maka beliau bekerja sebagai penggembala kambing, seperti Nabi Daud, Nabi
Musa, dan nabi-nabi yang lain yang diutus oleh Allah SWT. Kemudian
beliau melakukan perjalanan bersama kafilah pamannya Abu Thalib menuju
Syam saat beliau berusia tiga belas tahun. Beliau menyaksikan keadaan
umat-umat yang lain, maka kehairanannya semakin bertambah terhadap masa
Jahilliyah ini. Ketika beliau menyaksikan orang-orang tersesat, maka
kesedihannya semakin bertambah dan hatinya semakin tersentuh dan
fikirannya semakin dalam.
Pada saat perjalanan menuju ke Syam ini terjadi suatu peristiwa terhadap
anak kecil itu. Kemungkinan besar itu justru menambah kebingungannya.
Seorang pendeta yang bernama Buhaira berdiri di jendela rumah yang
menjadi tempat peribadatannya di Suria. Tiba-tiba ia memperhatikan suatu
awan putih - tidak seperti biasanya - yang menghiasi langit yang biru.
Saat itu udara sangat terang, sehingga munculnya awan tersebut sangat
menghairankan. Kemudian pandangan Buhaira yang tertuju ke langit, kini
tertuju ke bumi di mana ia mendapati awan itu menyerupai burung yang
putih yang menaungi kafilah kecil yang menuju ke arah utara. Buhaira
memperhatikan bahawa awan tersebut mengikuti kafilah.
Jantung Buhaira berdebar dengan keras kerana ia mengetahui melalui
buku-buku peninggalan kaum Masehi yang otentik bahawa seorang nabi akan
muncul ke dunia setelah Isa. Sifat dan khabar nabi tersebut diceritakan
dalam buku-buku kuno. Buhaira segera meninggalkan tempatnya, lalu ia
segera memerintahkan untuk menyiapkan makanan yang besar. Kemudian ia
mengutus seseorang untuk menemui kafilah tersebut dan mengundang mereka
untuk jamuan makan. Salah seorang mereka berkata dengan nada bercanda
kepada Buhaira: "Demi Lata dan 'Uzza, engkau hari ini tampak lain wahai
Buhaira. Engkau tidak pernah melakukan demikian kepada kami, padahal
kami telah melewati dan singgah di tempat ini lebih dari sekali. Ada
peristiwa apa gerangan wahai Buhaira?"
Buhaira menjawab: "Hari ini kalian adalah tamu-tamuku." Pertanyaan orang
tersebut tidak dijawab dengan terang-terangan. Ia sengaja
menghindarinya dan tidak menyingkapkan rahsia kemuliaan yang datangnya
tiba-tiba ini. Buhaira memberi makan mereka dan mulai memperhatikan di
antara mereka adanya seseorang yang memiliki tanda- tanda yang dibacanya
dalam kitab-kitabnya yang kuno tentang seorang rasul yang ditunggu.
Namun ia tidak menemukannya, hingga ia bertanya kepada mereka: "Wahai
kaum Quraisy, apakah ada seseorang yang tidak hadir bersama jamuanku
ini?" Mereka menjawab: "Benar, ada seseorang yang tidak ikut bersama
kami. Kami meninggalkannya kerana ia masih kecil." Buhaira berkata:
"Sungguh aku telah mengundang kamu semua. Panggillah ia supaya hadir
bersama kami dan memakan makanan ini." Salah seorang lelaki dari kaum
Quraisy berkata: "Demi Lata dan 'Uzza, sungguh tercela bagi kami untuk
meninggalkan Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib dari jamuan yang
kami diundang di dalamnya.
Pamannya meminta maaf kerana Muhammad masih kecil, kemudian sebahagian
mereka berdiri dan menghadirkannya. Belum lama Buhaira memandangi
kejernihan dua mata Muhammad, sehingga ia mengetahui bahawa ia telah
mendekati tujuannya. Buhairah terpaku ketika memandangi Muhammad bin
Abdillah sehingga kaum selesai makan dan mereka berpisah.
Muhammad bin Abdillah duduk sendirian. Buhaira menghampirinya dan
berkata: "Wahai anak kecil, demi kedudukan Lata dan 'Uzza, sudikah
kiranya engkau memberitahu aku terhadap apa yang aku tanyakan kepadamu?"
Buhaira ingin mengetahui sikap anak ini terhadap berhala kaumnya. Anak
kecil itu menjawab: "Jangan engkau bertanya kepadaku tentang Lata dan
'Uzza. Demi Allah, tidak ada sesuatu yang lebih aku benci daripada
keduanya." Buhaira berkata: "Dengan izin Allah aku ingin bertanya
kepadamu." Anak kecil itu menjawab: "Tanyalah apa saja yang terlintas di
benakmu."
Buhaira bertanya kepada anak kecil itu tentang keluarganya, kedudukannya
di tengah-tengah kaumnya, mimpinya dan pendapat- pendapatnya. Dialog
tersebut terjadi jauh dari pantauan kaum kerana mereka tidak akan diam
ketika mendengar bahawa Muhammad membenci berhala-berhala mereka.
Kemudian Muhammad menjawab pertanyaan-pertanyaan Buhaira dengan yakin,
hingga membuat Buhaira mantap bahawa ia sekarang duduk bersama seorang
Nabi yang khabar berita gembiranya disampaikan oleh Nabi Isa sebagaimana
disampaikan oleh nabi-nabi dari kaum Israil dari kaum Nabi Musa.
Setelah itu, ia bangkit meninggalkan anak kecil itu dan menuju ke Abu
Thalib ia bertanya tentang kedudukan anak kecil itu di sisinya. Abu
Thalib menjawab: "Ia adalah anakku." Buhaira berkata: "Tidak mungkin
ayahnya masih hidup." Abu Thalib berkata: "Benar. Ia anak saudaraku.
Ayahnya dan ibunya telah meninggal." Buhaira berkata: "Engkau benar,
kembalilah kamu ke negerimu dan hati-hatilah dari kaum Yahudi." Abu
Thalib bertanya tentang rahsia dari apa yang dikatakan oleh pendeta itu.
Pendeta itu mulai mengetahui bahawa ia telah berbicara lebih dari yang
semestinya. Lalu ia berkata: "Ia akan memiliki kedudukan tertentu."
Buhaira tidak menjelaskan lebih dari itu dan ia tidak menentukan
kedudukan yang dimaksud.
Lalu berlalulah peristiwa tersebut tanpa terlintas dari benak seseorang
atau tanpa menggugah kesedaran di antara mereka. Kisah tersebut tidak
membawa pengaruh berarti bagi kafilah atau kepada Nabi sendiri. Kafilah
menganggap bahawa penghormatan pendeta kepada Muhammad bin Abdillah dan
memberitahunya akan kedudukan yang akan disandangnya adalah semata-mata
basa-basi yang biasa diucapkan di atas meja makan ketika para tamu
memuji kedermawanan tuan rumah. Dan sebagai balasannya, orang yang
mengundang akan memuji akhlak para pemuda mereka. Alhasil, peristiwa
tersebut tidak membawa pengaruh apa pun, baik bagi Muhammad mahupun bagi
sahabat-sahabat yang ikut dalam kafilah, sehingga mereka tidak
mengetahui rahsia perkataan pendeta dan mereka tidak menyebarkan
pembicaraan yang mereka dengar darinya. Peristiwa itu tersembunyi
meskipun ia sungguh sangat membingungkan Muhammad.
Apa gerangan yang terjadi antara dirinya dan orang-orang Yahudi,
sehingga pendeta perlu mengingatkan pamannya dari ancaman mereka? Apa
kedudukan yang akan dikembangnya seperti yang diceritakan oleh pendeta
itu? Dan apa hubungan semua ini dengan kesedihan- kesedihannya yang
dalam serta kebingungannya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sedikit demi
sedikit berputar di benaknya. Kemudian seperti biasanya kafilah tersebut
kembali ke Mekah. Muhammad kembali menuju keterasingannya. Ia
memperhatikan keadaan alam di sekitarnya. Kemudian ia melihat kembali
penderitaannya; ia berusaha untuk mendapatkan kehidupannya; ia mengabdi
kepada manusia dan mengorbankan apa saja demi kemuliaan mereka.
Hari demi hari berlalu. Muhammad saw tampil dengan pakaian ketulusan
kasih sayang, dan amanah serat cinta, sebagaimana pelita dipenuhi oleh
cahaya, sehingga kejujurannya terkenal di tengah-tengah kaumnya. Bahkan
kejujuran dan amanatnya tidak bakal diragukan oleh seseorang pun dari
penduduk Mekah. Dan ketika beliau datang dengan membawa risalahnya dan
beliau ditentang majoriti masyarakatnya, namun tak seorang pun yang
berani meragukan kejujurannya. Mereka hanya menuduh bahawa ia terkena
sihir atau kesedarannya telah hilang.
Pada tahun ketiga belas dari masa kenabian, ketika semua kabilah sepakat
untuk membunuhnya dan mengucurkan darahnya di antara para kabilah dan
mereka mengepung rumahnya, maka di saat situasi yang sulit ini beliau
menetapkan untuk berhijrah. Tetapi sebelumnya beliau mewasiatkan kepada
Ali bin Abi Thalib, anak pamannya untuk tetap tinggal di rumahnya agar
ia dapat mengembalikan amanat yang dititipkan oleh semua musuhnya dan
para sahabatnya. Ini beliau maksudkan agar Ali dapat menyerahkan amanat
tersebut di waktu pagi kepada para pemiliknya. Anda dapat melihat betapa
para musuhnya merasa aman terhadap harta mereka ketika dijaga oleh
Muhammad saw.
Hari demi hari berlalu dan tahun demi tahun pun lewat. Sementara itu,
kesucian dan kejujuran Muhammad saw semakin meningkat. Dan di tengah
lautan keheningan yang mencekam, ketika Muhammad bin Abdillah
menyebarkan layar perahunya yang putih, maka ia harus menemui hakikat
azali yang bertemu dengan-nya semua nabi dan rasul. Muhammad bin
Abdillah mengetahui bahawa alam yang besar ini mempunyai Tuhan Pengatur
dan Pencipta; Tuhan yang Maha Satu dan yang tiada tuhan selain-Nya.
Muhammad dijauhkan dari suasana kenikmatan dan foya-foya yang biasa
dilakukan oleh para pemuda seusianya. Dan ketika pemuda Mekah
berbangga-bangga dengan banyaknya minuman keras yang mereka minum dan
banyaknya bait-bait syair yang mereka katakan tentang wanita, maka
Muhammad bin Abdillah telah menemukan jati dirinya di suatu gua yang
tenang di gunung yang besar. Ia memilih untuk menghabiskan waktunya di
dalam keheningan gua tersebut. Ia merenung dengan hatinya tentang
keadaan alam; ia memikirkan keagungan rahsia-rahsianya dan rahmat
Penciptanya serta kebesaran-Nya.
Pada tahun yang kedua puluh lima, beliau mengenal Ummul Mu'minin,
isterinya yang pertama, yaitu Khadijah binti Khuwailid yang saat itu
berusia empat puluh tahun. Khadijah adalah wanita yang mulia dan
mempunyai cukup harta. Ia berdagang dan suaminya telah meninggal. Banyak
orang yang mendekatinya dengan alasan untuk mendapatkan kekayaannya.
Khadijah mencari seseorang laki-laki yang dapat membawa harta
dagangannya menuju Syam, lalu Khadijah mendengar berita yang cukup
banyak berkenaan dengan kejujuran dan amanat serta kesucian Muhammad bin
Abdilah. Akhirnya, Khadijah mengutus Muhammad saw untuk membawa barang
dagangannya. Muhammad saw pergi dalam perjalanannya yang kedua ke Syam
saat beliau berusia dua puluh lima tahun. Allah SWT memberkati
perjalanannya di mana beliau kembali dengan membawa keuntungan yang
berlipat ganda yang diserahkannya kepada Khadijah. Muhammad saw tidak
peduli dengan harta Khadijah dan tidak peduli kepada kecantikannya;
Muhammad saw hanya memandang kemuliaan yang dipegangnya. Kemudian
Khadijah merasakan getaran cinta terhadap Muhammad saw. Dan Akhirnya, ia
mengutarakan keinginan untuk menikah dengannya, hingga Muhammad saw pun
setuju.
Paman Muhammad saw, Abu Thalib berdiri dan menyampaikan khutbah pada
saat perayaan perkawinannya: Muhammad saw tidak dapat dibandingkan
dengan seorang pun dari kaum Quraisy kerana ia adalah seorang yang
mulia, baik dari sisi akal mahupun rohani. Meskipun ia seorang yang
fakir namun harta adalah naungan yang akan hilang dan benda yang
bersifat sementara.
Setelah menikah, Muhammad saw justru mendapatkan kesempatan yang lebih
besar untuk merenung dan menyendiri serta beribadah. Kemudian kehidupan
yang dijalaninya justru meningkatkan kemuliaannya, sehingga keutamaannya
tersebar di sana sini. Beliau tidak pernah terlibat dalam pergelutan
yang keras untuk memperebutkan materi-materi dunia. Beliau selalu
menggunakan akal sehatnya daripada terlibat dalam kesesatan mereka dan
kegelapan berhala yang menyelimuti banyak orang pada saat itu. Kemudian
usianya kini mendekati empat puluh tahun.
Setelah merasakan kesunyian di tengah-tengah masyarakat, beliau lebih
memilih untuk menjauh dari mereka. Beliau mencari-cari hakikat, sehingga
Allah SWT membimbingnya untuk menyendiri di gua Hira. Akhirnya, beliau
dapat keluar dari Mekah. Beliau berjalan beberapa mil. Kemudian beliau
mulai mendaki dan mendaki. Setiap kali ia mendaki gunung, maka tempat
itu semakin luas. Udara tampak lembut dan tersingkaplah hijab, dan
pandangan semakin terbentang. Kemudian beliau memasuki gua. Keheningan
menyelimuti segala sesuatu, namun hati tetap sadar dan tidak ada sesuatu
yang dapat menghalang-halangi pandangan internal yang dalam. Dalam
suasana kesunyian terkadang lahirlah pemikiran-pemikiran yang cemerlang
yang kemudian menyebarkan sayap-sayapnya dan membumbung, pertama-tama di
atas angkasa gua lalu tersebar menuju ke tempat yang lebih luas. Tidak
ada sesuatu pun yang membatasinya atau mengekang kebebasannya.
Kita tidak mengetahui fikiran-fikiran apa yang terlintas pada manusia
termulia dan terbesar di atas bumi itu saat beliau duduk di gua Hira
beberapa bulan. Apa yang beliau fikirkan dan apa gerangan yang beliau
risaukan? Mimpi apa yang ada di benaknya dan perasaan-perasaan apa yang
lahir dalam hatinya? Bagaimana keadaan batu-batu yang ada di sisinya?
Apakah atom-atom batu yang berputar di sekelilingnya menyahuti tasbihnya
yang diam, seperti atom-atom batu yang bersahut- sahutan bersama Daud
saat ia membaca kitabnya Zabur.
Kami tidak mengetahui secara pasti bentuk kelahiran yang terjadi dalam
dirinya. Yang kita ketahui adalah bahawa beliau tidak berfikir tentang
kenabian dan beliau tidak berfikir untuk memberikan petunjuk kepada
manusia; beliau tidak melakukan praktik-praktik sufisme kerana beliau
sudah menjadi seorang sufi sebelum diutus di tengah-tengah manusia.
Kemudian Allah SWT memilihnya sebagai Nabi lalu beliau meninggalkan
uzlahnya dan turun ke medan serta membawa senjata. Beliau mempertahankan
kebenaran, sehingga beliau bertemu dengan Tuhannya. Mula-mula lahirlah
tasawuf dan setelahnya lahirlah jihad di jalan Allah SWT. Tasawuf
bukanlah puncak atau hasil sebagaimana diyakini oleh manusia sekarang,
tetapi ia adalah permulaan jalan yang panjang di mana pada akhirnya yang
bersangkutan menggunakan senjata sebagai bentuk usaha untuk membela
manusia dan kehormatannya.
Pada suatu hari beliau duduk di gua Hira dan tiba-tiba beliau dikejutkan
dengan kedatangan Jibril yang berdiri di depan pintu gua. Malaikat
tersebut memeluknya erat-erat lalu memerintahkannya untuk membaca sambil
berkata: "Bacalah!" Muhammad bin Abdillah menjawab: "Aku tidak mampu
membaca." Beliau ingin mengatakan bahawa beliau tidak mengenal bacaan
dan tulisan. Kalau begitu, apa yang harus beliau baca? Malaikat kembali
memeluknya dengan kuat sehingga Rasulullah saw menganggap bahawa ia
meninggal. Kemudian malaikat melepasnya dan memerintahkannya untuk
membaca. Beliau kembali menjawab: "Aku tidak bisa membaca." Malaikat
yang mulia kembali memeluknya dan kembali memerintahkan untuk membaca.
Dan lagi-lagi Rasulullah saw menjawab dengan gementar: "Apa yang aku
baca?" Kemudian Jibril membaca permulaan ayat-ayat yang turun kepada
beliau:
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu lah Yang
Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. al-'Alaq:
1-5)
Setelah peristiwa itu, Jibril menghilang secara tiba-tiba sebagaimana ia
muncul secara tiba-tiba. Rasulullah saw merasakan dalam dirinya
kejadian yang luar biasa yang pernah dirasakan oleh Nabi Musa saat
beliau mendengar panggilan-panggilan suci di lembah Thuwa. Sebagaimana
Nabi Musa lari ketakutan, maka Muhammad bin Abdillah pun segera menuju
ke rumahnya dalam keadaan ketakutan. Ia turun ke gunung dan kembali ke
rumahnya dan kembali ke isterinya. Tubuhnya yang mulia bergetar dengan
keras dan beliau merasakan ketakutan dan kegelisahan.
Apakah beliau kali ini berhubungan dengan jin atau alam perdukunan?
Apakah beliau telah mengigau sehingga beliau mendengar suara-suara dan
melihat wajah-wajah yang belum pernah dilihatnya? Rasulullah saw
mengkhuatirkan dirinya kerana beliau sangat benci kepada perdukunan.
Beliau memasuki rumahnya dengan keadaan gementar. Beliau berkata kepada
isterinya: "Selimutilah aku, selimutilah aku!" Kemudian isterinya segera
menyelimuti dengan selimut dari wol dan mengusap keringat yang berada
di keningnya. Isterinya dikejutkan dengan kepucatan wajah beliau yang
mulia dan kegementaran tubuhnya.
Khadijah bertanya kepadanya: "Apa yang sedang terjadi?" Kemudian
Muhammad saw menceritakan secara terperinci apa yang dialaminya.
Kemudian ia berkata: "Sungguh aku khawatir terhadap diriku." Khadijah
mengetahui bahawa ia sekarang berhadapan dengan masalah yang serius,
suatu berita gembira yang ia tidak mengetahui hakikatnya, suatu berita
gembira yang seharusnya tidak dihadapi Muhammad saw dengan kekhuatiran
dan kegelisahan.
Khadijah berkata dengan maksud untuk meredakan ketakutannya: "Tenanglah.
Demi Allah, Allah SWT tidak akan menghinakanmu selama- lamanya. Sungguh
engkau adalah seorang yang baik, yang menyambung tali silaturahmi, yang
berbicara dengan jujur, dan yang menghormati tamu."
Meskipun kalimat-kalimat tersebut penuh dengan kedamaian dan kesejukan,
tetapi kegelisahan Rasul saw juga belum hilang. Kemudian Khadijah pergi
bersama beliau ke rumah Waraqah bin Nofel, yaitu anak dari paman
Khadijah. Waraqah adalah seorang Nasrani dan dia mampu menulis kitab
dalam bahasa Ibrani dan ia cukup mengetahui kitab-kitab Taurat dan Injil
di mana matanya telah buta kerana masa tua.
Khadijah berkata kepadanya: "Wahai putera pamanku, dengarlah dari anak
saudaramu." Waraqah berkata: "Wahai anak saudaraku, apa yang engkau
lihat?" Rasulullah saw menceritakan apa yang dialaminya secara sempurna.
Waraqah berkata sambil mengangkat kepalanya yang tampak kehairanan:
"Itu adalah Namus (Jibril) yang Allah SWT turunkan kepada Musa." Sebagai
seorang yang mengerti, Waraqah bin Nofel mengetahui bahawa ia berada di
hadapan seorang Nabi yang berita gembiranya disampaikan oleh Taurat dan
Injil.
Setelah keheningan sesaat, Waraqah berkata: "Seandainya aku masih hidup
ketika kaummu mengeluarkanmu dan mengusirmu." Rasulullah saw bertanya:
"Mengapa aku harus diusir oleh mereka?'' Waraqah menjawab: "Benar, tidak
ada seorang pun yang akan datang seperti dirimu kecuali engkau akan
mengalami penderitaan dan pengusiran. Seandainya aku hadir di saat itu
nescaya aku akan menolongmu."
Demikianlah, akhirnya Islam pun dikembangkan. Kehendak Allah SWT
terlaksana dan Allah SWT telah memilih Nabi yang terakhir di muka bumi
dan orang Muslim yang pertama. Barangkali pembaca akan bertanya: Apa
hakikat dari Islam? Apabila Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir yang
diutus oleh Allah SWT di muka bumi dan kita mengetahui bahawa para nabi
semuanya sebagai Muslim, maka bagaimana beliau dapat dikatakan
mendahului mereka dalam keislaman dan menjadi orang Muslim yang pertama?
Islam yang dibawa oleh Muhammad saw tidak berbeza dalam esensinya dengan
Islam yang dibawa oleh Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi Isa atau nabi yang
lain, tetapi yang berbeza adalah bentuknya, sedangkan esensinya tetap
seperti semula, yakni berdasarkan tauhid. Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad saw berbeza dalam bentuknya dengan Islam yang dibawa nabi-nabi
sebelumnya kerana sebab yang penting, yakni bahawa Islam ini merupakan
ajaran yang universal dan berisi aspek kemanusiaan yang abadi. Islam
tidak terbatas atas orang-orang Arab tetapi ia berlaku atas semua
golongan. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw tidak terbatas untuk
kabilah tertentu atau bangsa tertentu atau bumi tertentu atau lingkungan
tertentu atau zaman tertentu, tetapi ia untuk semua manusia. Atau
dengan kata lain, ia merupakan ajakan untuk membangkitkan akal manusia
di mana saja mereka berada tanpa ada batasan tempat atau waktu.
Universalitas ajaran Islam tidak dikenal pada risalah-risalah Ilahi
sebelumnya di mana setiap risalah itu diperuntukkan bagi bangsa tertentu
dan zaman tertentu. Oleh kerana itu, mukjizat-mukjizat yang mengagumkan
yang bersifat sementara seringkali mendukung risalah- risalah yang
dahulu. Ketika Islam datang sebagai bentuk ajakan untuk menghidupkan
akal manusia secara bebas, maka di sana tidak ada alasan untuk membawa
mukjizat yang mengagumkan. Hanya ada satu kata yang dapat dijadikan
pembuka untuk berdakwah dan membuka akal manusia, yaitu kata "iqra"'
(bacalah). Dan hendaklah bacaan ini berdasarkan nama Allah SWT. Dengan
nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal
darah. Cuba Anda
renungkan permulaan pertumbuhan dan puncak pencapaian. Di sini
tersembunyi mukjizat yang hakiki jika Anda berusaha mencari mukjizat
yang hakiki.
Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Mulia, yang memberikan nikmat penciptaan
dan rezeki serta rahmat dan kelembutan. Dia Maha Mulia yang mengajarkan
manusia apa saja yang tidak diketahuinya. Demikianlah esensi dari Islam,
yaitu ajakan untuk membaca. Ia adalah dakwah yang menunjukkan kedudukan
ilmu. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)
Takut kepada Allah SWT tidak akan muncul kecuali berdasarkan ilmu.
Mustahil ke*****an dengan bentuk apa pun akan melahirkan rasa takut.
Oleh kerana itu, dalam pandangan Islam ilmu adalah hal yang pokok. Ia
bukan kemewahan dan bukan hanya perhiasan. Kaum Muslim telah mengalami
masa kemuliaan dan kejayaan dan mereka berhasil menguasai bumi ketika
mereka memahami Islam secara benar, tetapi ketika pemahaman ini jauh
dari mereka, maka mereka kembali dalam keadaan yang paling buruk, bahkan
lebih buruk daripada masa jahiliah.
Jadi, ilmu dalam Islam merupakan tujuan yang mulia dan utama dalam
penciptaan alam wujud. Kisah Nabi Adam dan Hawa, sebagaimana diceritakan
oleh Al-Quran adalah bukan semata-mata kisah kesalahan memakan pohon
terlarang, tetapi ia juga kisah yang memiliki dimensi- dimensi yang
dalam dan aspek-aspek yang beraneka ragam. Ketika Anda menyelami
kedalamannya, maka Anda akan dapat menemukan simbol- simbol dari
makna-makna yang lebih penting.
Dialog internal yang dialami oleh para malaikat tentang rahsia pemilihan
Nabi Adam untuk memakmurkan bumi dan menjadi khalifah di dalamnya serta
pengajaran yang diperoleh Nabi Adam tentang nama-nama semuanya dan
bagaimana beliau mengemukakan nama-nama tersebut kepada para malaikat,
serta ketidaktahuan mereka tentang nama-nama itu, kemudian usaha Nabi
Adam untuk memberitahu mereka tentang apa yang diketahuinya serta
pengetahuan para malaikat tentang rahsia pemilihan Nabi Adam dan para
keturunannya untuk memakmurkan bumi, semua ini menjadikan tujuan dari
penciptaan manusia adalah pencapaian ilmu atau ma'rifah secara umum.
Pandangan tersebut dikuatkan oleh firman Allah SWT:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-(Ku)." (QS. adz-Dzariat: 56)
Lalu bagaimana kita memahaminya saat ini dan bagaimana generasi yang
pertama dari kaum Muslim dan dari sahabat-sahabat Rasul saw dan para
pengikutnya dan para tenteranya memahaminya? Saat ini kita memahaminya
dengan pemahaman yang sederhana. Kita mengetahui bahawa kalimat "untuk
menyembah-Ku " bererti ritual dalam beribadah dan aspek-aspek
lahiriahnya, seperti mengucapkan kalimat syahadat, solat, puasa, haji,
zakat dan lain-lain. Sehingga orang-orang yang solat diperbolehkan untuk
menyembah Allah SWT di negeri mereka atau di rumah-rumah mereka,
meskipun mereka hidup di bawah pemikiran orang-orang Barat dan membeli
produk-produk yang dibuat mereka serta memanfaatkan ilmu dan kecanggihan
teknologi orang-orang Barat. Namun mereka sendiri tidak menghasilkan
apa-apa. Mereka tidak dapat memberikan kontribusi kepada kehidupan;
mereka tak ubah-nya seperti bulu yang dimainkan oleh ombak. Sedangkan
pemahaman yang dahulu berkaitan dengan kalimat tersebut sebagai berikut:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-(Ku). " (QS. adz-Dzariat: 56)
Ibnu Abbas membacanya: "Illa liya'rifuun." (Agar mereka mengetahui).
Perhatikanlah bagaimana pentingnya perbezaan antara praktek-praktek
ibadah dengan bentuk-bentuknya dan kedalamannya yang jauh dalam ma'rifah
yang menyebabkan rasa takut kepada Allah SWT. Orang Muslim yang pertama
meyakini bahawa Allah SWT menciptakannya agar ia mengetahui Allah SWT
atau agar ia mengenal Allah SWT. Sehingga ambisi orang Muslim yang
pertama sangat mengagumkan. Mereka pergi untuk membebaskan dunia
semuanya: satu tangan berpegangan dengan Al- Quran dan tangan yang lain
memegang pedang untuk menghancurkan belenggu-belenggu yang menyeret
manusia kepada kesesatan.
Kemudian jatuhlah dari Islam hakikat ilmu, sehingga umat Islam tidak
dapat memimpin kehidupan dan mereka justru mendapatkan kehinaan. Allah
SWT berfirman:
"Allah menyatakan bahawasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang
menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi
Allah hanyalah Islam." (QS. Ali 'Imran: 18)
Setelah kesaksian kepada Allah swt dan kesaksian kepada malaikat, maka
disebutlah secara langsung kesaksian kepada orang-orang yang berilmu.
Maka, adakah penghormatan terhadap ilmu yang lebih besar daripada
penghormatan ini? Ilmu dalam Islam berbeza dengan ilmu dalam peradaban
Barat. Memang benar bahawa Islam yang bertanggungjawab terhadap
tumbuhnya pandangan ilmiah dan metode eksperimental di mana berdasarkan
metode ini tegaklah peradaban Barat yang kemudian melahirkan berbagai
produksi, pembuatan, dan penemuan. Dan metode eksperimental adalah
metode al-Istiqra, yaitu suatu metode yang mengikuti bahagian-bahagian
terkecil (parsial) melalui jalan eksperimen yang dapat tunduk terhadap
eksperimen dan melalui jalan memperhatikan hal-hal yang tidak dapat
tunduk terhadap suatu eksperimen, atau melalui jalan matematis murni
yang membutuhkan kepada matematis murni di mana hal itu bertujuan untuk
menyingkap hukum-hukum yang menguasai benda. Sistem ini bidangnya adalah
alam dan alatnya adalah panca indera dan akal. Sistem ini dimanfaatkan
oleh seorang Eropa yang bernama Roger Bikun. Ia mengakui bahawa ia
sangat berhutang kepada kaum Muslim dan peradaban
Islam.
Seorang guru yang bernama Bruicll dalam bukunya Abna' al-Insaniah
menceritakan tentang dasar-dasar peradaban Barat di mana ia berkata:
"Roger Bikun mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab di sekolah
Oxford kepada guru-gurunya yang berasal dari Arab di Andalus. Dan Roger
Bikun dan Fenessis Bikun tidak dapat menisbatkan keutamaan yang mereka
peroleh dalam menciptakan sistem eksperimental kepada diri mereka
sendiri. Roger Bikun hanya seorang duta dari duta-duta ilmu. Oleh kerana
itu, ia tidak malu ketika menyatakan bahawa mempelajari bahasa Arab dan
ilmu-ilmu Arab adalah jalan satu-satunya untuk mengetahui kebenaran."
Demikianlah pernyataan pakar-pakar Barat yang jujur. Yang demikian ini
bisa dijadikan sanggahan terhadap orang-orang Barat yang tidak jujur
agar mereka mengetahui bahawa mereka sebenarnya mengambil senjata yang
sebenarnya berasal dari Islam. Dan jika dikatakan bahawa rahsia
kebangkitan Barat saat ini dan keunggulannya atas Timur kembali kepada
pengambilannya terhadap sebab-sebab metode eksperimental, yaitu metode
Islam, maka rahsia kehancuran Barat dan kebingungannya serta
kegelisahannya adalah kerana mereka tidak menghubungkan metode tersebut
dengan kebesaran Allah SWT sebagaimana semestinya. Metode eksperimen-tal
- sebagaimana diambil orang-orang Barat - dimulai dari alam dan
berakhir kepadanya sebagai sesuatu tujuan. Jadi, ruang lingkup
pembahasan mereka adalah berkisar kepada materi, dan alat-alat
pembahasan adalah eksperimen dan pengamatan serta istiqra.
Tiada setelah alam kecuali kematian dan kematian adalah rahsia yang
misteri dan melawannya adalah hal yang mustahil. Kita tidak mengetahui
apa yang terjadi setelah kematian; kita tidak mengetahui sesuatu pun
tentang roh. Tidak ada hubungan antara ilmu dan akhlak; tidak ada
jawapan dari ilmu tentang tujuan kehidupan ini. Kita hanya mempelajari
aspek-aspek lahiriah dan mencapai hukum-hukumnya saja. Demikianlah
pandangan Barat tentang ilmu di mana ia hanya sekadar alat dan sarana
untuk mengatur alam dan berusaha menguasainya. Sedangkan metode ilmiah
dalam Islam menyatakan bahawa gerakan atom dengan gerakan sistem tata
suria di bawah kendali Zat Yang Maha Tahu dan Zat Yang Maha Pencipta.
Ilmu dalam Islam justru membimbing manusia untuk menuju Allah SWT:
"Dan bahawasanya kepada Tuhanmu lah kesudahan (segala sesuatu). " (QS. an-Najm: 42)
Ilmu justru menghantarkan manusia untuk mencapai rasa takut kepada Allah
SWT sebagaimana membimbingnya beribadah kepadanya dan mencintai-Nya:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)
Islam datang dan mengajak manusia untuk membaca, mengetahui, dan takut
kepada Allah SWT serta hanya beribadah kepadanya. Jika ilmu merupakan
sayap pertama di dalam Islam, maka sayap yang kedua adalah kebebasan.
Rasulullah saw memberitahu dan menyatakan bahawa tidak ada Tuhan selain
Allah SWT dan tidak ada sembahan selain Allah SWT.
Seruan ini mengisyaratkan keruntuhan tuhan-tuhan yang mengusai bumi
semuanya, baik tuhan yang berupa kepentingan-kepentingan peribadi,
kekayaan, raja, penguasa, pemikiran-pemikiran yang mengusai manusia,
warisan para datuk dan nenek, berhala-berhala yang terbuat dari batu dan
kayu, mahupun berbagai macam tuhan lain yang bohong. Adalah salah jika
seseorang membayangkan bahawa kalimat "tiada Tuhan selain Allah" hanya
sekadar hiasan mulut seorang Muslim di mana segala sesuatu yang ada di
sekitarnya penuh dengan kebohongan dan tidak membenarkan apa yang
dikatakannya. Kalimat tersebut dalam Islam merupakan pergelutan besar
bersama kegelapan yang ada pada diri manusia, suatu pergelutan yang
berakhir pada penyerahan diri; pergelutan yang akan berpindah pada
kehidupan yang lebih berat, sehingga kehidupan akan berserah diri. Dan
mustahil pergelutan itu akan terjadi kecuali jika terpenuhi suatu
kebebasan: kebebasan akal untuk meragukan dan menolak dan kebebasan yang
berakhir kepada pencapaian batas-batasnya dan kemampuannya serta
kebebasan yang meninggi untuk mencapai keimanan yang dalam dan kukuh.
Itu adalah tanggung jawab yang berarti bahawa ia harus memikul senjata
untuk membebaskan orang lain sebagaimana ia membebaskan dirinya sendiri.
Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ilmu yang berdiri di atas
kebebasan dan tanggung jawab yang tumbuh dari kebebasan, dan buah
terakhirnya adalah tauhid dalam kedalamannya yang jauh.
Jika tauhid difahami secara benar, maka manusia akan terbebas dari
penyembahan selain Allah SWT: manusia akan bebas terhadap rasa takut
dari kematian, kekhuatiran atas rezeki, manusia akan terbebas dari sikap
bakhil dan ketakutan terhadap hari-hari yang akan datang.
Muhammad bin Abdillah datang untuk menyerukan bahawa hanya Allah SWT
yang patut disembah dan bahawa semua manusia adalah hamba- hamba-Nya.
Dengan membebaskan manusia dari menyembah sesama mereka, maka kebebasan
yang hakiki telah dimulai. Rasulullah saw memberitahu bahawa kematian
adalah perpindahan dari satu rumah ke rumah yang lain. Ia bukan akhiran
yang misteri dari kehidupan yang tidak dapat difahami, tetapi ia hanya
sekadar perpindahan. Takut kepada kematian tidak akan menyelamatkan dari
kematian itu sendiri, dan cinta kepada kehidupan tidak akan
memanjangkan ajal. Pada setiap ajal ada ketentuannya. Maka keberanian
merupakan unsur dari unsur-unsur pembentukan keperibadian Islam dan
bahagian dari bahagian-bahagian sel yang ada dalam tubuh seorang Muslim.
Rasulullah saw juga menyatakan bahawa rezeki di dunia sudah dijamin dan ditentukan oleh Allah SWT:
"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah- lah yang memberi rezekinya. " (QS. Hud: 6)
Jibril mewahyukan kepada Rasul saw bahawa suatu jiwa tidak akan memenuhi
ajalnya sehingga rezekinya disempurnakan. Jika demikian halnya, maka
tidak ada alasan bagi manusia untuk khawatir terhadap rasa lapar dan
gelisah terhadap hari esok. Semua ini terjadi dalam ruang lingkup
mengambil atau melalui jalan-jalan menuju sebab. Yakni berusaha untuk
mencapai rezeki yang merupakan kewajipan bagi orang Muslim dan percaya
terhadap kedermawan Allah SWT yang juga merupakan suatu kewajipan bagi
orang Muslim untuk mempercayainya. Allah SWT berfirman:
"Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. " (QS. adz-Dzariat: 22)
Allah SWT telah menjamin rezeki di dunia dan memerintahkan manusia untuk
berusaha mencapai rezeki di akhirat. Rezeki di dunia adalah sesuatu
yang sudah dijamin, sehingga manusia tidak perlu melakukan usaha yang
terlalu sengit untuk mencapainya. Cukup baginya untuk berusaha secara
benar dan seimbang. Sedangkan berkenaan dengan rezeki akhirat, Allah SWT
memerintahkan manusia untuk berusaha mencapainya kerana ia adalah
rezeki yang Allah SWT tidak menjaminnya kecuali jika manusia berhasil
melampaui dua jihad: jihad yang besar dan jihad yang kecil. Jihad besar
adalah jihad melawan hawa nafsu dan jihad kecil adalah jihad melawan
musuh di medan perang.
Dengan terbebasnya seorang Muslim dari kerisauan pada kematian, rezeki,
dan rasa takut, maka Islam memberi seorang Muslim senjatanya dan
alat-alatnya dan ia memerintahkannya untuk mulai memerangi
kekuatan-kekuatan kelaliman di muka bumi. Allah SWT berfirman tentang
umat Islam:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada
Allah." (QS. Ali 'Imran: 110)
Perhatikanlah, bagaimana Allah SWT menyebutkan amal makruf nahi mungkar
sebelum keimanan kepada Allah SWT. Ini dimaksudkan agar akal manusia
tergugah akan pentingnya jihad di jalan Allah SWT. Amal makruf dan nahi
mungkar tidak terwujud semata-mata dengan memegang tongkat dan
mencambukannya kepada punggung orang-orang Islam yang tidak solat; ia
juga tidak berupa usaha untuk menahan orang-orang Muslim yang tidak
berpuasa. Masalah itu lebih penting dan lebih besar dari sekadar
memperhatikan hal-hal yang bersifat lahiriah, sedangkan hal-hal yang
bersifat batiniah tidak diperhatikan.
Ayat tersebut berarti, hendaklah seorang Muslim membawa senjata dan
berdakwah di jalan Allah SWT serta memerangi orang-orang lalim di muka
bumi. Abu Bakar berkata: "Wahai manusia, kalian membaca ayat berikut
ini:"
"Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat
itu akan memberi mudarat kepadamu apabila kamu telah mendapat
petunjuk," (QS. al-Maidah: 105)
Dan aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya ketika
masyarakat melihat orang yang lalim dan mereka tidak menghentikannya,
maka Allah SWT akan menimpakan azab kepada mereka semua."
Penafsiran Abu Bakar terhadap ayat tersebut sangat jelas ertinya. Yakni
bahawa pelaksanaan ayat tersebut dapat diwujudkan dengan adanya jihad di
jalan Allah SWT dengan mengangkat senjata sebagai usaha untuk
menghentikan orang-orang yang lalim. Setelah itu, seorang Muslim dapat
mengatakan: "Aku telah melaksanakan tugasku dan tidak akan berdampak
kepadaku orang yang sesat setelah aku memberikan petunjuk."
Demikianlah pemahaman orang-orang Islam yang pertama. Maka bandingkanlah
pemahaman tersebut dengan pemahaman kita saat ini di mana kita telah
kehilangan keberanian, dan rasa takut telah menghinggapi tubuh
orang-orang Islam. Kaum Muslim lebih mengutamakan keselamatan diri
mereka daripada memerangi orang- orang yang lalim.
Muhammad bin Abdillah datang dengan membawa risalah Islam yang di
dalamnya terdapat perintah Ilahi untuk memerangi orang-orang yang lalim
dan mempertahankan kehormatan orang-orang yang tertindas di muka bumi.
Allah SWT berfirman:
"kerana itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan
kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barang siapa yang berperang
di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan
Kami berikan kepadanya pahala yang besar. Mengapa kamu tidak mau
berperang dijalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik
laki-laki, wanita-wanita mahupun anak- anak yang semuanya berdoa: 'Ya
Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang lalim penduduknya dan
berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari
sisi-Mu. " (QS. an-Nisa': 74-75)
Muhammad bin Abdillah membacakan kepada kaumnya tentang penafsiran Allah SWT berkenaan dengan makna kejayaan yang besar:
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta
mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang di jalan
Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji
yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Quran. Dan siapakah
yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah?, maka
bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah
kemenangan yang besar." (QS. at- Taubah: 111)
Bacalah ayat tersebut dua kali dan renungkanlah tentang kedermawan Allah
SWT. Betapa tidak, Dia membeli jiwa orang-orang mukmin dan harta
mereka, padahal jiwa tersebut dan harta tersebut pada hakikatnya adalah
milik-Nya sendiri. Lihatlah bagaimana kemuliaan Allah SWT di mana Dia
membeli harta milik-Nya yang khusus dengan syurga dan bagaimana Allah
SWT menganjurkan orang-orang Islam untuk berperang, dan Dia memberitahu
mereka bahawa urusan memerangi orang-orang lalim dan orang-orang yang
tersesat bukanlah hal yang baru atas orang- orang Islam. Allah SWT telah
memerintahkan hal tersebut dalam Injil dan Taurat. Sebagaimana
Nabi Isa diutus dengan pedang, seperti yang disebutkan dalam lembaran-
lembaran atau buku-buku orang-orang Nasrani, maka Nabi Musa pun diutus
dengan membawa pedang. Dan ketika Bani Israil berkata kepada Nabi Musa,
"pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, dan kami hanya di
sini duduk-duduk saja,", maka kehendak Ilahi menetapkan agar mereka
mendapatkan kesesatan selama empat puluh tahun sebagai akibat dari
perbuatan mereka itu, agar generasi yang lemah dan hina itu hancur yang
mereka justru tidak memenuhi panggilan Allah SWT dan mereka membiarkan
Nabi Musa bersama Tuhannya berperang, padahal peperangan itu merupakan
tanggung jawab mereka dan tugas mereka yang harus mereka emban sebagai
pengikut Nabi Musa.
Demikianlah esensi dari ajaran Islam sebagaimana yang dibawa oleh
Muhammad bin Abdillah. Yakni ajakan untuk membaca dan menggali ilmu
serta mendapatkan kebebasan dan yang terpenting adalah usaha melawan
kekuatan-kekuatan lalim. Suatu ajakan yang universal yang tidak
dikhususkan untuk kalangan tertentu atau untuk warna kulit tertentu atau
untuk kaum tertentu atau untuk tempat tertentu; suatu ajakan
kemanusiaan yang komprehensif yang universal yang ingin mengikat ilmu
dan kebebasan dan jihad dengan tujuan yang lebih tinggi, yaitu mencapai
tauhid kepada Allah SWT dan menyucikan-Nya serta keimanan terhadap hari
kemudian dan kebangkitan manusia semuanya di hadapan Allah SWT.
Adalah salah jika ada orang yang menganggap bahawa Islam hanya
memperhatikan aspek akhirat dan melupakan aspek duniawi. Menurut Islam
dunia adalah lembar-lembar jawapan yang akan di koreksi di hari akhir.
Ia adalah ujian dan tempat percubaan bagi manusia agar manusia
mengetahui apakah ia layak untuk mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT
yang telah diberikan kepada Adam. Atau apakah ia justru layak untuk jadi
bahagian dari tanah neraka Jahim dan batunya, sebagaimana firman Allah
SWT:
"Yang bahan bakarnya manusia dan batu. " (QS. al-Baqarah: 24)
Rasulullah saw telah menjelaskan hikmah dari penciptaan manusia,
penciptaan kehidupan dan kematian ketika beliau menyampaikan firman
Allah SWT dalam surah al-Mulk:
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. " (QS. al-Mulk: 2)
Dunia adalah rumah pergelutan. Dan Allah SWT telah menciptakan kehidupan
dan kematian agar manusia menyedari siapa di antara mereka yang terbaik
amalnya. Tentu pengetahuan ini tidak akan menambah kekuasaan Allah SWT.
Pengetahuan itu justru dibutuhkan oleh manusia. Allah SWT menciptakan
manusia agar manusia mengetahui, dan pengetahuan yang paling penting
adalah pengetahuan atau pengenalan terhadap diri. Dan pada hari kiamat
manusia akan mengenal dirinya secara sempurna dan ia akan mengenal
balasan yang akan di terimanya secara sempurna.
Dan barangkali mukadimah yang kami sarikan dari hari akhir ini
mengharuskan kehidupan di atas bumi dipenuhi dengan kesucian dan
kebersihan, yaitu diliputi dengan kemanusiaan yang sempurna yang di
dalamnya manusia layak untuk hidup. Demikianlah Islam yang dibawa oleh
Muhammad saw. Inilah asasnya dan hakikatnya. Itu adalah pondasi dan
hakikat yang tidak diciptakan oleh Muhammad saw dan tak didahului oleh
rasul-rasul sebelumnya. Hakikat risalah-risalah yang dulu semuanya
adalah tauhid dan mempertahankan kebenaran serta keimanan terhadap hari
akhir dan menyerahkan jiwa dan anggota tubuh hanya kepada Allah SWT.
Yang baru dalam Islam adalah ilmu, kebebasan dan universalitas ajaran
Islam serta warna keadilan yang sangat kental, sehingga sangat tepat
jika dikatakan bahawa karakter dari Islam adalah keadilan. Barangkali
bahagian ini perlu diperhatikan.
Meskipun agama-agama samawi pada esensinya satu, tetapi kehendak Allah
menuntut turunnya lebih dari agama dan lebih dari satu nabi. Kehendak
tersebut menuntut agar pada setiap agama terdapat karakter yang khusus
yang menggambarkan bentuk yang paling tepat sesuai dengan kebutuhan
utama yang di situ agama itu diturunkan dan sesuai dengan waktu saat
itu. Orang-orang Yahudi misalnya, mereka hidup di tengah-tengah suasana
penyembahan berhala di kalangan orang-orang Mesir kuno. Yahudisme
diturunkan pada Bani Israil yang suka membangkang dan kerana itu,
karakter utamanya adalah ketegasan (as- Sharamah) agar mereka tidak
terpengaruh dengan fenomena berhalaisme ala Mesir atau mereka terkena
pengaruh dari tindakan semena-mena Fir'aun. Dengan ketegasan inilah
agama Yahudi selamat dan dapat menjadi risalah penyelamatan dan
pembebasan.
Namun Bani Israil yang memperbudak manusia dan mempunyai hati yang keras
pada saat yang sama mereka keluar dari Fir'aun untuk masuk ke cengkaman
orang-orang Romawi di mana orang-orang Romawi justru lebih lalim dan
lebih kuat dari orang-orang Mesir. Oleh kerana itu, orang- orang Masehi
bertanggungjawab untuk melakukan pembebasan baru tetapi dengan cara yang
berbeza sesuai dengan perubahan keadaan. Cara tersebut adalah
menjauhkan penggunaan kekuatan bersenjata kerana kekuatan orang-orang
Romawi mengungguli kekuatan saat itu dan menguasai bumi secara
keseluruhan. Maka kemenangan yang mungkin dapat diperoleh adalah dengan
cara menghindari tindak kekerasan dan lebih mengutamakan pendekatan
cinta. Dan pada kali yang lain orang- orang Masehi memperoleh kemenangan
melalui cara kedamaian dan cinta yang disebarkannya atas imperialisme
Romawi dengan segala senjatanya dan kekuasaannya.
Adapun Islam datang sebagai agama yang terakhir dan menyeluruh yang
layak untuk diterapkan di muka bumi, sehingga Allah SWT mewariskan bumi
dan apa saja yang ada di dalamnya kepada orang-orang yang berhak
mewarisinya. Oleh kerana itu, agama yang terakhir ini harus mempunyai
karakter khusus dan karakter itu adalah karakter keadilan.
Ketegasan hanya cocok untuk zaman tertentu dan kelompok tertentu dan
keadaan tertentu, sedangkan cinta adalah contoh yang tertinggi, tetapi
ia tidak dapat menjadi sesuatu tolok ukur untuk dibandingkan dengan
tindakan-tindakan tertentu atau untuk dijadikan alat untuk melakukan
sesuatu. Dan jika ia menjadi tolok ukur bagi orang-orang yang memilki
perasaan yang tinggi atau budaya yang tinggi, maka ia tidak dijadikan
tolok ukur umum dan universal. Adapun keadilan, maka ia menjadi karakter
Islam yang berarti keseimbangan dalam sifat-sifat keutamaan dan
meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Ini adalah tolok ukur yang
menyeluruh dan barometer yang akhir. Dan barangkali kebesaran keadilan
dan pengaruhnya dalam pengaturan alam bersandarkan kepada firman Allah
SWT:
"Allah menyatakan bahawasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang
menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu)." (QS. Ali 'Imran: 18)
Apabila Allah SWT dalam Islam merupakan cermin yang tertinggi, maka
keadilan yang disaksikan oleh Allah SWT terhadap diri-Nya sendiri harus
menjadi karakter Islam dan kaum Muslim. Keadilan dalam Islam bukan hanya
keadilan ekonomi atau keadilan hukum atau keadilan dalam balasan,
tetapi ia mencakup semuanya. Sebelum semua ini dan sesudahnya, keadilan
dalam Islam merupakan suatu sistem dalam kehidupan dan metode utama
dalam Islam.
Ketika Anda memalingkan pandangan Anda dalam Islam, maka Anda akan
menemukan keadilan menghiasi seluruh wajah Islam. Di sana terdapat
keadilan antara agama-agama yang dulu, keadilan antara individu dan
masyarakat, keadilan antara dunia dan agama, keadilan antara lelaki dan
wanita, keadilan untuk orang-orang yang fakir dan orang-orang yang kaya,
keadilan antara para penguasa dan rakyat, bahkan dengan keadilan itu
sendiri bumi dan langit ditegakkan dan Allah SWT menyebut diri-Nya
sebagai al-'Adl (Yang Maha Adil).
Selanjutnya, Islam adalah agama yang sudah lama sebagaimana lamanya kedatangan para nabi. Nabi Nuh as berkata dalam surah Yunus:
"Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikit
pun darimu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka dan aku
disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri
(kepadanya)." (QS. Yunus: 72)
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as berkata dalam surah al-Baqarah saat keduanya membangun Ka'bah:
"Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan Kami,
jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan
tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami,
dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menerima
taubat lagi Maha Penyayang. " (QS. al-Baqarah: 127-128)
Nabi Ibrahim tidak lupa untuk berwasiat kepada keturunannya dan di
antara mereka adalah Yakub agar mereka mati dalam keadaan Islam. Allah
SWT berfirman:
"Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anaknya, Demikian pula
Yakub. (Ibrahim berkata): 'Hai anak-anakku, Sesungguhnya Allah telah
memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk
agama Islam.'" (QS. al-Baqarah: 132)
Ketika kematian mendekati Yakub, beliau mengumpulkan anak-anaknya di sekelilingnya dan bertanya kepada mereka:
"Apa yang kamu sembah sepeninggalanku? Mereka menjawab: 'Kami akan
menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq,
(yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepadanya.'"
(QS. al-Baqarah: 133)
Allah SWT memberitahu kita dalam surah Yunus tentang perkataan Nabi Musa kepada kaumnya:
"Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah
kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri." (QS.
Yunus: 84)
Sementara itu, Nabi Sulaiman adalah seorang Muslim sesuai dengan nas
ayat-ayat yang menceritakan tentang kisahnya bersama Ratu Saba' ketika
Ratu tersebut berkata:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat lalim terhadap diriku dan
aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam."
(QS. an-Naml: 44)
Demikian juga Nabi Yusuf, beliau berdoa kepada Allah SWT dan meminta
kepadanya agar mematikannya sebagai orang Muslim dan memasukannya dalam
kelompok orang-orang yang saleh. Allah SWT berfirman dan bercerita
tentang Yusuf dalam surah Yusuf:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku
sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir
mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di
dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan
gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh." (QS.Yusuf: 101)
Sementara itu dalam surah al-Maidah, Allah SWT mewahyukan kepada kaum
Hawariyin agar mereka beriman kepadanya dan kepada rasul-Nya lalu mereka
berkata:
"Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahawa Sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)." (QS. al-Maidah:
111)
Jadi, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Yakub, Nabi Musa Harun,
Nabi Sulaiman, Nabi Yusuf, Nabi Isa adalah nabi-nabi yang Muslim sesuai
dengan nas ayat-ayat tersebut. Maka seluruh nabi adalah orang-orang
Muslim, lalu bagaimana Nabi Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir
dikatakan sebagai orang Muslim yang pertama?
Allah SWT berfirman dalam surah al-An'am yang ditujukan kepada Nabi yang terakhir:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al- An'am: 162-163)
Maka, bagaimana beliau menjadi orang Muslim yang pertama, padahal penamaan umat
beliau dengan sebutan al-Muslimin adalah penamaan yang sebenarnya sudah dahulu
dikenal di kalangan nabi-nabi yang terdahulu dan kedatangannya ke alam wujud dan
penamaan agamanya dengan sebutan al-Islam sebenarnya berhutang kepada datuknya
yang jauh, yaitu Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman dalam surah al-Hajj:
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah)
agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu sekalian orang- orang Muslim
dari dahulu. " (QS. al-Hajj: 78)
Tidak ada pertentangan dalam pendahuluan para nabi dengan sebutan al-
Muslimin daripada Rasulullah saw dan kedudukan beliau sebagai orang
Muslim yang pertama. Tentu kata al-Awwal (yang pertama) di sini tidak
difahami dari sisi waktu atau masa kemunculan, tetapi yang dimaksud
dengan orang Muslim di sini adalah akmalul muslimin (orang yang paling
sempurna di antara orang-orang Muslim). Suatu kali Aisyah pernah ditanya
tentang akhlaknya Rasulullah saw lalu dia menjawab dengan kalimatnya
yang singkat: "Akhlak beliau adalah Al-Quran."
Kita mengetahui bahawa Al-Quran al-Karim menetapkan akhlak yang mulia
meskipun dalam batasannya yang sederhana dan rendah, dan menyebutkan
keutamaan akhlak dalam tingkatannya yang tinggi. Oleh kerana itu, akhlak
seperti apa yang dimiliki oleh Rasulullah saw: apakah beliau memiliki
akhlak yang sifatnya tengah-tengah, atau apakah beliau mendahului dalam
kebaikan, atau apakah beliau termasuk ashabul yamin (orang-orang yang
berasal di sebelah kanan), atau apakah beliau termasuk al-Muqarrabin
(orang-orang yang dekat dengan Allah SWT)?
Rasulullah saw tidak hanya memiliki semua karakter tersebut dan atribut
tersebut, bahkan kedudukan beliau lebih dari itu semua. Beliau berada di
puncak dari segala puncak keutamaan akhlak, sehingga beliau berhak
untuk mendapatkan sebutan dari Allah SWT:
"Dan sungguh pada dirimu terdapat budi pekerti yang agung. " (QS. al- Qalam: 4)
Para Mufasir berbeza pendapat tentang makna dari al-Huluqul 'adzim (budi
pekerti yang agung). Sebahagian mereka mengatakan bahawa yang dimaksud
adalah Al-Quran. Sebahagian yang lain mengatakan itu adalah Islam. Ada
juga yang mengatakan bahawa beliau tidak memiliki sesuatu kecuali
keinginan untuk menuju jalan Allah SWT.
Dalam Al-Qur'an al-Karim terdapat penjelasan tentang darjat beliau yang
tinggi dalam dua ayat yang mulia. Ayat yang pertama adalah firman-Nya:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al- An'am: 162-163)
Beliau adalah orang yang paling utama di antara manusia semuanya; beliau
memiliki keutamaan yang melebihi semua manusia; beliau memiliki rahmat
dan kemuliaan yang tidak dapat ditandingi oleh seseorang pun. Meskipun
beliau datang sebagai Nabi yang terakhir namun justru kerana posisi
beliau sebagai Nabi yang terakhir, maka beliau menjadi bata yang
terakhir dalam pembangunan rumah kenabian yang tinggi, sehingga bata
yang terakhir itu harus menjadi puncak pembangunan manusia. Sedangkan
ayat yang kedua adalah firman-Nya:
"Dan Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta." (QS. al-Anbiya': 107)
Beliau bukan hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Arab saja; beliau
bukan hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Quraisy dan beliau bukan
menjadi rahmat bagi zamannya saja, begitu juga beliau tidak menjadi
rahmat bagi jazirah Arab saja, tetapi beliau menjadi rahmat bagi alam
semesta; beliau senantiasa menjadi rahmat bagi alam semesta: dimulai
dari diturunkannya wahyu kepadanya dengan kalimat iqra hingga Allah SWT
mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya kepada orang- orang
yang berhak mewarisinya sampai hari kiamat. Alhasil, beliau adalah
rahmat yang dihadiahkan kepada manusia; beliau adalah rahmat yang tidak
menonjolkan mukjizat yang mengagumkan, tetapi beliau adalah rahmat yang
memulai dakwah dengan mengutamakan fungsi akal atau pembacaan dua kitab:
pertama, pembacaan kitab alam atau Al- Qur'an yang diciptakan atau
kalimat-kalimat Allah SWT yang terdiri dari jutaan bentuk dan kedua
pembacaan Al-Qur'an yang diturunkan melalui malaikat Jibril di mana ia
merupakan kalamullah yang abadi. Dan kitab alam dibaca dengan ribuan
cara: dibaca melalui penelusuran dunia:
"Katakanlah: 'Berjalanlah kamu di muka bumi dan amat-amatilah.'" (QS. an-Naml: 69)
Atau dibaca melalui usaha menyingkap misteri dan penggunaan akal:
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi
mereka bahawa Al-Qur'an itu adalah benar. " (QS. Fushilat: 53)
Atau dibaca melalui ilmu dan pengamatan:
"Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan
yang telah menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang
menjadikan gunung-gunung untuk (mengukuhkan)nya dan menjadikan suatu
pemisah antara dua laut 1 Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?
Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui." (QS.
an-Naml: 61)
Jika di sana terdapat ribuan jalan atau cara untuk membaca kalimat-
kalimat Allah SWT dan kitab alam, maka di sana terdapat satu jalan untuk
membaca kalamullah yang abadi, yaitu hendaklah Al-Qur'an dibaca dengan
mata hati dan kecemerlangan basirah, sehingga Al-Qur'an menjadi bahagian
akhlak dari yang membaca sesuai dengan kemampuannya.
Sebelum turunnya Al-Qur'an, dunia diliputi dengan kekurangan, baik
secara materi, rohani, undang-undang mahupun dari dimensi kehidupan yang
biasa melekat pada manusia saat itu. Dan sebelum diutusnya Rasul saw
yang beliau adalah manusia yang sempurna dan paling utama, alam belum
mencapai puncak dari penyerahan diri kepada Allah SWT atau puncak dari
keutamaan akhlak. Ketika Rasulullah saw diutus, maka manusia mengalami
kesempurnaan dan mampu mencapai tingkat kesempurnaannya. Dengan Kitab
yang mulia ini dan Nabi yang pengasih, Allah SWT yang menyempurnakan
agama bagi manusia dan menyempurnakan nikmat-Nya atas mereka,
sebagaimana firman-Nya:
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
Namun semua itu tidak terwujud begitu saja, Nabi yang mulia harus
berjuang secara serius dan sungguh-sungguh, sehingga beliau menjadi
manusia yang paling layak untuk mendapatkan pujian penduduk bumi dan
penduduk langit. Dan Rasulullah saw telah melakukan semua itu. Kita
tidak mengenal seorang nabi yang perasaannya dihina dan dicaci maki
lebih dari apa diterima oleh Muhammad bin Abdillah; kita tidak mengenal
seorang nabi yang memikul berbagai penderitaan, dan memiliki kesabaran
yang mengagumkan di jalan Allah SWT sebagaimana yang ditunjukkan oleh
Nabi kita.
Kemudian, seorang yang diutus oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi alam
semesta tidak akan mengajak manusia menuju kebenaran kecuali jika
manusia tersebut dari kalangan orang-orang yang kafir dan membangkang.
Beliau berdakwah bagi orang yang berhak mendapatkan dakwah; beliau siap
memikul tanggung jawab dakwah dengan berbagai tantangan dan cubaannya;
beliau menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Setelah itu, beliau datang
kepada Allah SWT dengan hati yang puas dan air mata yang bercucuran dan
dengan suara berbisik berkata: "Ya Allah, jika tidak ada kemurkaan pada
diri-Mu, maka aku tidak akan peduli dengan manusia." Segala sesuatu
akan menjadi mudah jika di sana terdapat ridha Allah SWT.
Setelah turunnya wahyu kepada Rasul saw, beliau memulai tahapan dakwah
dan mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT. Dimulailah dakwah secara
rahsia yang berlangsung selama tiga tahun dalam persembunyian.
Mula-mula Ummul Mu'minin, Khadijah binti Khuwailid beriman kepadanya,
lalu beriman juga sahabatnya, Abu Bakar sebagaimana beriman kepadanya
anak pamannya, Ali bin Abi Thalib yang saat itu masih kecil dan hidup di
bawah asuhan Muhammad, dan juga beriman kepadanya Zaid bin Tsabit,
seorang pembantunya. Kemudian Abu Bakar juga ikut berdakwah, sehingga ia
memasukkan dalam dakwah teman- temannya, seperti Usman bin Affan,
Thalha bin Ubaidilah, dan Sa'ad bin Abi Waqas. Juga beriman seorang
Masehi, yaitu Waraqah bin Nofel dan Rasulullah saw melihatnya setelah
kematiannya tanda kesenangan yang itu menunjukkan ketinggian darjatnya
di sisi Allah SWT. Setelah itu, Abu Dzar al-Ghifari juga masuk Islam,
lalu disusul oleh Zubair bin Awam dan Umar bin 'Anbasah serta Sa'id bin
'Ash. Jadi, Islam mulai mengepakkan sayapnya secara rahsia di Mekah.
Kemudian berita tersebarnya akidah yang baru ini sampai kepada
pembesar-pembesar Quraisy, tetapi mereka tidak begitu peduli. Barangkali
mereka membayangkan bahawa Muhammad telah menjadi - kerana uzlah yang
dilakukannya di gua Hira - salah seorang juru bicara tentang ketuhanan
sebagaimana pernah dilakukan oleh Umayah bin Shalt dan Qas bin Sa'adah.
Demikianlah dakwah secara rahsia berhasil mengembangkan misinya dan
dapat melindungi akidah yang baru. Dan selama perjalanan tiga tahun yang
dibutuhkan tahapan dakwah secara rahsia keimanan telah tertanam dalam
hati kaum Muslim yang pertama. Rasulullah saw telah mendidik mereka dan
telah menanamkan kepada diri mereka sifat-sifat kemuliaan dan telah
menciptakan mereka sebagai benih pertama dari pasukan Islam. Pada suatu
hari Jibril turun dengan membawa firman Allah SWT:
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." (QS. asy-Syu'ara': 214)
Demikianlah, datanglah perintah Ilahi agar Rasulullah saw berdakwah
secara terang-terangan. Lalu berkumpullah di sekeliling Nabi sekelompok
tentera yang besar dan datanglah perintah Ilahi agar beliau menyampaikan
dakwah secara terang-terangan dan mengingatkan keluarga dekatnya.
Ketika Nabi melakukan hal tersebut, maka dakwah memasuki tahapan yang
kedua. Dan tahapan dakwah yang baru ini berakibat pada timbulnya
penekanan terhadap para dai di mana mereka mengalami penindasan, bahkan
mereka didustakan oleh masyarakat serta diboikot.
Orang-orang Quraisy mengetahui bahawa Muhammad berbahaya bagi mereka.
Beliau bukan hanya berbicara tentang ketuhanan, tetapi beliau mengajak
manusia untuk mengikuti agama baru, yaitu agama yang mencuba untuk
menyingkirkan berhala-berhala dan patung-patung mereka serta tuhan-tuhan
mereka yang mereka yakini; agama yang mencuba menyingkirkan kedudukan
sosial mereka dan kepentingan- kepentingan ekonomi mereka; agama yang
menyatakan bahawa tiada tuhan lain selain Allah SWT, dan tiada hukum
lain selain hukum-Nya, serta tiada penguasa lain selain Dia. Kedatangan
agama tersebut menyebabkan penduduk kota Mekah membencinya dan
orang-orang yang memegang kekuasaan di dalamnya merasa gelisah.
Setelah pengumuman dakwah secara terang-terangan, dimulailah dan
ditabuhlah gendang peperangan. Kemudian peperangan yang dahsyat terjadi
antara para pembesar Quraisy dan para pengikut Rasulullah saw. Orang
yang pertama kali menyerang Islam adalah seorang tokoh Mekah yang
bernama Abu Lahab.
Bukhari meriwayatkan bahawa Rasulullah saw menaiki bukit Shafa dan
beliau mulai memanggil-manggil tokoh Quraisy dan para kabilah Mekah. Dan
ketika semua berkumpul, beliau bertanya kepada mereka: "Apakah kalian
percaya jika aku memberitahu kalian bahawa seekor kuda akan datang
menyerang kalian?" Mereka menjawab: "Tentu, kami belum pernah melihatmu
berbohong." Beliau berkata: "Aku seorang yang diutus sebagai pemberi
peringatan terhadap kalian. Di hadapanku terdapat seksaan yang berat
jika kalian menentang." Abu Lahab berkata: "Sungguh celaka engkau,
apakah kerana ini engkau mengumpulkan kami."
Dengan penghinaan inilah, peperangan terhadap Islam dimulai. Ketika kaum
Muslim tidak mampu mempertahankan diri mereka, maka mula- mula Allah
SWT membantu mereka dan menolong mereka dengan menurunkan surah yang
pendek yang mengecam tindakan Abu Lahab:
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
Tidaklah bermanfaat kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahakan.
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula)
isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. "
(QS. Allahab: 1-5)
Dengan ayat-ayat yang pendek dan tepat tersebut, Abu Lahab memasuki
kancah sejarah dari pintunya yang paling pendek. Gambaran tentang
kejahatan Abu Lahab tertulis selama-lamanya. Abu Lahab adalah seorang
yang menentang dakwah kebenaran kerana ia mengkhuatirkan kedudukannya
dan kekayaannya, padahal harta yang dipertahankannya dan dijaganya tidak
memiliki erti sama sekali di sisi Allah SWT kerana ia sekarang berada
dan dimasukkan di tengah-tengah neraka yang menyala- nyala, sedangkan
isterinya membawa kayu bakar, sehingga menambah nyala api itu sendiri.
Dan di lehernya terdapat suatu belenggu sebagai simbol keterikatannya
dengan dunia binatang yang tidak berakal. Sebahagian besar orang-orang
yang menentang dakwah adalah orang- orang yang berhubungan dengan dunia
binatang yang tidak sadar.
Allah SWT berfirman:
"Atau apakah kamu mengira bahawa kebanyakan mereka itu mendengar atau
memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak,
bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). " (QS.
al-Furqan: 44)
Seandainya hari ini kita merenungkan reaksi orang-orang kafir dan orang- orang musyrik, maka kita akan terhairan-hairan.
Allah SWT berfirman:
"Dan mereka hairan kerana mereka kedatangan seorang pemberi peringatan
(rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: 'Ini adalah
seorang ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan
tuhan-tuhan itu Tuhan yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu
hal yang sangat menghairankan'." (QS. Shad: 4- 5)
Cobak perhatikan bagaimana ke*****an kaum itu di mana mereka menganggap
bahawa pada hakikatnya terdapat multi tuhan dan mereka justru merasa
hairan ketika terdapat hanya satu tuhan atau tuhan yang esa. Mereka
justru merasa hairan ketika berhadapan dengan masalah yang fitri dan
jelas ini.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan
kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan): 'Inikah orangnya yang diutus
Allah sebagai rasul? Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari
sembahan-sembahan kita, seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya. "
(QS. al-Furqan: 41-42)
Perhatikanlah betapa nekadnya kaum itu di mana mereka mulai menghina dan
mengejek Rasulullah saw, padahal beliau telah datang di tengah-tengah
mereka untuk menyelamatkan mereka dari api neraka, dan cuba perhatikan
bagaimana pandangan mereka terhadap tuhan-tuhan mereka. Mereka
membayangkan bahawa mereka nyaris tersesat jika mereka tidak bersabar
dalam membela tuhan-tuhan tersebut. Demikianlah kesesatan mengejek
kebenaran dan ke*****an menghina ilmu. Mereka justru merasa hairan
terhadap kepandaiannya yang dapat menyelamatkannya dari meninggalkan
tuhan-tuhannya yang terbuat dari batu dan kayu, bahkan terkadang mereka
membuat tuhan dari adunan roti di mana mereka menyembahnya kemudian
memakannya. Mereka mengatakan bahawa tuhan-tuhan kami menyelamatkan kami
dari rasa lapar atau mereka mengatakan bahawa kami menyembah mereka
agar mereka dapat mendekatkan kami pada Allah sedekat-dekatnya.
Meskipun demikian, dakwah Nabi terus berlanjutan dan tertanam di muka
bumi. Mereka orang-orang musyrik menuduh Nabi sebagai seorang dukun;
mereka menuduhnya juga sebagai seorang gila, bahkan mereka menuduhnya
sebagai seorang penyihir; mereka menuduh bahawa beliau berbohong atas
nama kebenaran dan beliau dibantu oleh kaum yang lain; mereka mengatakan
ini adalah dongengan orang-orang yang dahulu.
Mereka meminta kepada beliau untuk mendatangkan mukjizat dengan bentuk
tertentu; mereka memberitahu bahawa mereka tidak akan beriman kepadanya,
sehingga terdapat suatu mata air yang memancar dari bumi atau terwujud
di depan mereka suatu taman dari pohon kurma dan anggur yang memancar di
tengah-tengahnya sungai, atau langit akan runtuh sebagaimana yang
beliau sampaikan kepada mereka sebagai bentuk azab atau beliau datang
dengan Allah SWT dan para malaikat dan mereka semua menjamin kebenaran
dakwah yang diserukannya, atau beliau memiliki rumah dari emas atau
beliau mampu mendaki langit dan mereka masih belum beriman terhadap
pendakian itu meskipun ia mendaki di hadapan mata mereka dan kembali
dengan selamat, kecuali jika ia menghadirkan kitab kepada mereka yang
dapat mereka baca dari langit.
Nabi tidak peduli dengan usaha mereka untuk menyakiti hati beliau; Nabi
tetap memberitahu mereka dengan penuh kelembutan bahawa apa saja yang
mereka minta itu tidak sesuai dengan Islam. Sebab, Islam hanya menyeru
akal dan berusaha menciptakan kebebasan. Beliau menyampaikan kepada
mereka bahawa beliau hanya sekadar manusia yang diutus oleh Tuhan;
beliau datang kepada mereka untuk mengingatkan mereka akan suatu hari di
mana seorang tua tidak akan menyelamatkan anaknya dan tidak bermanfaat
di dalamnya harta dan anak-anak, dan mereka tidak akan selamat di
dalamnya dari seksaan. Orang-orang yang mempunyai kedudukan atau para
tokoh mereka adalah para tiran-tiran di muka bumi di mana semua itu
tidak akan bermanfaat bagi mereka pada hari kiamat. Seksaan yang bakal
mereka terima tidak dapat mereka hindari dan mereka pun tidak dapat
meringankannya.
Demikianlah Islam - sebagaimana agama-agama sebelumnya - mengumpulkan di
sekelilingnya orang-orang yang berakal dan orang- orang yang fakir
serta orang-orang yang menderita di muka bumi. Berimanlah sekelompok
orang-orang fakir di mana mereka menjadi kelompok sosial yang tertindas
dan tersingkirkan di Mekah. Mereka menjadi makanan empuk
kelompok-kelompok yang zalim.
Islam bukan hanya memberikan solusi ekonomi terhadap tragedi kehidupan
atau masyarakat, tetapi Islam memberikan solusi Ilahi terhadap
keberadaan manusia secara umum; Islam meyakini bahawa manusia bukan
hanya sekadar perut yang harus dikenyangkan dan naluri seksual yang
harus dipuaskan, manusia bukan hanya di lihat dan dinilai dari sisi ini,
namun Islam justru meletakkan manusia pada tempatnya yang hakiki, tanpa
membesar-besarkan atau mengecilkannya. Dalam pandangan Islam, manusia
terdiri dari bangunan fizik dan rohani, terdiri dari akal dan ambisi dan
terdiri dari celupan dari Allah SWT dalam rohnya.
Islam tidak mementingkan fizik saja dan meninggalkan rohani, begitu juga
sebaliknya. Terkadang fizik boleh jadi mendapatkan kebahagiaan dalam
kehidupan, tetapi rohani justru mengalami penderitaan yang luar biasa.
kerana itu, pemuasan salah satu dimensi dari dimensi manusia tidak akan
membawa manusia kepada kesempurnaan atau kebahagiaan. Maka, Islam datang
untuk membawa suatu solusi yang dapat menyelamatkan manusia dari dalam
dirinya sendiri dan Islam membebankan tugas ini, yakni tugas perubahan
ini kepada Al-Qur'an.
Al-Qur'an menjadi cermin dalam kehidupan di mana ayat-ayatnya diturunkan
kepada Rasul saw, lalu beliau mengajarkannya kepada kaum Muslim.
Kemudian Al-Qur'an berubah menjadi orang-orang yang berjalan di
pasar-pasar dan mengancam singgasana kebencian yang menguasai Mekah,
sehingga orang-orang musyrik justru meningkatkan usaha pengejekan dan
penghinaan terhadap Rasul saw. Oleh kerana itu, beliau semakin sedih
lalu Allah SWT menghiburnya. Allah SWT memberitahu beliau bahawa mereka
tidak mendustakannya, tetapi mereka justru melalimi diri mereka sendiri.
Mereka mulai menentang Nabi dan ayat- ayat Allah SWT, padahal Nabi
adalah salah satu dari ayat Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Kami mengetahui bahawasanya apa yang mereka katakan itu
menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), kerana mereka
sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang lalim
itu mengingkari ayat-ayat Allah." (QS. al- An'am: 33)
Kemudian kaum musyrik meningkatkan penindasan kepada Rasul saw dan para
pengikutnya. Peperangan dimulai: dari peperangan urat saraf sampai
peperangan fizik. Mereka mulai menyeksa para pengikut Rasul saw, bahkan
membunuhnya. Pada saat itu, musuh-musuh Islam membayangkan bahawa dengan
cara menindas kaum Muslim dan menekan mereka dakwah Islam akan berhenti
dan kaum Muslin akan enggan untuk berdakwah. Mereka menganggap bahawa
kaum Muslim justru memilih untuk menyelamatkan diri mereka. Namun para
tokoh- tokoh Quraisy dan para tokoh-tokoh Mekah dikejutkan ketika
melihat penekanan yang mereka lakukan justru semakin membakar semangat
kaum Muslim untuk berdakwah. Saat itu kaum Muslim merasa yakin bahawa
benih yang telah ditanam Rasulullah saw dalam diri mereka menjadikan
mereka tetap bersemangat untuk menyebarkan risalah Allah SWT di muka
bumi, yaitu suatu risalah yang mengembalikan bumi menuju kematangan
(kesempurnaan) yang telah hilang darinya dan kemanusiaan yang telah
disia-siakan serta kehormatan yang telah ditumpahkan dan kebebasan yang
telah hilang.
Kaum Muslim yakin bahawa mereka bukan hanya membangun suatu negeri yang
kecil di Mekah, dan mereka bukan hanya memperbaiki masyarakat yang
rosak, yaitu masyarakat jazirah Arab, tetapi mereka mengetahui bahawa
mereka akan membangun suatu manusia yang baru. Mereka akan menciptakan
manusia seutuhnya; mereka akan menghadirkan dunia dalam bentuk yang baru
dan dalam gambar yang baru yang merupakan cermin dari gambar kebesaran
sang Pencipta.
Sebelum kedatangan Islam, orang-orang Arab tidak dikenal. Dibandingkan
dengan peradaban yang dahulu dan moden, orang-orang Arab tidak memiliki
apa-apa. Mereka tidak memberikan kontribusi kepada dunia dalam bentuk
ilmu, seni, atau peninggalan apa pun yang dapat dijadikan sebagai
kebanggaan. Namun ketika Islam turun kepada mereka, mereka menjadi
cermin kejayaan manusia di mana mereka dapat memberikan sumbangan nyata
pada umat manusia. Bahkan orang-orang Barat banyak berhutang kepada
mereka dalam kemajuan yang mereka capai saat ini. Sebaliknya, ketika
mereka berpaling dari Islam di mana Islam hanya menjadi lembaran
cerita-cerita dan kertas-kertas yang tidak berguna, maka saat itulah
orang-orang Barat dapat menguasai kaum Muslim kerana mereka justru
mendapatkan ilmu dari Kaum Muslim itu sendiri. Mereka justru mencapai
kemajuan ketika kaum Muslim meninggalkan agama mereka. Jadi, ketika kaum
Muslim memahami Islam secara benar dan berusaha untuk menghidupkan
ajaran-ajarannya nescaya mereka akan mencapai puncak keilmuan.
Pada awal-awal masa tersebarnya Islam, kaum Muslim menyedari bahawa
mereka menghadapi peperangan yang tidak akan berhenti. Selama kehidupan
ada, maka pertentangan pun tetap ada. Oleh kerana itu, ketika mereka
mendapatkan penganiayaan dan seksaan, maka keimanan mereka justru
semakin meningkat, dan setiap penganiayaan yang dilakukan oleh kaum
Quraisy, maka mereka tetap bertahan untuk mempertahankan kebenaran.
Sebagai contoh, Amar bin Yasir mengalami penderitaan dan penganiayaan.
Ia adalah salah seorang budak yang menjadi korban dari sistem ekonomi
yang berlaku saat itu, yaitu ekonomi yang berdasarkan kepada sistem
perbudakan. Seorang yang beriman tersebut diseksa di Mekah di mana ia
tidak memperoleh kebebasannya yang hakiki kecuali setelah ia memeluk
Islam. Mereka mengeluarkannya ke gurun dan menyeksanya berserta ibunya.
Bahkan seksaan semakin meningkat atas ibunya agar ia kembali menjadi
musyrik. Ketika ia tetap mempertahankan keimanannya dan dengan tegas
menolak ajakan untuk menentang Islam, maka Abu Jahal menikamnya dengan
belati yang ada di dua tangannya. Ia pun meninggal. Dan Islam
mengorbankan syahidnya yang pertama. Wanita mulia itu bernama Sumayah,
ibu dari Amar bin Yasir.
Banyak kalangan orang-orang ***** mengatakan tentang persetujuan Islam
terhadap sistem perbudakan, atau Islam mendiamkan sistem perbudakan.
Mereka lupa bahawa Islam dibangun berdasarkan suatu prinsip yang ingin
membebaskan perbudakan dengan segala bentuknya; Islam ingin mengeluarkan
manusia dari kepemilikan sesama manusia menuju kepemilikan kepada Allah
SWT.
Jika Islam tidak turun dengan nas-nas yang terperinci yang mengharamkan
sistem perbudakan, maka dasar-dasarnya secara umum dan prinsip-prinsip
utamanya menghentikan - baik dalam tindakan mahupun ucapan -
sumber-sumber sistem ini. Allah SWT sebagai pemilik syariat mengetahui
bahawa sistem perbudakan adalah sistem ekonomi yang sementara yang akan
berubah dengan perubahan waktu, dan kerana Islam tidak turun pada waktu
yang terdapat perbudakan saja, tetapi ia turun secara umum dan
menyeluruh untuk setiap zaman, maka Islam sengaja melewati bentuk-bentuk
yang sementara ini dari bentuk-bentuk eksploitasi menuju unsur yang
pertama atau dasar pertama yang menimbulkan bentuk-bentuk eksploitasi
tersebut, sehingga Islam mengharamkannya. Dengan cara demikian, Islam
mengharamkan sistem perbudakan secara bertahap, seperti proses
pengharaman khamer. Jadi, keseriusan Islam sangat menonjol dalam usaha
menghapus dan mengharamkan perbudakan.
Jika dikatakan kepada kita bahawa Islam membolehkan para tenteranya
untuk memperbudak para tawanan perang, maka kita akan mengatakan bahawa
Islam menerapkan sistem ini sebagai bentuk pembalasan terhadap perlakuan
yang sama di mana musuh-musuh Islam menjadikan kaum Muslim sebagai
budak-budak mereka ketika mereka menawannya. Oleh kerana itu, secara
alami orang-orang Islam pun menawan mereka sebagai budak-budak. Jika
Islam tidak melakukan yang demikian, maka boleh jadi Islam akan
dimain-mainkan dan ada kesempatan besar bagi orang-orang musyrik untuk
memperdaya Islam.
Demikianlah bahawa dakwah Islam mengalami berbagai macam hambatan dan
penindasan. Dan ketika orang-orang yang terseksa mengadu kepada
Rasulullah saw atas penindasan yang mereka terima, maka Rasulullah saw
memberitahu mereka dengan pembicaraan yang jelas bahawa para dai di
jalan Allah SWT harus mengorbankan kesenangan mereka, kedamaian mereka,
dan darah mereka sebagai harga yang pantas untuk tersebarnya dakwah
Islam. Kebebasan bukan diperoleh dengan cuma-cuma. Sejarah kehidupan
menceritakan kepada kita bahawa ia dipenuhi dengan gumpalan darah yang
harus dibayar oleh masyarakat untuk memerangi musuh-musuhnya dari luar
dan dari dalam. Jika ini dialami setiap orang yang menuntut kebebasan
pada zaman dan tempat tertentu, maka bagaimana dengan orang-orang yang
menuntut kebebasan manusia secara keseluruhan.
Seorang Muslim hendaklah sadar bahawa dengan mengumumkan dakwahnya, maka
ia pasti akan menerima pengusiran, penindasan, penjara, pengepungan dan
pembunuhan. Ini adalah harga yang pantas yang harus dibayar ketika
berdakwah di jalan Allah SWT; inilah harga kebebasan. Bahkan terkadang
kaum yang batil pun membayamya dengan senang hati, maka bagaimana
mungkin orang-orang yang bersama kebenaran ragu untuk melakukannya.
Pada hakikatnya, manusia cinta kepada keabadian. Secara naluri manusia
merasa takut pada azab dan kematian. Dan barangkali yang membezakan
orang-orang Islam yang hakiki dengan yang lainnya adalah bahawa mereka
terbebas dari rasa ketakutan dan cinta keabadian. Ini adalah tolok ukur
yang pasti untuk membezakan antara seorang Muslim yang hakiki dan
seorang Muslim yang hanya namanya atau Muslim warisan atau hanya klaim
semata.
Seorang Muslim yang hakiki menyedari bahawa ajal di tangan Allah SWT,
rezeki ada juga di tangan-Nya, begitu juga keamanan semua ada di
tangan-Nya. Dengan keimanan seperti ini, ia memulai pergelutannya untuk
menyebarkan dakwah. Ia siap untuk menerima penyeksaan dan penderitaan di
jalan Allah SWT; ia pun siap menitiskan darahnya sebagai harga yang
pantas yang diserukannya dalam rangka memperoleh kebebasan. Ini semua
dilakukannya dengan begitu sederhana dan tidak ada rasa takut kerana
Islam membebaskannya dari rasa ketakutan. Dahulu para pembangkang
menggergaji orang-orang yang menyeru di jalan Allah SWT dengan
menggergaji saat mereka dalam keadaan hidup- hidup.
Khabab bin Irit pergi menemui Rasulullah saw dan meminta tolong kepada
beliau dari penyeksaan orang-orang Quraisy, sambil berkata: "Tidakkah
engkau menolong kami, wahai Rasulullah? Tidakkah engkau berdoa kepada
kami, ya Rasulullah?" Rasulullah saw menjawab: "Sungguh sebelum kalian
terdapat orang-orang yang berdakwah di jalan Allah SWT lalu mereka
dimasukkan dalam suatu galian tanah lalu mereka digergaji di mana tubuh
mereka di pisah menjadi dua, namun mereka tetap mempertahankan agamanya.
Demi Allah, sungguh Allah SWT akan menolong masalah ini tetapi kalian
terlalu tergesa-gesa."
Dengan kalimat-kalimat yang penuh kesabaran dan keberanian ini,
Rasulullah saw ingin memahamkan kepada orang tersebut bahawa termasuk
dari kesempurnaan iman adalah membayar harga kebebasan. Jelas sekali
bahawa Islam tidak memberikan keuntungan bagi orang yang memeluknya.
Orang-orang Islam yang pertama tidak bertanya dan mengatakan: "Apa yang
kita peroleh dari agama ini?" Sebaliknya, mereka bertanya: "Apa yang
kita bayar untuk Islam?" Jawapannya adalah: "Segala sesuatu dimulai dari
suapan-suapan roti sampai darah yang tertumpah." Jadi, kaum Muslim yang
pertama telah membayar ongkos kebebasan. Mereka merasakan kedamaian
yang luar biasa untuk mempertahankan agama Allah SWT; mereka mendapatkan
kepercayaan yang tinggi tentang kemenangan kebenaran yang datang kepada
mereka; mereka justru memberitahu orang-orang musyrik bahawa mereka
akan dapat mengalahkan raja-raja Kisra dan Kaisar. Dengan dakwah yang
mereka lakukan, mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin di muka bumi. Kaum
musyrik justru memanfaatkan kepercayaan ini untuk mengejek mereka dan
mentertawakan mereka.
Ketika Aswad Ibnu Matlab dan orang-orang yang bersamanya melihat
sahabat-sahabat Nabi, maka mereka mengejek dan mengatakan: "Telah datang
kepada kalian pemimpin-pemimpin bumi yang esok akan mengalahkan
raja-raja Kisra dan Kaisar, kemudian mereka bersiul dan bertepuk
tangan." Namun kaum mukmin tidak peduli dengan ejekan tersebut.
Demikianlah bahawa ejekan demi ejekan terus menyertai dakwah kaum
Muslim. Kemudian kaum Quraisy mengadakan pertemuan yang bersejarah untuk
menyatukan pandangan dalam rangka menyerang Rasulullah saw. Kaum
musyrik menuduhnya bahawa beliau adalah seorang ahli sihir, dan pada
kali yang lain mereka menuduhnya bahawa beliau adalah dukun, dan pada
kali yang lain lagi mereka menuduhnya bahawa beliau adalah penyair,
bahkan pada kali yang lain mereka menuduhnya bahawa beliau adalah
seorang yang gila. Kemudian mereka semua sepakat untuk menuduh bahawa
beliau adalah seorang penyihir.
Walid bin Mughirah yang terkenal sebagai orang yang terpandang di
kalangan mereka menuduh Rasulullah saw sebagai penyihir yang dapat
memisahkan antara sesama saudara dan antara seseorang dengan isterinya.
Kemudian mereka membikin kelompok-kelompok yang mengingatkan para
pendatang di Mekah bahawa Muhammad adalah seorang penyihir. Meskipun
demikian, dakwah Islam tetap berlangsung. Ia tetap tersebar dengan pelan
namun pasti dan kalimat-kalimat yang diutarakan Nabi justru
mengingatkan perjanjian yang pernah dilakukan oleh manusia, yaitu
perjanjian saat Allah SWT menyaksikannya ketika mereka masih di alam
atom di
punggung Adam:
"Bukankah aku Tuhan kalian? Mereka menjawab: 'Benar.'" (QS. al- A'raf: 172)
Bertambahlah jumlah kaum Muslim hingga kaum Quraisy merasakan ketakutan.
Mereka mulai melihat bahawa penggunaan cara-cara kekerasan tidak selalu
berhasil. Kemudian mereka memilih untuk menggunakan cara baru, yaitu
bagaimana seandainya mereka menggunakan perdamaian dan perundingan.
Orang-orang Quraisy mengutus 'Utbah bin Rabi'ah, seorang lelaki yang
terkenal dengan kecerdasan dan kebijaksanaan sebagai juru runding.
'Utbah berkata kepada Rasul saw: "Wahai anak saudaraku, kami mengetahui
kedudukanmu di sisi kami dari sisi nasab. Engkau datang kepada kaummu
dengan suatu hal yang besar di mana engkau memisahkan kelompok-kelompok
mereka. Maka dengarkanlah aku kerana aku ingin berbicara tentang
beberapa hal. Barangkali engkau akan menerima sebahagiannya." Rasul saw
berkata: "Silakan berbicara wahai 'Utbah." 'Utbah berkata: "Jika engkau
menginginkan harta nescaya kami akan mengumpulkan harta bagimu, sehingga
engkau akan menjadi orang yang paling kaya di antara kami, dan jika
engkau menginginkan kehormatan, maka kami akan memberi kehormatan itu
bagimu dan jika engkau menginginkan kekuasaan, maka kami akan
menyerahkan kekuasaan padamu dan jika engkau terkena penyakit yang
engkau tidak mampu menolaknya dari dirimu, maka kami akan mencarikan
tabib bagimu dan kami akan mengeluarkan harta kami sehingga engkau
sembuh."
Demikianlah 'Utbah mengakhiri pembicarannya. Kemudian ia menunggu reaksi Nabi. Lalu Rasulullah saw berkata:
"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Haa miim.
Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang
dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang
mengetahui. Yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan,
tetapi kebanyakan mereka berpaling (darinya);, maka mereka tidak (mau)
mendengarkan. Mereka berkata: 'Hati kami berada dalam tutupan (yang
menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada
sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu;
Sesungguhnya kami bekerja (pula).' Katakanlah: 'bahawasanya aku hanyalah
seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahawasanya Tuhan
kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus
menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya. Dan kecelakaan besarlah
bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya) (yaitu) orang-orang yang
tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh
mereka mendapat pahala yang tiada putus-putusnya.' Katakanlah:'
Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua
masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian
itulah Tuhan semesta alam. Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung
yang kukuh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya
kadar makanan- makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu
sebagai jawapan) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian dia menuju
kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia
berkata kepadanya dan kepada bumi: 'Datanglah kamu keduanya menurut
perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawab: 'Kami
datang dengan suka hati.' Maha Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua
masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi
langit yang dekat dengan bintang- bintang yang cemerlang dan Kami
memeliharanya dengan sebaik- baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha
Perkasa lagi Maha Mengetahui. Jika mereka berpaling, maka katakanlah:
'Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa
kaum 'Ad dan kaum Tsamud." (QS. Fushilat: 1-13)
Rasulullah saw telah menjawab tawaran 'Utbah di mana beliau memilih
untuk menghadapi tawaran dan iming-iming tersebut dengan membaca
sebahagian dari surah Fhusilat yang merupakan salah satu surah Al-Qur'an
yang diturunkan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril. 'Utbah bangkit
dari tempatnya ketika Rasulullah saw sampai pada firman-Nya:
"Jika mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu
dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum "Ad dan kaum Tsamud. "
(QS. Fushilat: 13)
'Utbah berdiri dalam keadaan takut dan segera menuju kaum Quraisy.
Bayang-bayang azab dunia terngiang di telinganya. Dan ketika ia sampai
ke orang Quraisy, ia mengusulkan agar orang-orang Quraisy membiarkan apa
saja yang dilakukan Muhammad. Gagallah perundingan dengan seorang
Muslim yang pertama, yaitu Rasulullah saw. Gagalnya perundingan tersebut
sebagai bentuk pemberitahuan tentang kembalinya tindak kekerasan dan
penyeksaan terhadap sahabat-sahabat Rasul saw. Kemudian kaum musyrik
semakin meningkatkan penindasan terhadap kaum Muslim. Rasulullah saw
sangat menderita melihat hal yang dirasakan para sahabatnya. Ketika kaum
Muslim membayar harga yang paling mahal sebagai konsekuensi dari akidah
yang mereka anut dan mereka dengan sabar memikul penderitaan di jalan
Allah SWT, maka Rasulullah saw mengisyaratkan mereka untuk berhijrah.
Beliau memberikan izin untuk berhijrah bagi orang yang ingin hijrah.
Kemudian Dimulailah gelombang hijrah. Itu terjadi pada lima tahun dari
turunnya wahyu setelah dua tahun diumumkannya dakwah. Maka berhijrahlah
ke Habasyah enam belas orang Muslim. Mereka keluar secara rahsia dan
mereka menuju ke laut. Mereka berlayar meskipun orang- orang yang
tinggal di gurun sebenarnya tidak ingin berlayar kerana mereka takut
dari laut dan mereka yakin bahawa manusia yang berlayar di laut akan
menjadi ulat di atas kayu-kayu yang berenang.
Selanjutnya, gelombang hijrah yang kedua pun dimulai. Kali ini diikuti
oleh delapan puluh tiga orang laki-laki dan sembilan belas perempuan.
Kemudian orang-orang Quraisy berusaha untuk mengirim beberapa orang dan
tetap berusaha menyeksa dan menyakiti orang-orang yang berhijrah. Mereka
mengutus ke Najasyi, Raja Habasyah, orang-orang yang dapat
mempengaruhinya untuk menentang orang-orang yang berhijrah. Mereka
menuduh kaum Muslim meninggalkan agama nenek moyang mereka di Mekah dan
mereka juga tidak menganut agama Najasyi, yaitu agama Kristen. Kemudian
orang-orang Quraisy tidak lupa mengirim hadiah kepada Najasyi sebagai
bentuk suapan kepadanya. Tampaknya Najasyi seorang yang berakal lalu ia
mengutus seseorang kepada kaum muhajirin dan bertanya kepada mereka
tentang agama baru yang mereka anut. Kemudian kaum muhajirin
menceritakan kepadanya tentang Islam.
Najasyi bertanya tentang Isa lalu mereka menjawab: "Ia adalah hamba
Allah SWT dan rasul-Nya dan roh-Nya serta kalimat-Nya yang diletakkan
kepada Maryam, wanita yang perawan yang suci." Kemudian Najasyi
mengambil satu kayu kecil dari bumi dan mengatakan: "Penjelasan tentang
Isa yang kalian katakan tidak lebih dari kayu kecil ini. Pergilah kalian
dan kalian akan aman." Najasyi mengembalikan hadiah kaum Quraisy dan
mengatakan: "Allah tidak mengambil suap dariku sehingga aku tidak
mungkin mengambilnya dari kalian."
Demikianlah kaum muhajirin tinggal di negeri yang damai, yaitu Habasyah
negeri yang dipimpin oleh seorang laki-laki yang diberi kematangan
berfikir di mana ia cenderung mengimani karakter al-Masih sebagai
seorang manusia. Dan salah satu keajaiban kekuasaan Ilahi adalah bahawa
masyarakat Islam yang berhijrah tersebut tidak mengalami kelemahan dalam
akidahnya, namun mereka justru merasakan kekuatan.
Allah SWT memperkuat dakwah Islam dengan masuknya dua lelaki besar dalam
Islam, yaitu Hamzah, paman Nabi dan Umar bin Khatab. Kedua orang itu
mempunyai keperibadian yang tangguh di Mekah di mana masing-masing dari
mereka terkenal di tengah-tengah kaumnya. Allah SWT berkehendak untuk
memberi Islam dua orang lelaki yang tangguh di Mekah dan Allah SWT telah
meletakkan rahmat yang terpancar dalam hati mereka. Hamzah masuk Islam
kerana dorongan emosi, fanatisme, dan rahmat terhadap orang-orang yang
tidak memberikan pembelaan kepada Muhammad saw.
Salah seorang perempuan berkata kepada Hamzah: "Seandainya engkau
melihat apa yang diperoleh oleh anak dari saudaramu, Muhammad dari Abil
Hakam bin Hisyam (Abu Jahal). Sungguh Abu Jahal telah mencelanya dan
menyakitinya, sedangkan Muhammad hanya terdiam dan tidak mengatakan
apa-apa." Mendengar pengaduan itu, darah mendidih berkobar dalam
urat-urat Hamzah. Dengan kemarahan yang sangat, Hamzah mencari-cari Abu
Jahal lalu ia melihatnya sedang duduk-duduk di tengah-tengah kaumnya.
Hamzah mengangkat tangannya lalu memukulkannya ke kepala Abu Jahal
sambil berteriak: "Apakah engkau akan mengejek Muhammad, padahal aku
berada di atas agamanya."
Demikianlah permulaan keislaman Hamzah. Hamzah adalah seorang yang mulia
di mana perasaannya berkobar ketika ia melihat anak saudaranya diseksa
dan dianiayai dan dia tidak mendapati seorang pun yang membelanya.
Beginilah sebab-sebab pertama dari keislaman Hamzah, namun sebab yang
paling dalam dan yang paling menentukan adalah rahmat Allah SWT yang
telah dianugerahkan kepadanya, meskipun Hamzah tidak mengetahuinya,
yaitu rahmat yang mendorongnya untuk tidak membiarkan seseorang pun
menyakiti lelaki yang berdakwah di jalan Allah SWT hanya kerana ia
seorang yang lemah dan tidak mempunyai penolong. Jadi, Hamzah adalah
penolongnya.
Sedangkan Umar bin Khatab terkenal dengan ketangguhan sikap dan
kekerasan perilaku. Seringkali kaum Muslim mendapat seksaan darinya
ketika ia masih menganut jahiliah. Dan salah seorang yang mendapatkan
seksaan darinya adalah Amir bin Rabi'ah dan isterinya. Amir berserta
isterinya menetapkan untuk berhijrah ke Habasyah. Umar bin Khatab
menemuinya lalu ia mendapati isteri Amir dan tidak menemukan suaminya.
Umar melihat wanita itu sedang bersiap-siap untuk berhijrah lalu Umar
berkata (saat itu sumber rahmat telah memancar pada dirinya): "Apakah
engkau akan pergi wahai Ummu Abdillah?" Dengan nada jengkel, wanita itu
berkata: "Benar, demi Allah kami akan keluar dan menuju tanah Allah SWT.
Engkau telah menyeksa kami dan telah memaksa kami untuk berhijrah. Kami
akan pergi sehingga Allah SWT akan memberikan kelapangan kepada kami."
Umar berkata: "Mudah-mudahan Allah SWT menemanimu."
Wanita itu melihat tanda-tanda kelembutan dan kesedihan pada wajah Umar.
Dan ketika suaminya kembali, ia menceritakan kepadanya bahawa ia sangat
berharap kepada keislaman Umar. Lalu suaminya menjawab: "Ia tidak
mungkin masuk Islam sampai keldai Umar masuk Islam." Ia mengatakan
demikian kerana ia melihat betapa bengisnya dan kejamnya Umar. Namun
perasaan lembut wanita itu lebih kuat daripada pandangan fikiran lelaki
itu dan keputusannya yang terlalu cepat kepada Umar.
Belum lama mereka berhijrah sehingga Umar masuk Islam. Orang-orang
muhajirin mengeluarkan penutup sumur rahmat dalam dirinya. Dan
barangkali Umar merasa kebingungan lalu ia menetapkan untuk membunuh
Rasul saw. Dengan menghunuskan pedangnya, ia pergi menuju Rasul saw.
Kemudian ia bertemu dengan orang-orang yang memergokinya dalam keadaan
kebingungan, lalu mereka bertanya kepadanya, hendak ke mana ia akan
pergi? Umar menjawab: "Aku hendak ke Muhammad aku akan membunuhnya
sehingga orang-orang Arab merasa tenteram." Dengan nada mengejek,
seseorang berkata: "Tidakkah engkau memulai dari keluargamu sebelum
engkau membunuh Muhammad." Dengan nada jengkel, Umar berkata: "Apa yang
terjadi pada keluargaku?" Lelaki itu menjawab: "Saudara perempuanmu dan
suaminya telah masuk Islam, sedangkan engkau tidak mengetahuinya." Umar
segera mencari saudara perempuannya dan suaminya di mana saat itu
keduanya sedang membaca Al-Qur'an.
Ketika melihat Umar, mereka menyembunyikan Al-Qur'an. Umar bertanya:
"Sepertinya aku mendengar suara bisikan dari luar." Tetapi saudara
perempuannya mengatakan: "Tidak." Kemudian suaminya ikut campur dan Umar
pun tampak marah kepadanya. Wanita itu bangkit untuk membela suaminya
lalu Umar memukulnya sehingga darah segar mengucur darinya. Darah itu
justru membangkitkan sumber rahmat dari diri Umar. Akhirnya, Umar
mengambil air wuduk agar mereka mengizinkan untuk membaca Al-Qur'an.
Umar pun membacanya. Belum lama Umar membacanya sehingga ia pergi
menemui Rasul saw.
Tanpa ragu, Umar memilih untuk masuk Islam. Dan pedang yang dibawanya
itu menjadi pedang yang paling kuat yang dengannya ia mempertahankan
agama Muhammad saw. Kemudian ia mengetuk pintu untuk menemui Rasul saw
di mana saat itu beliau bersama sahabatnya. Dari celah-celah pintu,
sahabat Nabi melihat Umar bin Khatab sedang menghunuskan pedang.
Kemudian sahabat itu kembali kepada Nabi dengan membawa berita yang
sangat mengejutkan ini. Ia menduga bahawa Umar datang dengan maksud
jahat.
Rasulullah saw bangkit dan memerintahkan para sahabatnya agar membiarkan
Umar. Rasulullah saw membukakan pintu Kemudian ia menyambut Umar bin
Khatab dan bertanya kepadanya apa yang diinginkannya. Umar menjawab
bahawa ia datang untuk mengucapkan dan bersaksi bahawa tiada Tuhan
selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.
Orang-orang Quraisy mulai merasa bahaya akan mereka temui setelah
keislaman Umar dan Hamzah. Para tokoh-tokoh Mekah dan orang-orang yang
dihormati telah masuk Islam. Sebelum Umar masuk Islam, kaum Muslim
bertawaf di Ka'bah secara rahsia dan dengan malu-malu, namun ketika Umar
masuk Islam ia menampakkan keislamannya dan ia menantang orang yang
mencegahnya untuk bertawaf, bahkan banyak orang-orang memberikan jalan
padanya saat tawaf. Mekah mengetahui bahawa ia menghadapi suatu dakwah
yang akan dapat mengubah jazirah Arab.
Rasa ketakutan mulai menghantui para pemuka Quraisy dan mereka
menetapkan metode baru untuk menghadapi kaum Muslim. Mereka yang
sebelumnya menggunakan metode penghinaan dan pengejekan kini mulai
mencuba untuk memblokade kaum Muslim secara ekonomi dan kemanusiaan.
Kaum musyrik mengadakan perkumpulan dan pertemuan untuk memboikot kaum
Muslim. Mereka mengadakan pertemuan itu di Ka'bah, sebagai penghormatan
kepadanya. Orang-orang musyrik menghormati Ka'bah meskipun mereka
memenuhinya dengan berbagai macam patung yang mereka sembah dalam rangka
mendekatkan mereka kepada Allah. Pasal kesepakatan itu menetapkan,
hendaklah penduduk Mekah tidak menjual barang apapun kepada kaum Muslim
dan hendaklah mereka tidak menikah dengan kaum Muslim. Dengan ketetapan
yang kejam tersebut, mereka ingin menghancurkan kaum Muslim dan membunuh
perekonomian mereka. Rasulullah saw dan orang-orang yang beriman
kepadanya terpaksa berlindung di dusun Bani Hasyim. Mereka dilindungi
oleh keturunan Bani Muthalib, baik mereka orang-orang kafir mahupun
orang-orang beriman kecuali musuh Allah SWT, Abu Jahal di mana ia
bersama orang-orang Quraisy menentang kaumnya.
Kemudian Dimulailah blokade ekonomi terhadap kaum Muslim di mana tidak
ada makanan dan minuman yang datang kepada mereka, sehingga penderitaan
yang sulit kini dialami oleh sahabat-sahabat Nabi. Ketika kafilah
perdagangan datang ke Mekah dan salah seorang dari sahabat Nabi menemui
mereka di pasar untuk membeli makanan untuk keluarganya, maka Abu Lahab
berdiri dan berkata kepada para penjual, wahai para pedagang,
mahalkanlah dagangan kalian terhadap sahabat- sahabat Muhammad, sehingga
mereka tidak mampu membelinya dan aku menjamin kerugian yang kalian
alami, bahkan aku akan membeli apa saja yang ingin mereka beli dari
kalian.
Mendengar hal tersebut, para pedagang pun menjual barang dagangannya
dengan harga yang tidak wajar, sehingga seorang Muslim kembali ke rumah
keluarganya tanpa membawa sedikit pun makanan. Kemudian pedagang itu
pergi ke Abu Lahab dan meminta kepadanya agar membeli barang yang ingin
dibeli orang Muslim. Demikianlah peperangan tersebut terus terjadi
sehingga kaum Muslim merasakan penderitaan yang sangat luar biasa di
mana mereka dalam keadaan kelaparan dan kekurangan pakaian yang layak.
Peperangan ekonomi ini terjadi selama tiga tahun penuh. Saking
menderitanya para sahabat sampai-sampai Sa'ad bin Abi Waqas pernah
keluar pada suatu hari untuk memenuhi hajatnya, lalu ia mendengar suara
gemerencing di bawah air kencing. Tiba-tiba ia menemukan sepotong kulit
unta yang kering lalu ia mengambilnya dan membasuhnya. Kemudian ia
membakarnya dan mencucinya dengan air sampai bersih lalu ia
menjadikannya makanan selama tiga hari.
Selama tiga tahun tersebut wahyu tetap turun kepada Rasul saw dan
seakan-akan ia melupakan bencana yang keras ini. Allah SWT ingin
mendidik para pengikut agama-Nya agar mereka mampu memikul segala
penderitaan.
Meskipun kaum Muslim mendapatkan berbagai ujian selama tiga tahun
tersebut, tetapi aktiviti dakwah Islam tidak pernah padam dan tidak
pernah surut. Kaum Muslim bertemu orang-orang selain mereka pada musim
haji lalu mereka berbicara kepada orang-orang tersebut tentang
keberadaan Allah SWT dan mereka meminta kepada para penghujung itu untuk
mencari rahmat Allah SWT dan ampunan-Nya. Keteguhan kaum Muslim dan
keberanian mereka telah memikat banyak orang sehingga mereka masuk
Islam. Bahkan orang-orang musyrik mulai bertanya kepada diri mereka dan
mempertanyakan kebenaran apa tindakan mereka. Lalu kecemburuan kepada
kebenaran mulai menyerang hati.
Kemudian Selesailah peperangan ekonomi terhadap kaum Muslim di mana kaum
musyrik melihat itu tidak berdampak terlalu besar bagi kaum Muslim.
Meskipun kaum Muslim menerima penderitaan dan kerugian namun jumlah
mereka tetap bertambah dan keimanan mereka semakin kuat serta
kepercayaan kepada Allah SWT pun semakin meningkat. Lalu datanglah tahun
kesedihan kepada Nabi. Belum lama Rasulullah saw merasakan dan
menghirup udara segar setelah tiga tahun masa blokade dan beliau ingin
memulai kehidupan barunya dan dakwahnya, sehingga beliau dikejutkan
dengan kematian isteri tercintanya Ummul Mukminin Khadijah dan kematian
bapa saudaranya yang tercinta Abu Thalib.
Abu Thalib adalah seorang yang besar yang memiliki kewibawaan di
tengah-tengah kaum Quraisy, sehingga usaha kaum Quraisy untuk menyakiti
Nabi menjadi terbatas ketika mereka berhadapan dengan "tembok
perlindungan" Abu Thalib kepada kemenakannya. Sedangkan Khadijah
merupakan tempat perlindungan dan kedamaian bagi Nabi. Ia adalah hati
yang sangat penyayang yang banyak menghibur Nabi saat beliau berdakwah.
Khadijah adalah sebaik-baik teman dan sebaik-baik isteri. Begitu juga,
bagi Khadijah Rasulullah saw adalah sebaik-baik teman, sebaik-baik
suami, sebaik-baik pembantu, dan sebaik-baik sahabat.
Rasulullah saw sangat sedih ketika kehilangan dua orang yang sangat
berpengaruh dalam kehidupannya itu, bahkan para sejarawan menamakan
tahun tersebut dengan tahun kesedihan. Sebaliknya, orang- orang musyrik
justru bergembira dengan kesedihan Rasul saw itu. Mereka menganggap
bahawa Rasul saw tidak lagi memiliki seorang tua yang mampu
melindunginya dan tidak lagi memiliki seorang isteri yang dapat
meringankan beban penderitaannya.
Setelah kematian dua orang tersebut, penindasan dan penganiayaan kaum
Quraisy kepada Nabi semakin meningkat dan orang-orang musyrik memilih
waktu yang tepat untuk menyembelih binatang di Mekah lalu mereka membawa
usus-usus atau jeroan dari unta dan mereka melemparkannya dan
meletakkannya di atas punggung Nabi saat beliau sujud. Kemudian berita
memilukan itu sampai kepada puteri tercintanya, Fatimah az-Zahrah,
sehingga ia segera datang dan berusaha membela ayahnya dan membersihkan
kotoran yang ada di pundak ayahnya itu. Demikianlah kemuliaan Siti
Fatimah az-Zahra yang senantiasa melindungi ayahnya.
Betapa sedihnya Nabi saw ketika beliau melihat bahawa keadaan beliau
sampai pada batas di mana anak perempuan beliau pun turut membelanya.
Namun beliau tetap bersabar dalam berdakwah di jalan Allah SWT. Pada
suatu hari beliau berfikir untuk pergi ke Tha'if di mana di sana dihuni
oleh kaum Tha'if. Barangkali beliau berkata dalam dirinya: jika di sini
aku mendapati hati-hati yang telah membeku dan telah berhubungan mesra
dengan kebatilan lalu mengapa aku tidak pergi ke Tsaqif. Barangkali
Allah SWT akan membukakan pintu dakwah di sana. Mungkin di sana masih
terdapat hati yang akan terbuka guna menerima kebenaran.
Saat itu kaum musyrik memperlakukan blokade umum atas dakwah yang
dipimpin oleh Rasulullah saw sehingga tekanan kepada beliau semakin
meningkat sampai pada batas di mana pergerakan dakwah tidak dapat
bergerak satu langkah pun. Keadaan demikian ini sangat menggelisahkan
Nabi. Beliau ingin untuk melepaskan belenggu yang mengikatnya. Lalu
beliau memutuskan untuk pergi ke Tha'if. Jarak antara Mekah dan Tha'if
lebih dari tujuh puluh kilo meter. Nabi menempuh perjalanan itu dengan
jalan kaki, pergi dan pulang.
Kita tidak mengetahui pemikiran-pemikiran apa yang terlintas dalam benak
Rasulullah saw saat beliau pergi dan menemui kabilah yang kafir kepada
Allah SWT ini. Yang kita ketahui adalah bahawa beliau pergi ke sana
dengan membawa rahmat dunia dan akhirat. Tetapi mereka justru membalas
sikap baik Rasulullah saw itu dengan tindakan Jahiliah. Mereka bersikap
buruk kepada beliau dan mendustakannya. Rasulullah saw tinggal di sana
selama sepuluh hari. Beliau
mundar-mandir dari satu rumah ke rumah yang lain dan dari pasar ke pasar
yang lain dan dari satu jalan ke jalan yang lain. Tak seorang pun yang
mendengar kedatangan beliau di sana; tak seorang pun yang mahu mendengar
dakwah beliau dan tak seorang pun yang mahu beriman kepada ajakannya.
Bahkan masyarakat di situ semakin menjadi-jadi dalam menyerang
Rasulullah saw dan mengejeknya.
Pada hari yang terakhir yang mana beliau telah menetapkan untuk kembali
ke Mekah. Rasulullah saw berdiri di Tha'if dan mengharap kepada
masyarakat di sana agar merahsiakan kunjungannya kepada mereka sehingga
pencelaan yang beliau terima di Mekah terhadap agama yang dibawanya
tidak semakin menjadi-jadi. Tetapi penduduk Tha'if menolak permohonan
yang terakhir ini. Mereka tidak cukup melakukan hal itu tetapi mereka
melakukan perbuatan terburuk yang dilakukan manusia terhadap sesama
manusia. Mereka menahan keluarga orang-orang yang ***** dan orang-orang
biasa untuk membentuk dua barisan dan memerintahkan mereka untuk
melempari Rasulullah saw dengan batu dan mengejeknya. Nabi keluar dari
Tha'if dan beliau mendapatkan lemparan bertubi-tubi dari keluarga Tha'if
bahkan beliau merasakan kepedihan saat kakinya terkena lemparan batu
itu sehingga darah suci mengucur dari kaki beliau.
Kemudian Rasulullah saw diusir sehingga beliau sampai di suatu kebun
yang dimiliki oleh dua orang dari orang-orang kaya Tha'if. Di sana
beliau duduk di bawah naungan pohon anggur. Dua orang pemilik kebun itu
merasa kasihan melihat keadaan orang yang terusir dan terluka itu.
Mereka membawa kepadanya setangkai anggur dengan seorang pembantu.
Pembantu mereka adalah seorang Nasrani yang bernama Adas. Si pembantu
meletakkan setangkai anggur itu depan Rasul saw lalu beliau menghulurkan
tangannya kepadanya sambil berkata: "Bismillahirahmanirrahim (Dengan
nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Adas berkata kepada
Nabi, perkataan ini tidak begitu dikenal oleh penduduk negeri ini. Nabi
berkata:
"Anda dari daerah mana?" Adas menjawab: "Aku adalah seorang Nasrani dari
Nainawa." Nabi berkata: "Apakah engkau dari desa lelaki soleh Yunus bin
Mata?" "Bagaimana engkau tahu tentang Yunus?, sambung lelaki itu. Nabi
berkata: "Itu adalah saudaraku. Ia adalah seorang Nabi aku pun seorang
Nabi."
Mendengar jawapan Rasul saw, Adas segera merobohkan tubuhnya di depan
kedua kaki Rasul saw lalu ia menciuminya sambil menangis. Akhirnya,
pembantu Nasrani itu masuk Islam sehingga ia menambah barisan kaum
Muslim. Ia adalah seorang yang menjadi Muslim ketika Rasulullah saw
berhijrah ke Tha'if. Inilah harga yang harus dibayar Rasulullah saw
selama dua minggu saat beliau berada di Tha'if, dan kemudian beliau
terkena cubaan dengan mengucurnya darah dari kaki beliau akibat lemparan
batu penghuni Tha'if.
Kemudian Rasulullah saw kembali ke Mekah beliau kembali dalam keadaan
ditolak oleh penduduk Tha'if dan kini beliau kembali menerima penolakan
itu di Mekah. Meskipun demikian, beliau merasakan kesedihan yang
mendalam melihat sikap kaumnya. Namun ketika kebencian semakin deras
mengalir kepada beliau, hati beliau justru semakin bersemangat dan
semakin dipenuhi dengan rahmat kemudian datanglah kepada Nabi masa di
mana tampak di dalamnya Islam asing, dan tampak di dalamnya Nabi seorang
diri, tanpa penolong.
Pada saat demikian ini ketika manusia mulai meninggalkan Rasulullah saw
lalu langit turut campur dan terjadilah peristiwa besar dan mukjizat
terbesar pada diri Nabi, yaitu Isra' dan Mi'raj. Ia adalah mukjizat yang
tidak berhubungan dengan dakwah Islam; ia tidak datang untuk memperkuat
dakwah ini atau menetapkannya tetapi ia datang semata- mata untuk
memperkuat keteguhan Nabi dan sebagai penghormatan kepadanya.
Seakan-akan Allah SWT ingin berkata kepada Nabi, jika saja penduduk bumi
tidak memujimu, maka penduduk langit mengenal kedudukanmu dan
memberikan pujian yang layak kepadamu dan jika manusia menolak dakwahmu
dan menolak keberadaanmu, maka sesungguhnya Allah SWT memilihmu dan
memuliakanmu.
Untuk melihat tanda-tanda kebesaran-Nya, munculnya mukjizat Isra' dan
Mi'raj dalam sejarah para nabi sebagai mukjizat satu-satunya yang tiada
tandingannya dibandingkan dengan kisah nabi yang lain. Kita mengetahui
bahawa di deretan para nabi ada nabi-nabi yang dinamakan oleh Allah SWT
sebagai para kekasih-Nya dan sebagai para pendamping-Nya, seperti Nabi
Ibrahim. Kita juga melihat bahawa di antara para nabi ada seseorang yang
diajak bicara oleh Allah SWT tanpa perantara, seperti Nabi Musa. Kita
juga melihat di antara para nabi ada yang didukung oleh Allah SWT dengan
Ruhul kudus, seperti Nabi Isa. Tetapi untuk pertama kalinya kita berada
di hadapan seorang nabi yang diajak dan dipanggil oleh Allah SWT untuk
menuju ke sisi-Nya.
Beliau naik bersama Jibril dengan jasadnya dan rohaninya sehingga Jibril
berdiri di suatu tempat dan Nabi maju sendirian. Itu adalah tingkat
dari tingkat kehormatan di mana pena terasa keluh untuk mengungkapkannya
dan sejarawan tidak dapat menulis apa yang terjadi saat itu. Kita telah
melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang meminta kepada Tuhannya
agar memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan orang-orang
yang mati. Allah SWT bertanya kepadanya, apakah ia belum beriman akan
hal itu? Ibrahim menjawab: bahawa ia beriman tetapi ia ingin menenangkan
hatinya.
Kita juga melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang cintanya
kepada Allah SWT memancar dalam kalbunya sehingga ia meminta: "Ya
Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat
kepada Engkau". (QS. al-A'raf: 143)
Namun Allah SWT menjawab kepada Musa tentang kemustahilan melihat Allah
SWT atas manusia. Nabi Musa memahami bahawa makhluk manapun tidak akan
mampu menahan beban penampakan dari Zat sang Pencipta.
Adapun Muhammad bin Abdillah ia tidak bertanya kepada Tuhannya dan
meminta kepadanya untuk diberi mukjizat atau kejadian yang luar biasa;
ia tidak meminta kepada Tuhannya agar dapat melihat Zat-Nya dan ia tidak
berusaha mencari ketenangan dalam hatinya. Cintanya kepada Allah SWT
termasuk bentuk cinta yang sulit untuk difahami atau diselami
kedalamannya oleh para tokoh pencinta dan cintanya tersebut bukan
termasuk bentuk yang menimbulkan berbagai pertanyaan. Cinta beliau
melampaui tingkat permintaan menuju ke tingkat penyerahan dan kepuasan
atau ridha. Segala sesuatu yang menggelisahkan Nabi adalah ridha Allah
SWT.
Rasulullah saw berkata saat beliau dalam keadaan ditolak dan diusir dan
terluka akibat perbuatan kaum Tha'if: "Jika Engkau tidak murka kepadaku,
maka aku tidak peduli dengan mereka."
Lihatlah tingkat cinta yang tinggi itu: bagaimana tingkat tersebut
menyebabkan beliau merasa rendah diri sehingga beliau berkata, "jika
Engkau tidak murka kepadaku ..." Seakan-akan beliau tidak menginginkan
selain ridha Allah SWT dan yang beliau khuatirkan adalah kemarahan Allah
SWT.
Sungguh adab yang diterapkan Rasulullah saw kepada Tuhannya adalah adab
yang paling layak dan paling tinggi yang sesuai dengan kedudukan beliau
sebagai orang Muslim yang paling sempurna.
Demikianlah mukjizat Isra' dan Mi'raj. Mukjizat yang tujuannya adalah
menghormati keperibadian Rasulullah saw; mukjizat yang membangkitkan
peranan akal dan hati secara bersama. Para nabi tanpa terkecuali
didukung oleh berbagai macam mukjizat yang terjadi di muka bumi bahkan
para nabi yang diangkat ke langit seperti Nabi Idris dan Nabi Isa, maka
pengangkatan mereka sebagai bentuk menyelamatkan mereka dari usaha
pembunuhan atau penyaliban. Mukjizat mereka saat mereka diangkat ke
langit adalah bentuk akhir dari aktiviti mereka di muka bumi.
Ini adalah kali pertama ketika kita mendapati suatu mukjizat yang tempat
utamanya di langit; suatu mukjizat yang terwujud bersama seorang Nabi
yang diangkat ke langit dengan jasadnya dan rohaninya saat beliau masih
hidup. Di sana Allah SWT memperlihatkan kepadanya tanda- tanda
kekuasaan-Nya. Kemudian beliau kembali ke bumi di mana beliau akan
mendapatkan berbagai macam tantangan dan cubaan yang biasa diterima oleh
penduduk bumi. Muhammad bin Abdillah adalah manusia yang pertama
melewati planet bumi dan beliau menembus bulan dan matahari dan
bintang-bintang. Kita menyaksikan di zaman kita manusia pertama atau
astronaut pertama yang mampu menembus ruang angkasa. Ruang angkasa itu
baru dapat ditembusi oleh manusia setelah empat belas abad dari turunnya
risalah Muhammad saw, namun sejak empat belas abad yang lalu Nabi Islam
telah dapat menembus ruang angkasa itu, bahkan beliau mencapai Sidratul
Muntaha dan puncak al-Muntaha.
Beliau sampai pada batas yang di situlah alam makhluk diakhiri dan
beliau menembus alam ghaib. Bukankah syurga bahagian dari alam ghaib?
Beliau sampai di syurga. Allah SWT menamakannya dengan Jannatul Ma'wah.
Beliau sampai pada batas terputusnya ilmu manusia dan tiada yang
mengetahui hakikat ilmu tersebut kecuali Allah SWT. Mukjizat Isra'
bukanlah mukjizat Mi'raj, meskipun kedua-duanya terjadi di satu malam.
Peristiwa Isra' dan Mi'raj dikutip oleh dua surah yang berbeza dalam Al-
Qur'an al-Karim. Allah SWT berfirman tentang mukjizat Isra':
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam
dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkali
sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebahagian dari
tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui." (QS. al-Isra': 1)
Sedangkan berkaitan dengan mukjizat Mi'raj, Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang
asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada
syurga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul
Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya
(Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula)
melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda
(kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." (QS. an-Najm: 13-18)
Pada malam Isra' dan Mi'raj, Nabi Muhammad berkeliling di sekitar Ka'bah
dan berdoa kepada Allah SWT. Beliau dalam keadaan pucat wajahnya dan
kedua air matanya mengucur; beliau tidak bertawaf bersama seseorang pun;
beliau tawaf sendirian lalu orang-orang kafir dan orang-orang musyrik
memandang beliau dengan pandangan kebencian saat beliau bertawaf dan
berdoa. Allah SWT melihat hamba-Nya yang khusyuk itu lalu Allah SWT
menurunkan perintah-Nya kepada Ruhul Amin yaitu malaikat Jibril agar
menemani hamba-Nya dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha Kemudian
membawanya naik ke langit agar dia dapat melihat tanda-tanda kebesaran
Tuhannya.
Di suatu rumah yang mulia dan sederhana dari rumah-rumah yang ada di
Mekah, Nabi saw sedang tidur dan datanglah waktu pertengahan malam.
Jibril turun dan memasuki rumah sang Rasul saw. Jibril as berdiri di
sisi kepala sang Nabi dan ia melihat kepadanya dengan pandangan cinta.
Pandangan Jibril itu membangunkan Rasul saw kemudian beliau membuka
kedua matanya dan bangkit dari tempat tidurnya.
Jibril berkata kepada Nabi saw, salam kepadamu wahai Nabi yang mulia.
Allah SWT ingin agar engkau melihat sebahagian tanda-tanda kebesaran-
Nya di alam. Kemudian Jibril berjalan bersama Nabi saw. Mereka keluar
dari rumah dan beliau menyaksikan Buraq yaitu makhluk yang menyerupai
burung dan mempunyai sayap seperti burung garuda; makhluk yang terbuat
dari kilat. kerana itu, ia dinamakan dengan Buraq. Kilat adalah listrik
dan listrik adalah cahaya. Cahaya adalah makhluk yang tercepat yang kita
kenal di bumi. Kilauan cahaya pada satu detik
saja mencapai 186 ribu mil. Kita tidak akan terlibat terlalu jauh
tentang kenderaan luar angkasa yang digunakan dalam perjalanan itu; kita
tidak akan bertanya bagaimana Nabi saw menembus alam ruang angkasa
tanpa ada latihan sebelumnya dan berapa lama waktu yang beliau gunakan
untuk pulang pergi; kami juga tidak akan bertanya tentang kecepatan
Buraq; kami tidak hairan dengan usaha penembusan luar angkasa ini; kita
tidak akan bertanya tentang semua itu kerana
kita mempunyai satu jawapan dari semuanya: Allah SWT berkehendak agar
hal itu terjadi dan untuk itu Allah SWT mengatakan kun jadilah, maka
jadilah.
Para ulama berselisih pendapat tentang apakah Isra' dan Mi'raj terjadi
dengan roh saja atau dengan rohani dan jasad sekaligus. Ahli hakikat
mengatakan bahawa itu terjadi dengan roh dan jasad. Tentu perselisihan
itu berakibat pada perselisihan akal dan terjerumus dalam perangkap
kaifa (bagaimana) dan bertanya tentang kekuasaan Allah SWT dan usaha
untuk menundukkan masalah ini terhadap sebab-sebab yang biasa atau
hukum-hukum kita yang alami atau logik kemanusiaan. Allah Maha Suci dan
Maha Tinggi dari semua itu. Apakah seseorang akan bertanya, bagaimana
Rasulullah saw naik berserta roh dan fiziknya ke puncak segala puncak di
langit kemudian beliau kembali sebelum tempat tidurnya dingin? Mukjizat
apa yang terjadi di sini yang melebihi mukjizat berubahnya air mani
menjadi manusia dan berubahnya benih menjadi pohon atau mukjizat air
yang menghidupkan tanah, atau ia mampu memuaskan kehausan si dahaga atau
mukjizat cinta yang mengikat dua hati yang belum pernah mengenal?
Sementara itu, Buraq menundukkan badannya kepada Nabi saw kemudian Nabi
saw menungganginya bersama Jibril dan Buraq pergi bagaikan anak panah
dari cahaya di atas gunung Mekah dan pasir-pasir menuju ke utara. Jibril
mengisyaratkan agar menuju arah gunung Saina' lalu Buraq itu berhenti.
Jibril berkata di tempat yang diberkati ini, Allah SWT berdialog dengan
Musa as. Kemudian Buraq kembali pergi ke Baitul Maqdis, Nabi saw turun
dari pesawat ini yang berjalan lebih cepat dari cahaya dan jutaan kali
lebih cepat darinya dan ia tidak berubah dari cahaya.
Nabi berjalan bersama Jibril dan memasuki Baitul Maqdis. Beliau memasuki
masjid dan beliau mendapati semua nabi sedang menunggunya di sana.
Allah SWT membangkitkan gambar para nabi-Nya dari kematian dan
mengumpulkan mereka di Masjid Aqsha. Para malaikat memberinya suatu
bejana yang di dalamnya terdapat susu dan bejana yang lain yang di
dalamnya terdapat khamer. Lalu beliau memilih susu dan meminumnya.
Dikatakan pada beliau, sesungguhnya engkau telah memilih fitrah dan
umatmu akan memilih fitrah.
Para nabi mengitari Rasul saw dan datanglah waktu solat. Para nabi
bertanya di antara sesama mereka, siapa di antara mereka yang menjadi
imam solat, apakah itu Adam, Nuh, Ibrahim, Musa atau Isa? Jibril berkata
kepada Muhammad saw, sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu untuk solat
bersama para nabi. Rasulullah saw berdiri dan solat bersama para nabi.
Mereka semua adalah orang-orang Muslim dan beliau adalah orang-orang
Muslim yang pertama. Secara logik bahawa beliau layak menjadi imam dari
para nabi sebagaimana kitabnya dijadikan kitab yang terbaik daripada
kitab-kitab yang mendahuluinya. Beliau membacakan Al-Qur'an kepada
mereka dan beliau menangis saat membacanya. Kekhusyukan beliau saat
membacanya membuat para nabi pun menangis. Dan ketika para nabi sujud di
belakang imam mereka, pohon-pohon dan bintang-bintang pun turut
bersujud.
Selesailah waktu solat dan para nabi membubarkan diri. Setiap nabi
kembali ke langit yang mereka tinggal di dalamnya. Nabi keluar dari
masjid bersama Jibril dan mereka kembali menunggang Buraq seperti panah
dari cahaya. Buraq semakin meninggi dan ia melewati langit pertama lalu
beliau menyaksikan Nabi Adam. Kemudian ada panggilan dari Allah SWT:
"Hendaklah hamba-Ku semakin meninggi dan menjauh." Kemudian hamba Allah
SWT Muhammad bin Abdillah semakin terbang menjauh ia melampaui langit
demi langit. Beliau melampaui tempat materi dan mulai menjangkau tempat
rohani dan melewatinya. Beliau bersiap berdiri di haribaan Ilahi; beliau
semakin tinggi dan jauh di tingkat dan di puncak rohani dalam kecepatan
yang tidak kurang dari kecepatan kilat.
Beliau melampaui kedudukan Nabi Adam di langit pertama dan melampaui
kedudukan Nabi Yahya dan Nabi Isa di langit kedua. Lalu Tuhan pemilik
kemuliaan memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Kemudian
hamba Allah SWT dan Nabi-Nya yang mulia mencapai tingkat yang lebih
tinggi lagi. Beliau melampaui langit yang ketiga, keempat, kelima,
keenam, dan ke tujuh. Beliau melampaui alam materi semuanya dan
melampaui alam rohani. Akhirnya, beliau sampai ke Sidratul Muntaha.
Beliau sampai di tempat yang suci yang Allah SWT menamakannya dengan
sebutan Sidratul Muntaha dan di sana Nabi melihat dan menyaksikan
Jannatul Ma'wa. Beliau menyaksikan yang kita tidak mampu mengetahuinya
dan memahaminya bahkan membayangkannya:
"(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu
yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 16-17)
Sungguh terjadilah pada tempat itu apa yang terjadi dengannya. Dengan
kebesaran yang misteri ini, Allah SWT memberitahu kita bahawa terjadilah
hal penting di sana meskipun hakikat hal tersebut tersembunyi dari
kita. Sesuatu yang Allah SWT sembunyikan dari kita tersebut disaksikan
oleh Rasul saw. Itu adalah mukjizat yang khusus baginya; itu adalah
tingkat cinta yang tidak tersingkap tabirnya kerana ketinggiannya yang
tidak mampu ditangkap oleh pengetahuan manusia biasa.
Kemudian Tuhan pemilik syurga dan neraka memanggil, "hendaklah hamba-Ku
lebih tinggi lagi." Hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah menaik ke
tempat yang tinggi. Kali ini beliau melihat Jibril yang berada di
belakangnya lalu beliau mendapatinya dalam keadaan bertasbih kepada
Allah SWT. Jibril tidak berada dalam wujud manusia seperti yang Nabi
saksikan ketika berada di dunia. Jibril as kembali ke dalam wujud
malaikatnya. Nabi melihat Jibril dan ia merupakan tanda
kebesaran Allah SWT yang Allah SWT janjikan untuk di perlihatkan kepadanya:
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Pemandangan itu terjadi dengan hati dan mata serta panca indera yang
dikenal dan yang tidak dikenal. Pemandangan itu benar-benar jelas. Di
sana bukan mimpi, bukan khayalan, dan bukan gambaran. Rasul saw melihat
semua itu dengan jasadnya dan rohaninya:
"Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Kemudian Rasulullah saw menuju ke tempat yang tinggi dan lebih tinggi
lagi. Beliau semakin naik ke tingkat yang makin tinggi sampai beliau
berdiri di hadapan Tuhan Pencipta langit dan bumi dan Penebar kasih
sayang di dunia dan di akhirat. Orang Muslim yang paling sempurna itu
bersujud di hadapan Tuhan Sang Pencipta sambil berkata: "Sungguh
penghormatan dan keberkatan serta selawat yang baik tertuju hanya kepada
Allah SWT." Allah SWT membalasnya: "Salam kepadamu wahai Nabi dan
rahmat Allah SWT serta berkat-Nya juga tercurah kepadamu." Para malaikat
pun ketika mendengar ucapan itu bertasbih dan mengatakan: "Salam kepada
kita dan kepada hamba-hamba Allah SWT yang soleh."
Ungkapan-ungkapan tersebut merupakan permulaan tahiyat (penghormatan)
yang diucapkan orang-orang Muslim saat mereka melaksanakan solat pada
setiap hari. Solat telah diwajibkan atas kaum Muslim pada kesempatan
yang besar ini. Hal popular di kalangan umumnya kaum Muslim adalah,
bahawa Allah SWT mewajibkan atas Nabi mula-mula lima puluh solat sehari.
Kemudian Nabi turun dari langit lalu beliau menemui Nabi Musa.
Selanjutnya Nabi Musa bertanya kepadanya tentang jumlah solat yang
diwajibkan Allah SWT kepada umatnya. Nabi menceritakan bahawa Allah SWT
telah menentukan lima puluh kali solat. Nabi Musa berkata sungguh umatmu
tidak akan kuat untuk melakukan solat itu, maka kembalilah kepada
Tuhanmu dan mohonlah kepadanya agar Dia meringankan bagi umatmu. Lalu
Nabi kembali kepada Tuhan-Nya sehingga Allah SWT meringankan solat
hingga sepuluh kali. Setelah itu, Nabi kembali bertemu dengan Nabi Musa.
Lagi-lagi Nabi Musa memperingatkannya. Kemudian Nabi kembali lagi
kepada Allah SWT sehingga sampai diturunkan solat dari lima puluh kali
menjadi lima kali sehari. Namun solat yang lima kali itu pahalanya sama
dengan solat yang lima puluh kali.
Menurut hemat kami, kisah tersebut tidak memiliki sandaran dalam
kitab-kitab ulama yang benar-benar teliti. Kami kira, kisah itu tersebut
merupakan rekayasa orang-orang Yahudi di mana mereka masuk Islam dan
mereka memenuhi kitab-kitab dengan dongeng-dongeng khurafat dan mereka
menisbatkannya kepada Rasul. Prasangka tersebut didukung oleh pemilihan
Musa sebagai seorang Nabi yang mengusulkan kepada Rasul saw agar meminta
keringanan atas umatnya sehingga terkesan Nabi Musa menjadi seseorang
yang lebih mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh Nabi Muhammad.
Kami sendiri cenderung untuk menolak kisah tersebut dengan keyakinan
bahawa pertemuan Nabi dengan Allah SWT menimbulkan rasa kebesaran dan
kewibawaan yang luar biasa sehingga ketika Nabi telah pergi, maka sangat
berat baginya untuk kembali lagi.
Nabi menyaksikan dan melihat hal-hal yang tidak mampu diungkap oleh
lisan dan tidak mampu ditulis dengan pena. Beliau berada di suatu
keadaan yang tidak dapat difahami oleh manusia biasa. Al-Qur'an al-
Karim sengaja tidak menyebutkan apa saja yang di lihat oleh Nabi kerana
itu merupakan rahsia antara Nabi dan Tuhannya dan mukjizat yang khusus
yang diperuntukkan baginya sebagai bentuk penghormatan kepadanya. Jadi
Al-Qur'an sengaja tidak menyebutkan itu semua untuk menegaskan bahawa
beliau melihat tanda dari tanda-tanda kebesaran Tuhannya.
Kami tidak mengetahui apa yang di lihat oleh Nabi. Hal yang dapat kami
bayangkan adalah, bahawa Nabi bersujud dengan khusyuk di hadapan
Tuhannya dan beliau menangis kerana gembira. Kesedihan hatinya telah
hilang selamanya. Setelah Nabi melihat rahsia dan setelah penghormatan
yang besar ini, beliau kembali menemani Buraq dan pergi bersama Jibril
untuk kembali ke bumi. Beliau kembali dan mendapati tempat tidurnya
masih dingin. Bagaimana beliau pergi dan kembali sementara tempat
tidurnya belum dingin? Berapa lama waktu yang diperlukannya saat
melakukan perjalanan tersebut? Hanya Allah SWT semata yang mengetahui.
Yang kita ketahui adalah, bahawa Rasulullah saw kembali ke tempat
tidurnya setelah Isra' dan Mi'raj dan hatinya dipenuhi dengan
kegembiraan serta dadanya dipenuhi dengan ketenangan dan kepuasan serta
kefanaan dalam cinta kepada Allah SWT.
Kemudian datanglah waktu pagi. Nabi menceritakan perjalanan dan
pengalaman tersebut kepada sahabat-sahabatnya dan orang-orang Musyrik
sehingga berimanlah orang-orang yang beriman padanya dan mendustakan
kepadanya orang-orang yang mendustakannya. Namun beliau tidak peduli
dengan semua itu. Nabi terus melangsungkan perjuangannya dengan penuh
kesabaran.
Akhirnya, datanglah suatu masa di mana Nabi saw mengetahui bahawa dakwah
Islam di Mekah telah mengalami penekanan yang luar biasa sehingga
keadaan sangat tidak mendukung bagi kaum Muslim. Rasulullah saw bergerak
dengan dakwahnya. Lalu Allah SWT mewahyukan kepadanya agar ia
berhijrah. Kemudian mulalah Nabi berhijrah di jalan Allah SWT setelah
tiga belas tahun beliau di Mekah. Islam ingin membangun negaranya dan
ingin menghilangkan pengepungan dan serangan kaum musyrik. Mula-mula
terjadilah perubahan sedikit dalam keadaan kaum Muslim.
Rasulullah saw keluar dalam musim haji untuk menunjukkan dirinya pada
kabilah-kabilah Arab sebagaimana yang beliau lakukan pada setiap musim.
Beliau berada di tempat yang bernama 'Aqabah, lalu beliau bertemu dengan
jemaah dari Khazraj. Rasulullah saw berkata kepada mereka, "siapa
kalian?" Mereka menjawab: "Kami berasal dari kelompok Khazraj." Beliau
berkata. "apakah kalian termasuk pembantu kaum Yahudi?" Mereka menjawab,
"benar." Beliau berkata, "maukah kalian duduk bersama aku kerana aku
ingin sedikit berbicara dengan kalian." Mereka menjawab: "Boleh."
Kemudian mereka duduk bersama Nabi lalu beliau mengajak mereka untuk
mengikuti agama Allah SWT.
Rasulullah saw sedikit menceritakan Islam kepada mereka dan membacakan
Al-Qur'an. Enam orang mendengarkan apa yang disampaikan oleh Nabi saw.
Setelah beliau selesai dari pembicaraannya, mereka membenarkannya dan
beriman kepadanya. Kemudian mereka menceritakan kepada Nabi saw bahawa
mereka meninggalkan kaumnya kerana kaum mereka terlibat peperangan dan
kebencian. Mudah- mudahan Allah SWT mengumpulkan mereka dengan
kedatangan Nabi saw yang mulia ini. Mereka memberitahu Nabi saw bahawa
mereka akan menceritakan kepada kaumnya apa yang mereka dengar dari Nabi
saw dan akan mengajak mereka untuk memenuhi dakwah Nabi.
Keenam lelaki itu kembali ke kota Madinah yang berubah namanya menjadi
Madinah Munawarah yang sebelumnya ia bernama Yatsrib di zaman jahiliah.
Allah SWT berkehendak untuk meneranginya dengan Islam. Para lelaki itu
kembali ke Madinah dan mereka membawa Islam di hati mereka sehingga
banyak orang yang masuk Islam.
Kemudian datanglah musim haji dan keluarlah dari Madinah dua belas orang
lelaki dari orang-orang yang beriman yang di antara mereka terdapat
enam orang yang Rasulullah saw telah berdakwah kepada mereka pada musim
yang dulu dan Nabi saw menemui mereka di 'Aqabah. Kemudian Nabi
melakukan solat pada mereka agar mereka mempertahankan keimanan dan
membela dakwah kebenaran serta kemanusiaan.
Kaum lelaki itu kembali ke Madinah disertai salah seorang yang
terpercaya dari tokoh Islam yaitu Mus'ab bin Umair di mana ia menjadi
utusan Rasulullah saw di Madinah dan ia mengajari manusia tentang agama
mereka dan membacakan kepada mereka Al-Qur'an dan menyerukan kebenaran
kepada manusia sehingga tersebarlah Islam di Madinah. Penduduk Madinah
mulai bertanya-tanya, mengapa saudara- saudara kita kaum Muslim Mekah
ditindas? Mengapa Rasul saw keluar untuk berdakwah dan menebarkan rahmat
tetapi beliau justru mendapatkan angin kebencian? Sampai kapan kita
akan membiarkan Rasulullah saw teraniaya dan terusir di Mekah?
Demikianlah, pergilah tujuh puluh orang ke Mekah, tujuh puluh orang dari
penduduk Madinah Munawarah. Mereka pergi ke 'Aqabah dalam keadaan
sendirian dan berkelompok-kelompok. Islam telah menghasilkan buah
pertamanya dalam hati mereka sehingga hati mereka dipenuhi cinta kepada
Allah SWT dan Rasul-Nya serta kaum Muslim. Penderitaan yang dialami kaum
Muslim mempengaruhi jiwa mereka dan mencegah mereka dari mendapatkan
kenikmatan tidur dan nikmatnya memakan dan nikmatnya kehidupan.
Orang-orang yang baik itu datang dan berniat kepada Rasul saw untuk
membela beliau menolongnya dan melindunginya serta siap untuk mati di
jalannya. Mereka datang setelah hati mereka diliputi oleh Islam dan
mereka memberikan segala sesuatu untuk dakwah yang baru; mereka datang
sebagai pencinta-pencinta kebenaran.
Kitab-kitab hadis yang suci meriwayatkan apa yang terjadi pada baiat
'Aqabah al-Kubra. Dalam kitab tersebut dikatakan bahawa Abbas Ibnu Abdul
Muthalib datang bersama Nabi dan saat itu ia masih berada dalam agama
kaumnya. Ia ingin menyelesaikan urusan anak pamannya. Ketika ia duduk
dan berbicara, ia mengatakan suatu pernyataan yang mengisyaratkan bahawa
Muhammad saw mendapatkan kemuliaan dari kaumnya dan kekuatan di
negerinya tetapi ia enggan dan memilih untuk bergabung bersama kalian
wahai penduduk Madinah. Jika kalian memenuhi janjinya dan melindunginya,
maka ambillah ia, namun jika kalian khawatir jika suatu saat nanti akan
mengkhianatinya, maka mulai dari sekarang biarkanlah ia di negerinya.
Kata-kata Abbas tersebut berasal dari fanatisme kesukuan dan ikatan
darah keluarga namun penduduk Madinah tidak begitu peduli dengan kalimat
Abbas itu kerana ia bukan termasuk dari agama mereka dan ia tidak
mengetahui tingkat cinta kepada Rasul saw yang mereka capai. Abbas bin
Abdul Muthalib menunggu jawapan dari penduduk Madinah. Lalu mereka
berkata kepadanya, "Kami telah mendengar apa yang engkau katakan, maka
berbicaralah ya Rasulullah, ambillah untuk dirimu dan Tuhanmu apa saja
yang engkau sukai."
Kita ingin mengamati jawapan sekelompok orang yang mukmin dari penduduk
Madinah ini sehingga Rasulullah saw berbicara. Jawapan yang dicari oleh
Abbas bin Abu Muthalib tersembunyi dalam pernyataan Nabi. Demikianlah
setelah Rasulullah saw mengucapkan kalimatnya, maka tidak keluar
penyataan apa pun. Cukup hanya Nabi yang berbicara dan mereka hanya
menaatinya. Mereka meminta kepada beliau agar mengambil pada dirinya dan
Tuhannya apa saja yang beliau sukai; mereka merasa tidak memiliki
apa-apa dan tidak memiliki keputusan. Nabi berbicara lalu beliau membaca
Al-Qur'an dan mengajak ke jalan Allah SWT. Kemudian beliau berbicara
tentang Islam dan beliau membaiat mereka agar membantu beliau sehingga
mereka pun membaiat kepadanya. Demikianlah terjadinya baiat 'Aqabah
al-Kubra.
Orang-orang yang terpilih oleh Allah SWT itu mengetahui bahawa sebentar
lagi mereka akan diajak untuk mengangkat senjata: mereka diajak untuk
mendapatkan kematian di bawah naungan pedang. Mereka menenangkan
Rasulullah saw bahawa beliau akan mendapati orang-orang yang sudah
terlatih dalam peperangan kerana mereka mewarisi dari datuk-datuk
mereka.
Salah seorang dari tujuh puluh orang itu menyebutkan masalah yang
penting. Abul Haitsyam berkata: "sesungguhnya di antara orang-orang
Madinah dan Yahudi terdapat suatu tali ikatan, maka mereka boleh jadi
akan memutuskannya lalu, apakah sikap yang harus kita ambil jika mereka
lakukan hal itu dan memusuhi orang-orang Yahudi," kemudian Allah SWT
menolong Nabi dan memenangkan atas kaumnya, lalu ia kembali kepada
mereka dan meninggalkan mereka di bawah kasih sayang orang-orang Yahudi.
Perhatikanlah bahawa pertanyaan tersebut berkisar pada kecintaan kepada
Nabi dan keinginan agar Nabi tetap bersama mereka selama perjalanan hari
dan bulan. Masalah yang dituntut oleh Abbas bin Abdul Muthalib secara
jelas adalah masalah perlindungan mereka kepada Nabi, di mana hal
tersebut tidak lagi diperdebatkan oleh orang-orang yang terpilih dari
penduduk Madinah. Namun masalah yang mereka inginkan adalah masalah
perlindungan Nabi dan keberadaan Nabi bersama mereka di Madinah.
Nabi tersenyum dan beliau mengatakan kalimat-kalimat yang justru
menekankan bahawa ikatan akidah lebih kuat daripada ikatan darah. Beliau
berkata: "Tetapi darah adalah darah dan kehancuran adalah kehancuran.
Aku dari kalian dan kalian dariku aku akan memerangi orang-orang yang
kalian perangi dan aku akan berdamai dengan orang- orang yang kalian
berdamai dengan mereka."
Akhirnya, penduduk Madinah pergi dan kembali ke negeri mereka. Kemudian
berita tentang baiat ini sampai ke telinga orang-orang Mekah dan para
tokoh musyrik, lalu mereka justru menambah penekanan kepada Rasulullah
saw dan kaum Muslim.
Para preman Mekah berkumpul di Darul Nadwah. Mereka menetapkan akan
mengambil sesuatu keputusan penting berkaitan dengan Nabi. Salah seorang
dari mereka mengusulkan agar beliau dibelenggu dengan besi lalu dibuang
di penjara sehingga beliau mati kelaparan. Sebahagian lagi mengusulkan
agar beliau dibuang dari Mekah dan diusir. Abu Jahal mengusulkan agar
mereka mengambil dari setiap keluarga dari keluarga- keluarga Quraisy
seorang pemuda yang kuat, kemudian setiap dari mereka diberi pedang yang
terhunus dan hendaklah mereka memukulkan pedang itu ke tubuh Nabi. Jika
mereka berhasil membunuhnya nescaya semua kabilah bertanggungjawab
terhadap darah sang Nabi dan Bani Hasyim tidak akan mampu menuntut dan
memerangi orang Arab semuanya dan mereka akan menerima diat sebagai
tebusan dari pembunuhan itu. Demikianlah persekongkolan itu digelar dan
mereka sepakat untuk melaksanakan hal itu. Namun Al-Qur'an al-Karim
menyingkap persekongkolan yang dilakukan orang-orang kafir itu dalam
firman-Nya:
"Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir memikirkan tipu daya
terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau
mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baih
Pembalas tipu daya." (QS. al-Anfal: 30)
Allah SWT mewahyukan kepada Nabi-Nya agar ia berhijrah. Lalu Nabi mulai
menyiapkan sarana-sarana untuk hijrahnya. Beliau menyembunyikan urusan
tersebut bahkan beliau tidak memberitahu sahabat yang akan menemaninya.
Rasulullah saw menyewa seorang penunjuk jalan yang pengalaman yang
mengenal padang gurun seperti mengenal garis-garis tangannya. Yang
menghairankan penunjuk jalan itu adalah seorang musyrik. Demikianlah
Nabi meminta bantuan kepada orang yang ahli tanpa memperhatikan
keyakinannya.
Kemudian datanglah malam pelaksanaan kejahatan itu. Rasulullah saw
memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidumya di malam
tersebut. Datanglah pertengahan malam dan Rasulullah saw pun keluar dari
rumahnya. Para pemuda Mekah mengepung rumah. Mereka menghunuskan
pedangnya. Nabi menggenggam tanah lalu beliau melemparkannya ke arah
kaum sehingga mereka pun merasa kantuk sehingga Nabi saw dapat menembus
kepungan mereka. Beliau keluar dari Mekah dan berhijrah. Dengan langkah
yang diberkati ini, kaum Muslim menanggali tahun-tahun mereka.
Tahun dalam Islam adalah tahun Hijrah, sedangkan kaum Masihi menanggali
tahun mereka dengan kelahiran Isa dan ini disebut dengan tahun Masihi.
Adapun tahun-tahun Islam, maka ia ditanggali pertama kalinya saat
Rasulullah saw keluar berhijrah di jalan Allah SWT. Hijrah Rasul bukan
hanya lari dari penindasan tetapi lari dari kebekuan; hijrah tersebut
bukan keluar dari keamanan tetapi keluar dari bahaya. Islam di Mekah
hanya dapat mempertahankan dirinya tetapi ketika ia keluar ke Madinah ia
mempertahankan dirinya ketika menyerang. Dan selama beberapa tahun masa
yang dihabiskan di Mekah, tak seorang dari kaum Muslim yang mengangkat
senjata. Ketika mereka keluar ke Madinah, mereka mulai membawa senjata
dan mulai menyalakan obor peperangan. Islam mulai membawa senjata
sebagaimana luka akan sembuh dengan syarat jika diubati. Nabi saw
mengetahui bahawa Islam tidak akan menghabiskan usianya hanya untuk
melawan serangan pada dirinya; Islam ingin tersebar; Islam ingin
mendirikan negaranya yang pertama yaitu suatu negara yang belum pernah
dikenal di muka bumi negara seperti itu. Negara yang mencapai keadilan,
kasih sayang, dan idealisme yang begitu luar biasa di mana hukum Allah
SWT ditegakkan dan kehormatan manusia benar-benar
dijaga.
Inilah kedalaman hijrah yang mengesankan yaitu pendirian negara Islam
setelah sebelumnya membangun individu masyarakat Muslim. Setelah Rasul
saw membangun masyarakat Muslim dan membangun masjid, maka beliau
membangun suatu negara Islam. Selanjutnya, sayap-sayap dakwah mengepak.
Kami kira pembaca tidak akan bertanya, apa gunanya pembangunan masjid
ditingkatkan sementara Islam masih mengalami penindasan di muka bumi.
Kami kira pembaca lebih pintar daripada orang yang tidak mengetahui
bahawa masjid yang dibangun Rasulullah saw di Madinah bukan tempat
peristirahatan dari keletihan, tetapi masjid merupakan pusat dari
kepemimpinan pergerakan Islam dan kepemimpinan menuju peperangan Islam.
Manusia mandi di masjid dengan cahaya Allah SWT setelah itu mereka mandi
di kancah peperangan dengan darah mereka. Pertanyaannya adalah,
siapakah di antara mereka yang akan terbunuh di jalan Allah SWT sebelum
saudaranya? Demikianlah perlumbaan dalam perbaikan terjadi di antara
mereka. Dengan cara demikianlah Islam tersebar.
Sementara itu, Nabi berlindung di suatu gua; di gunung yang bernama
Tsur. Beliau masuk ke gua itu bersama sahabatnya Abu Bakar. Dan orang-
orang musyrik pergi menyusul beliau dengan membawa pedang mereka. Lalu
mereka sampai ke gunung itu. Abu Bakar berkata kepada Rasul saw dengan
keadaan gelisah, "seandainya salah seorang mereka melihat di bawah
kakinya nescaya mereka akan melihat kita."
Dengan tenang, Rasulullah saw menepis kegelisahan Abu Bakar dan berkata:
"Wahai Abu Bakar apa yang kamu kira dengan dua orang yang ada di tempat
yang sepi sementara Allah SWT menjadi ketiga di antara mereka?" Sebelum
Rasulullah saw mengakhiri kalimatnya, terdapat laba- laba yang selesai
dari menenun rumahnya di atas pintu gua. Kitab-kitab sejarah mengatakan
bahawa kaum musyrik mengikuti jejak sang Nabi sehingga mereka sampai di
gunung Tsur lalu di situlah mereka mengalami kebingungan. Mereka mendaki
gunung dan mendaki gua itu. Lalu mereka melihat di atas pintu gua itu
terdapat tenunan laba-laba. Mereka mengatakan, seandainya seseorang
masuk di dalamnya nescaya tidak akan terdapat tenunan laba-laba di atas
pintunya. Beliau tinggal di gua itu selama tiga malam.
Demikianlah keimanan tenunan laba-laba yang lembut dimenangkan atas
ketajaman pedang kaum musyrik sehingga Nabi bersama sahabatnya pun
selamat. Kini, kedua orang itu menuju Madinah. Dan Madinah pun menyambut
mereka. Ketika Rasulullah saw dan sahabatnya memasuki Madinah,
mula-mula masyarakat tidak mengenal siapa di antara mereka yang menjadi
Rasul kerana saking baiknya sikap Rasul terhadap sahabatnya. Akhirnya,
Nabi menerangi kota Madinah. Beliau membangun masjid dan mendirikan
negaranya serta memerangi musuh-musuhnya dan tersebarlah Islam dan Mekah
pun ditaklukkan dan Baitul Haram disucikan.
Beliau menanamkan dalam akal dan hati suatu cahaya yang tidak akan
pernah padam. Kemudian berlangsunglah sepuluh tahun yang dilewatinya di
Madinah di mana beliau tidak menggunakannya untuk berleha-leha. Demikian
juga selama masa tiga belas tahun yang beliau lalui di Mekah, beliau
pun tidak mendapatkan istirahat yang cukup. Semua kehidupan beliau hanya
untuk Allah SWT dan hanya untuk Islam. Beban berat yang dipikul oleh
punggung beliau yang mulia lebih berat dari beban yang dipikul oleh
gunung. Meskipun beliau seorang diri, tetapi beliau mampu memikul amanat
yang pernah Allah SWT tawarkan kepada langit dan bumi serta gunung
namun mereka pun enggan untuk memikulnya. kerana mereka menyedari bahawa
mereka tidak akan mampu memikulnya. Lalu datanglah beliau dan beliau
pun mampu memikul amanat itu dan melaksanakannya secara sempurna. Yaitu
amanat untuk menyampaikan agama
Allah SWT; amanat untuk menyucikan akal manusia dari polusi khayalisme
dan khurafatisme: amanat yang mewarnai kehidupan dengan hanya sujud
kepada Allah SWT.
Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw suatu arus dari gambar-
gambar hidup: bagaimana saat beliau memasuki Madinah. Lewatlah di
hadapan akal beberapa memori dan nostalgia: bagaimana wahyu yang turun
kepadanya dengan membawa risalah di gua Hira, kemudian berubahlah
pandangan dan bertiuplah angin kebencian kepadanya, bahkan angin itu
membawa pasir-pasir tuduhan-tuduhan yang dilemparkan ke wajah suci
beliau. Beliau berdiri sambil tersenyum dan hatinya dipenuhi dengan
kesedihan di hadapan gelombang gurun dan kesendirian serta badai
kesengsaraan. "Wahai manusia, tiada Tuhan selain Allah SWT. Demikianlah
kalimat yang beliau katakan. Meskipun kalimat itu tampak sederhana namun
ia mampu membangkitkan dunia. Dan bergeraklah patung-patung yang begitu
banyak yang memenuhi kehidupan dan mereka membekali dirinya dengan
kegelapan dan kebencian yang dialamatkan kepada sang Nabi. Para
pembesar. para penguasa, wang, emas, serta kebencian dan kedengkian
syaitan yang klasik dan banyaknya orang-orang munafik, semua ini menjadi
musuh nyata sang Nabi pada saat beliau mengatakan "tiada Tuhan selain
Allah SWT." Nabi mengingat kembali Waraqah bin Nofel ketika menceritakan
kepadanya apa yang terjadi dan apa yang dialami beliau di gua Hira.
Tidakkah ia mengatakan kepadanya bahawa kaumnya akan mengusirnya?
Hari-hari hijrah sangat panjang dan berat. Matahari sangat dekat dengan
kepala dan rasa panas sangat mencekik tenggorokan dan rasa pusing-
pusing pun semakin meningkat. Setelah hijrah, Nabi memasuki Madinah.
Beliau disambut oleh kaum Anshar dengan sambutan luar biasa. Beliau
datang sendirian lalu mereka menolongnya; beliau datang dalam keadaan
takut lalu mereka mengamankannya; beliau datang dalam keadaan lapar lalu
mereka memberinya makanan; beliau datang dalam keadaan terusir lalu
mereka memberikan perlindungan.
Bangunan Islam mulai ditancapkan di Madinah. Beliau mulai membangun
negaranya setelah beliau membangun sumber daya manusia Islam yang
tangguh. Yang pertama kali dibangunnya adalah sumber daya Islam, setelah
itu beliau baru membangun negara. Tidak ada nilai yang bererti dari
satu sistem yang hanya berdasarkan prinsip-prinsip besar yang tidak
lebih dari sekadar tinta di atas kertas. Penerapan prinsip-prinsip
adalah tolok ukur final dari nilai apa pun yang diperlakukan di dunia.
Dan Islam telah berhasil menerapkan pada masa-masa pertamanya suatu
sistem yang belum pernah dikenal dalam kehidupan manusia suatu sistem
seperti itu. Yaitu sistem yang menunjukkan keadilan, persaudaraan, dan
kasih sayang yang mengagumkan. Hal yang pertama kali dilakukan
Rasulullah saw adalah membangun masjid di mana di situlah unta yang
ditungganginya berhenti. Masjid itu tampak sederhana. Tikarnya terdiri
dari pasir-pasir dan batu-batu. Tiangnya terbuat dari batang-batang
kurma. Barangkali ketika turun hujan, maka
tanahnya akan menjadi lumpur kerana mendapat siraman air hujan. Mungkin
ketika angin bertiup dengan kencang, maka ia akan mencabut sebahagian
dari atapnya.
Di bangunan yang sederhana ini, Rasulullah saw mendidik generasi Islam
yang tangguh yang dapat menghancurkan orang-orang yang lalim dan para
penguasa yang bejat dan mereka mampu mengembalikan kebenaran ke
singgahsananya yang terusir dan terampas. Mereka mampu menyebarkan Islam
di muka bumi. Masjid itu tampak kecil dan sederhana sekali tetapi ia
dipenuhi dengan kebesaran; masjid itu tidak menunjukkan kemewahan sama
sekali. Di dalamnya Al-Qur'an dibaca lalu orang-orang yang mendengarnya
menganggap bahawa mereka benar dan mendapatkan perintah harian untuk
menerapkan dan melaksanakan apa- apa yang mereka dengar.
Al-Qur'an dibaca di masjid bukan seperti nyanyian yang orang-orang duduk
akan merasa terpengaruh dengan keindahan nyanyian dan suara pembaca.
Dan masjid di dalam Islam bukanlah tempat satu-satunya untuk ibadah.
Menurut kaum Muslim semua bumi adalah masjid namun masjid adalah simbol
peradaban yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, sebagaimana ia
menyuarakan ilmu, kebebasan dan persaudaraan.
Semua Nabi berbicara tentang persaudaraan dan mengajak kepadanya dengan
ribuan kata-kata. Sedangkan Rasulullah saw telah mewujudkan persaudaraan
itu secara praktis, yakni ketika karakter masyarakat saat itu
mencerminkan Al-Qur'an. Nabi mulai mempersaudarakan kaum muhajirin dan
Anshar di mana sahabat Anshar Sa'ad bin Rabi', seorang kaya dari Madinah
dipersaudarakan dengan Abdul Rahman bin 'Auf, seorang yang berhijrah
dari Mekah. Sa'ad berkata kepada Abdul Rahman: "Sesungguhnya, tanpa
bermaksud sombong, aku memang memiliki harta yang banyak daripada kamu.
Aku telah membagi hartaku menjadi dua bahagian dan sebahagiannya aku
peruntukan bagimu. Lalu aku mempunyai dua orang wanita, maka lihatlah
siapa di antara mereka yang mampu memikatmu sehingga aku menceraikannya
lalu engkau dapat menikahinya." Abdul Rahman bin 'Auf menjawab:
"Mudah-mudahan Allah SWT memberkatimu, keluargamu, dan hartamu. Di
manakah pasar yang engkau berdagang di dalamnya?"
Abdul Rahman bin 'Auf keluar menuju ke pasar untuk bekerja. Ia kembali
dan membawa sesuatu yang dapat dimakannya. Ia menolak dengan lembut
sikap baik Sa'ad dan kedermawanannya. Ia bersandar pada keimanan kepada
Allah SWT dan lebih memilih untuk bekerja dan membanting tulang. Tidak
berlalu hari demi hari kecuali ia tetap bekerja sehingga ia mampu untuk
membekali dirinya dan melaksanakan pernikahan.
Demikianlah masyarakat Islam terbentuk dan menampakkan identitinya
berdasarkan cinta, kebebasan, musyawarah, dan jihad. Pekerjaan menurut
Islam bukan suatu penderitaan untuk mendapatkan roti atau potongan
daging sebagaimana dikatakan peradaban kita masa kini, tetapi pekerjaan
dalam Islam melebihi ruang lingkup materi ini dan menuju puncak yang
lebih tinggi:
"Dan katakanlah: 'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu. " (QS. at-Taubah: 105)
Kesedaran bahawa apa yang kita kerjakan akan di lihat oleh Allah SWT
menjadikan pekerjaan itu mendapat cita rasa yang lain. Yaitu suatu rasa
yang melampaui nikmatnya memakan roti dan daging. Setelah bekerja,
datanglah cinta. Cinta dalam Islam bukan hanya perasaan yang menetap
dalam hati dan tidak diwujudkan oleh suatu perbuatan; cinta dalam Islam
merupakan langkah harian yang akan mengubah bentuk kehidupan di sekitar
manusia menuju yang lebih tinggi dan mulia.
Seorang Muslim mencintai Tuhannya Pencipta alam semesta dan mencintai
Rasulullah saw dan mencintai kaum Muslim dan orang-orang yang berdamai
dengan orang-orang Muslim, meskipun keyakinan mereka berbeza dengannya.
Bahkan seorang Muslim mencintai makhluk secara keseluruhan: ia mencintai
anak-anak, haiwan, bunga, pasir dan gunung bahkan benda-benda mati pun
mendapat cinta dari seorang Muslim. Seorang Muslim jika dia benar-benar
seorang Muslim akan merasakan cinta yang dialami oleh Nabi Daud terhadap
alam dan lingkungan di sekitarnya. Ini adalah perasaan sufi yang
tinggi. Seorang Muslim akan mewarisi cinta yang sebenarnya seperti yang
diwarisi Nabi Isa terhadap lingkungan yang baik yang ada di sekitarnya
di mana ketika Nabi Isa melihat tubuh anjing yang mati, maka Nabi Isa
tidak melihat selain keputihan giginya.
Demikianlah cinta yang tersebar dalam kehidupan kaum Muslim di mana
cinta itu pun tertuju kepada binatang dan benda-benda mati. Cinta
demikian ini tidak akan terwujud dengan suatu keputusan dan tidak
ditetapkan dengan suatu undang-undang, tetapi cinta itu datang biasanya
akibat dari kepuasaan akal dan hati dengan adanya kepemimpinan besar
yang hati cenderung kepadanya dan akal mengambil darinya. Dan yang
dimaksud dengan kepemimpinan besar tersebut adalah keberadaan sang Nabi.
Beliau adalah cermin terbesar dari tingkat cinta yang tertinggi. Beliau
adalah seorang yang paling banyak berbuat demi Islam dan paling banyak
sedikit mengharapkan balasan darinya. Meskipun beliau seorang pemimpin
namun beliau hidup dalam kesederhanaan. Beliau adalah seorang tentera
yang paling sederhana. Tempat tidurnya bersih tetapi kasar, dan rumahnya
tidak menampakkan kesibukan yang di dalamnya memasak berbagai macam
hidangan. Beliau justru menyiapkan hidangan yang sangat sederhana.
Makanan utama beliau adalah roti kering yang dicampur dengan minyak.
Keinginan besar beliau adalah tersebarnya dakwah Islam.
Kaum Muslim menyedari bahawa kesempurnaan Islam tidak akan terwujud
kecuali ketika cinta Allah SWT dan Rasul- Nya lebih didahulukan daripada
cinta diri sendiri, cinta kepada wanita, cinta kepada anak,
kepentingan, kekuasaan, kehidupan, dan apa saja yang tidak ada
hubungannya dengan Allah SWT dan Rasul-Nya. Demikianlah kaum Muslim
sangat mencintai pemimpin mereka lebih dari kehidupan peribadi mereka.
Di samping pekerjaan dan cinta tersebut, didirikanlah pemerintahan Islam
yang berdasarkan kaedah-kaedah kebebasan, musyawarah dan
jihad.
Kebebasan dalam Islam bukan sekadar perhiasan yang dilekatkan kepada
tubuh Islam tetapi ia merupakan tenunan dari sel-sel yang hidup itu.
Allah SWT telah membebaskan kaum Muslim dari penyembahan selain
dari-Nya. Dengan demikian, runtuhlah semua belenggu yang hinggap di atas
akal, hati, dan masyarakat. Seorang Muslim memiliki - dalam Islam -
suatu kebebasan yang diberikan kepadanya agar ia melihat sesuatu dengan
akalnya dan mendebat segala sesuatu dengan akalnya. Dan hendaklah ia
merasa puas dengan sesuatu yang dapat menenteramkan hatinya. Kebebasan
dalam Islam bukan kebebasan mutlak yang menjurus kepada anarkisme dan
diskriminasi tetapi kebebasan dalam Islam adalah kebebasan yang
bertanggungjawab.
Dalam ruang lingkup nas-nas yang pasti yang terdapat dalam Al-Qur'an
atau sunah tidak ada kebebasan di hadapan orang Muslim selain kebebasan
untuk berlumba-lumba untuk menerapkan apa yang mereka fahami. Selain
itu, seorang bebas sampai tidak terbatas, dan pintu ijtihad tetap
terbuka sampai tidak ada batasnya, kerana pintu ijtihad adalah akal dan
menutup pintu ijtihad yakni menutup akal dan itu bererti akan membawa
kematian baginya. Islam tidak menerima orang-orang yang mati akalnya
atau mengalami kemunduran; Islam pada hakikatnya memperlakukan manusia
dari sisi akal dan hati.
"Adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahawa yang tidak mempunyai
kekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki untuk
membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang
kafir." (QS. al-Anfal: 7)
Orang-orang Islam kerana kekafiran mereka dan kebutuhan mereka serta
situasi ekonomi yang memburuk, mereka ingin bertemu dengan pasukan yang
tidak bersenjata; mereka ingin bertemu dengan kafilah yang kaya, bukan
pasukan yang bersenjata; mereka membutuhkan harta untuk menyebarkan
dakwah. Namun Allah SWT menginginkan mereka dengan keadaan seperti itu
agar mereka berhadapan dengan pasukan kafir dan agar mereka mampu
memutus tali kekuatan orang-orang kafir sehingga kebenaran akan menang.
Keluarlah orang-orang Muslim dalam peperangan Badar dengan membayangkan
bahawa mereka akan mendapatkan keuntungan dan kesenangan dengan banyak
mengambil ganimah. Namun Allah SWT menginginkan terjadinya peperangan
yang berat, di mana itu berakibat pada jatuhnya tokoh-tokoh kaum kafir
Mekah sebagai korban darinya dan agar Madinah dapat menahan penderitaan
dan kefakiran yang dialaminya. Seharusnya pengikut Islam tidak
membayangkan untuk mengambil keuntungan tetapi ia justru harus memberi
kepadanya.
Nabi mengetahui sebagai pemimpin pasukan ia harus mengingatkan
pasukannya bahawa mereka akan menemui kesulitan dan penderitaan, dan
bukan masalah sepele seperti yang mereka bayangkan. Nabi bermusyawarah
dengan sahabat-sahabat. Beliau berbincang-bincang dengan Abu Bakar
Shidiq, Umar bin Khattab, dan Miqdad bin Amr. Lalu mereka semua sepakat
untuk terus melakukan peperangan apa pun hasilnya dan apa pun
pengorbanan yang harus dilakukan.
Kemudian Rasulullah saw berkata: "Wahai para sahabat, tunjukkanlah diri
kalian." Rasulullah saw mengisyaratkan kepada kaum Anshar. Rasulullah
saw khawatir jika mereka memahami bahawa baiat yang terjadi di antara
mereka yang berisi agar mereka melindungi beliau jika beliau diserang di
Madinah saja, dan memang pasal-pasal dari baiat itu mendukung hal itu.
Tidakkah mereka mengatakan kepada beliau: "Ya Rasulullah, kami tidak
akan bertanggungjawab kepadamu sehingga engkau sampai di negeri kami.
Jika engkau sampai di negeri kami, maka kami akan bertanggungjawab untuk
melindungimu."
Majoriti pasukan terdiri dari orang-orang Anshar, maka Rasulullah saw
ingin mengetahui keputusan majoriti tentera sebelum dimulainya
peperangan. Kaum Anshar mengetahui bahawa Rasul saw ingin mengetahui
pendapat kaum Anshar. Oleh kerana itu, Sa'ad bin 'Auf berkata: "Demi
Allah, seakan-akan engkau menginginkan kami ya Rasulullah." Nabi
menjawab, "benar." Kemudian kaum Anshar menyatakan apa yang mereka
rasakan.
Mendengar pernyataan kaum Anshar itu hilanglah kekhuatiran dan ketakutan
Nabi, bahkan beliau bergembira dan wajahnya berseri-seri. Rasulullah
saw telah mendidik mereka berdasarkan Islam dan Islam tidak mengenal
pasal-pasal perjanjian namun ia justru tenggelam dalam esensinya dan
kedalamannya yang jauh. Kaum Anshar meyakinkan Nabi bahawa mereka
benar-benar beriman kepadanya, mencintainya dan akan mendengarkan apa
saja yang beliau katakan serta akan benar-benar mentaati beliau.
Sa'ad bin Mu'ad berkata: "Ya Rasulullah, lakukanlah apa yang engkau
inginkan dan kami akan bersamamu. Demi Zat yang mengutusmu dengan
kebenaran, seandainya engkau membelah lautan lalu engkau menyelam di
dalamnya nescaya kami akan menyelam bersamamu dan tidak ada seseorang
pun di antara kami yang akan meninggalkanmu." Demikianlah keteguhan kaum
Anshar. Kalimat tersebut menetapkan peperangan paling penting dan
paling berbahaya dalam sejarah Islam.
Perasaan kaum Anshar dan Muhajirin dalam pasukan Rasul saw sangat
berbeza dengan perasaan Nabi Musa ketika mereka mengatakan kepadanya,
"pergilah engkau wahai Musa bersama Tuhanmu dan berperanglah,
sesungguhnya kami di sini hanya duduk-duduk saja." Namun kaum Muslim
menyatakan bahawa seandainya Rasul saw memerintahkan mereka untuk
melalui lautan dengan berjalan kaki di atas ombaknya nescaya mereka akan
melakukan hal itu walaupun berakibat pada tenggelamnya mereka dan
kematian mereka dan tak seorang pun yang akan menentang perintah Rasul
saw tersebut.
Akhirnya, kaum Muslim bersiap-siap untuk memasuki kancah peperangan lalu
mereka membuat khemah-khemah yang di situ ditentukan tempat
peristirahatan dan pergerakan tentera Islam. Tempat itu ditentukan oleh
Rasul saw. Allah SWT membiarkan Rasul-Nya melakukan kesalahan dalam
memilih tempat sehingga itu akan dapat menjadi pelajaran bagi kaum
Muslim dalam kaedah umum dari kaedah-kaedah peperangan yaitu sikap
pemimpin pasukan untuk mengambil suatu kebijakan yang penting yang
berdasarkan pengalaman. Kemudian datanglah Habab bin Mundzir kepada
Rasulullah saw dan bertanya kepadanya, "apakah tempat yang kita jadikan
sebagai pusat pergerakan tentera kita merupakan pilihan dari Allah SWT
dan Rasul-Nya hingga kita tidak dapat mendahuluinya dan mengakhirinya
yakni kita tidak dapat memberikan pendapat kita ataukah itu hanya
masalah yang bersifat teknik yakni itu terserah pada pendapat kita dan
sesuai kebijakan saat perang dan ia merupakan tipu daya semata?"
Rasulullah saw berkata: "Tetapi itu adalah pendapat peribadi,
peperangan, dan tipu daya." Habab berkata: "Ya Rasulullah ini adalah
tempat yang tidak tepat." Sahabat yang sarat pengalaman ini memilih
tempat di mana pasukan Madinah dapat minum darinya sedangkan pasukan
Mekah tidak dapat mengambil darinya. Kemudian berpindahlah pasukan
Muslim menuju tempat yang telah ditentukan oleh pengalaman militer.
Sampailah pasukan Mekah di mana jumlah mereka mendekati seribu tentera
dan mereka akan berhadapan dengan tiga ratus tujuh belas pasukan Muslim.
Pasukan Quraisy berada di tempat yang jauh dari lembah.
Pasukan kafir terdiri dalam perang Badar dari pemuka-pemuka Quraisy dan
pahlawan-pahlawan mereka, sedangkan pasukan Muslim terdiri dari
keluarga-keluarga, ipar-ipar dan keluarga dekat dari pasukan kafir.
Allah SWT telah menentukan agar seorang anak bertemu dengan ayahnya,
saudara bertemu dengan sesama saudara dan sesama ipar bertemu di medan
peperangan. Mereka semua dipisahkan dengan suatu prinsip di mana mereka
ditentukan oleh pedang. Akhirnya, peperangan Badar pun terjadi dan
kaedah utama adalah kaedah persaudaraan sesama Muslim. Dan ketika
pasukan Muslim berpegang teguh di atas dasar Islam, maka pasukan kafir
mulai terpecah belah namun keadaan tersebut mereka sembunyikan.
Lalu 'Utbah bin Rabi'ah berbicara di tengah-tengah pasukan Mekah dan
mengajak mereka untuk menarik kembali dari peperangan. 'Utbah memberikan
pernyataan sesuai dengan tuntutan akal sehat, "wahai orang-orang
Quraisy demi Allah, jika kalian harus memerangi Muhammad, maka kalian
akan menyesal kerana kita berhadapan dengan saudara- saudara kita
sendiri. Boleh jadi kita akan membunuh anak paman kita, atau salah
seorang dari kerabat kita. Mengapa kalian tidak membiarkannya saja?"
Kalimat yang rasional tersebut cukup menggoncangkan pasukan Mekah.
Sebahagian tentera merasa puas dengan pernyataan tersebut kerana mereka
melihat bahawa tidak ada gunanya peperangan itu. Namun ke*****an justru
memadamkan kalimat yang rasional itu. Abu Jahal menuduh bahawa yang
mengucapkan kata-kata adalah orang yang penakut. Kemudian Abu Jahal
lebih memilih pendapatnya untuk menetapkan terus memerangi kaum Muslim.
Pemimpin pasukan kafir yaitu Abu Jahal mengetahui bahawa Muhammad tidak
pernah berbohong. Kitab-kitab sejarah menceritakan bahawa Akhnas bin
Syuraif menyendiri dalam perang Badar bersama Abu Jahal sebelum
terjadinya peperangan tersebut dan bertanya kepadanya, "wahai Abul
Hakam, tidakkah engkau melihat bahawa Muhammad pernah berbohong? Abul
Hakam menjawab: "Bagaimana mungkin ia berbohong atas Allah, sedangkan
kami telah menamainya al-Amin (orang yang dapat dipercayai)." Peperangan
tersebut bukan sebagai usaha untuk mendustakan Rasul saw tetapi itu
hanya semata-mata untuk menjaga kepentingan-kepentingan sesaat dan
keadaan ekonomi. Demikianlah orang-orang kafir mempertahankan nilai yang
paling rendah yang ada di muka bumi yang juga dipertahankan oleh
binatang, sementara kaum Muslim justru mempertahankan nilai yang paling
tinggi di bumi dan di langit yang ikut serta di dalamnya para malaikat.
Kemudian datanglah waktu malam menyelimuti dua kubu. Tiga ratus tentera
yang mukmin sudah bersiap-siap dan mendekati seribu tentera musyrik.
Orang-orang musyrik datang dengan menunggangi tunggangan mereka dan
tampak mereka memiliki persenjataan yang lengkap, sedangkan setiap orang
Muslim datang di atas satu kenderaan. Pakaian yang dipakai orang-orang
musyrik tampak masih baru dan pedang-pedang mereka tampak mengilat serta
baju besi yang mereka gunakan sangat unggul dan kuat. Alhasil, mereka
memiliki persiapan yang sangat mengagumkan sedangkan pakaian yang
dipakai orang-orang Muslim tampak sudah usang dan pedang-pedang kuno pun
mereka gunakan dan baju besi yang mereka gunakan tampak tidak sempurna.
Nabi melihat keadaan pasukannya lalu hati beliau tampak sedih melihat
pasukan tersebut. Beliau berdoa kepada Tuhannya: "Ya Allah, Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang lapar, maka kenyangkanlah mereka. Ya
Allah, sesungguhnya mereka adalah orang- orang yang tanpa alas kaki,
maka tolonglah mereka. Ya Allah, Sesungguhnya mereka adalah orang-orang
yang tidak berpakaian, maka berilah mereka pakaian."
Kemudian rasa kantuk menghinggapi mata kedua pasukan lalu mereka
beristirahat di tengah-tengah malam. Jatuhlah hujan kecil yang membuat
tempat itu basah sehingga kelembapan mengitari kaum Muslim. Hujan
tersebut membasuh tanah perjalanan dan menghilangkan debu- debu
kepayahan serta menyucikan hati dan membangkitkan kepercayaan atas
kemenangan dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu
penenteram dari-Nya, dan Allah menurunkan hujan dari langit untuk
menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu
gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh
dengannya telapak kaki(mu)." (QS. al-Anfal: 11)
Datanglah waktu pagi di Badar lalu kaum Quraisy mulai menyerang, lalu
Nabi memerintahkan pasukan Muslim untuk bertahan. Rasulullah saw
bersabda: "Jika musuh mengepung kalian, maka usirlah mereka dengan panah
dan janganlah kalian menyerang mereka sehingga kalian diperintahkan."
Demikianlah ketetapan militer yang sangat jitu yang bererti hendaklah
kaum Muslim membentengi mereka di tempat-tempat mereka agar orang-orang
musyrik mendapatkan kerugian dari serangan yang mereka lakukan. Kita
mengetahui dari ilmu militer saat ini bahawa seorang yang menyerang
memerlukan tiga atau tiga kali lipat dari jumlah yang biasa dilakukan
sehingga serangannya betul-betul efektif; kita mengetahui bahawa jumlah
pasukan musyrik tiga kali lipat dibandingkan dengan tentera Muslim. Kaum
musyrik di lihat dari segi jumlah sangat memadai untuk memenangkan
peperangan, dan persenjataan mereka lebih lengkap dari persenjataan kaum
Muslim. Jumlah haiwan yang mereka miliki pun sama dengan jumlah mereka,
sedangkan tiap tiga orang Muslim berperang di atas satu tunggangan.
Keadaan saat itu sangat menguntungkan kaum musyrik. Tanda-tanda
kemenangan tampak menyertai bendera kaum musyrik, tetapi kemenangan
peperangan bukan kerana kebesaran jumlah pasukan dan persenjataan yang
lengkap. Terkadang peperangan justru dimenangkan oleh unsur spirituil
yang tidak kelihatan. Spirituil tentera dan keimanannya tentang
persoalan yang dipertahankannya serta keinginannya untuk mendapatkan dua
kebaikan: kemenangan atau kematian dan hasratnya yang tinggi untuk
meneguk madu syahadah, semua itu dapat mengubah seorang tentera menjadi
makhluk yang tidak terkalahkan. Boleh jadi ia akan merasakan kematian
tetapi jauh dari kekalahan. Demikianlah keadaan pasukan Muslim.
Sementara itu debu-debu berterbangan di atas kepala pasukan yang
bertempur dan kaum Muslim mencurahkan tenaga yang keras dalam peperangan
itu. Ketika dua pasukan saling bertemu dan bertempur, Nabi saw melihat
mereka, lalu Nabi saw menyaksikan pasukannya terjepit. Pasukan yang
berjumlah sedikit dengan persenjataan yang tidak lengkap itu kini
ditekan oleh orang kafir. Dalam keadaan demikian, Nabi saw meminta
pertolongan kepada Tuhannya: 'Ya Allah, kirimkanlah bantuan dan
pertolongan-Mu. Ya Allah, wujudkanlah janji-Mu kepadaku. Ya Allah, jika
kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di
muka bumi." Renungkanlah, bagaimana kesedihan Nabi saat terjadi
peperangan itu. Oleh kerana itu, kita dapat memahami mengapa Nabi saw
meminta agar pasukannya dimenangkan.
Pemimpin pasukan tertinggi Muhammad bin Abdillah keluar berperang di
jalan Allah SWT dan saat ini kematian sedang mengitari kaum Muslim, lalu
apa yang difikirkan oleh Nabi saw pada keadaan yang sulit tersebut?
Pemikiran Nabi saw melebihi hal yang sekarang dan menuju pada hal yang
akan datang, dan yang menjadi fokus Nabi adalah penyembahan Allah SWT di
muka bumi: "Ya Allah, jika kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak
akan disembah setelahnya di muka bumi."
Nabi tidak terlalu mengkhuatirkan kehancuran kaum Muslim kerana Nabi
justru mengkhuatirkan sesuatu yang lebih besar dari itu. Yang beliau
khuatirkan adalah penyembahan kepada Allah SWT akan berhenti di muka
bumi. Oleh kerana itu, Nabi meminta tolong kepada Tuhannya dan
mengingatkan kembali kepada Tuhannya dan Allah SWT lebih tahu dari hal
itu. Kemudian turunlah bala tentera malaikat yang dipimpin oleh Jibril.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu
diperkenankan-Nya bagimu: 'Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala
bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.'
Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bantuan itu), melainkan sebagai
khabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram kerananya. Dan
kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana." (QS. al-Anfal: 9-10)
Setelah itu Nabi saw menghampiri sahabat Abu Bakar dan berkata:
"Sampaikan berita gembira wahai Abu Bakar, sesungguhnya telah datang
kepadamu bantuan dari Allah SWT."
Turunnya para malaikat merupakan cara untuk meneguhkan kaum Muslim dan
berita gembira kepada mereka. Mukjizat itu bukan terletak pada
penyertaan para malaikat dalam peperangan, namun melalui nas-nas
ditegaskan bahawa peranan malaikat tidak lebih dari sekadar membawa
berita gembira dan memberikan dukungan moril serta memenuhi hati dengan
ketenangan. Kami kira bahawa Allah SWT ingin agar para malaikat
menyaksikan manusia-manusia malaikat yang mempertahankan akidah tauhid.
Demikianlah Allah SWT mewahyukan kepada malaikat bahawa Dia bersama
mereka. Oleh kerana itu, hendaklah orang-orang yang beriman merasa
tenang dan kebenaran akan tertancap pada hati mereka sedangkan
orang-orang kafir pasti akan merasakan ketakutan.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat:
'Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang
yang telah beriman.' Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam
hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah
tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah kerana
sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barang siapa
menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras
seksaan-Nya. Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atasmu), maka
rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada
(lagi) azab neraka." (QS. al-Anfal: 12-14)
Lalu orang-orang kafir pun mengalami kekalahan. Setelah peperangan itu,
terbunuhlah tujuh puluh kafir dan tujuh puluh tawanan dari mereka dan
sebahagian pasukan melarikan diri. Runtuhlah tokoh-tokoh kebencian dan
kelaliman di peperangan tersebut. Hancurlahlah Abu Jahal, pemimpin
pasukan, dan pahlawan-pahlawan Mekah kini terkapar.
Rasulullah saw berdiri di depan bangkai-bangkai orang-orang kafir dan
berkata: "Wahai Utbah bin Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi'ah, wahai
Umayah bin Khalf, wahai Abu Jahal bin Hisam, apakah kalian menemukan apa
yang dijanjikan oleh tuhan kalian kepada kalian. Sungguh aku telah
menemukan apa yang dijanjikan Tuhanku." Orang-orang Muslim berkata: "Ya
Rasulullah, apakah engkau memanggil kaum yang sudah mati?" Rasulullah
berkata: "Kalian tidak mengetahui apa yang aku katakan kepada mereka,
tetapi mereka tidak mampu menjawab perkataanku." Rasulullah saw tinggal
tiga malam di Badar kemudian beliau kembali ke Madinah. Di depan beliau
terdapat tawanan-tawanan perang dan ganimah.
Kaum Muslim sangat menanggung beban berat dengan banyaknya tawanan
perang. Mula-mula Rasulullah saw bermusyawarah dengan sahabat Abu Bakar
dan Umar. Abu Bakar berkata: "Ya Rasulullah, mereka adalah keturunan
dari saudara-saudara dan keluarga, dan aku melihat lebih baik engkau
mengambil fidyah (tebusan) dari mereka sehingga apa yang engkau ambil
tersebut merupakan kekuatan bagi kita terhadap orang-orang kafir, dan
mudah-mudahan Allah SWT memberi petunjuk kepada mereka sehingga mereka
menjadi tulang punggung kita."
Kemudian Rasulullah saw menoleh kepada Umar bin Khattab sambil berkata,
"bagaimana pendapatmu wahai Ibnul Khattab?" Lelaki itu berkata: "Demi
Allah, aku tidak sependapat dengan apa yang dikatakan Abu Bakar tetapi
aku berpendapat, seandainya aku mampu untuk bertemu dengan salah seorang
kerabatku, maka aku akan memukul lehernya, dan seandainya Ali mampu
bertemu dengan keluarganya, maka ia pun akan memukul lehernya begitu
Hamzah sehingga Allah SWT mengetahui bahawa tidak ada di hati kita
kelembutan kepada kaum musyrik."
Pasukan Madinah dan pasukan Mekah terdiri dari keluarga-keluarga yang
terikat hubungan kekerabatan, namun kehendak Allah SWT menetapkan
terjadinya peperangan sesama keluarga: antara anak dan orang tuanya.
Umar menginginkan agar keadaan demikian terus berlanjut sehingga
orang-orang musyrik mengetahui bahawa Islam tidak ingin berdamai.
Kemudian Selesailah urusan itu dan terjadi peperangan di jalan Allah SWT
dan mengangkat senjata dan berperang adalah suatu kewajipan yang tiada
keraguan di dalamnya. Nabi saw menoleh kepada kaum Muslim dan mendapati
sebahagian besar mereka cenderung kepada pendapat Abu Bakar. Nabi saw
mengikuti pendapat majoriti saat itu. Pendapat majoriti salah dan hanya
Umar yang benar.
Ini adalah peperangan pertama yang dilalui oleh Islam. Hendaklah kaum
Muslim harus meninggalkan dorongan kemanusiaan mereka, yakni orang-
orang kafir harus dibunuh agar musuh-musuh Allah SWT mengetahui bahawa
Islam telah memilih darah. Allah SWT telah mendukung Umar bin Khattab
dalam Al-Qur'an sehingga Nabi saw dan Abu Bakar menangis ketika keduanya
menyedari kesalahan mereka pada hari berikutnya, lalu Umar memergoki
mereka dalam keadaan menangis dan ia bertanya, "apa yang menyebabkan
Rasulullah saw dan temannya di gua menangis?" Kemudian Rasulullah saw
membaca Al-Qur'an:
"Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat
melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi
sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang
telah terdahulu dari Allah, nescaya kamu ditimpa seksaan yang besar
kerana tebusan yang kamu ambil." (QS. al-Anfal: 67-68)
Kedua ayat itu mengatakan bahawa ini bukan saatnya melindungi para
tawanan dan berusaha untuk menebus mereka. Waktu Demikian belum saatnya.
Nabi tidak berhak memiliki tawanan kecuali jika ia telah melakukan
banyak peperangan dan banyak berjihad dan telah banyak membunuh dan
dakwahnya telah mapan.
Kedua ayat tersebut menyingkap tujuan di balik penebusan tawanan: "Kamu
menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala)
akhirat (untukmu)."
Demikianlah pemikiran yang mempertimbangkan keadaan-keadaan aktual yang
sulit. Itu adalah pemikiran yang bersifat taktik sebagaimana yang kita
ungkapkan dalam istilah moden dan bukan pemikiran yang bersifat
strategis. Kemudian para tawanan tersebut bukan tawanan biasa tetapi
menurut istilah moden mereka adalah penjahat-penjahat perang. Oleh
kerana itu, nyawa mereka harus ditumpahkan saat mereka dapat ditangkap,
meskipun mereka memiliki kekayaan yang banyak atau kedudukan yang
tinggi. Islam tidak mengakui kekayaan atau kedudukan, yang diakuinya
adalah keimanan, sedangkan pertimbangan-pertimbangan duniawi lainnya
tidak dihiraukan oleh Islam.
Nas Al-Qur'an memperingatkan orang-orang yang menang bahawa kesalahan
mereka bisa berakibat pada datangnya seksaan yang bakal mereka terima
tetapi Allah SWT mengampuni mereka dan menurunkan rahmat-Nya: "Kalau
sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, nescaya
kamu ditimpa seksaan yang besar kerana tebusan yang kamu ambil."
Seksaan tersebut memang lebih dekat daripada pohon yang dekat ini,
kemudian Allah SWT mengampuni mereka dan Allah SWT mengampuni
sahabat-sahabat yang terjun di perang Badar, baik dosa yang lalu mahupun
dosa mereka yang akan datang. Demikianlah Al-Qur'an ingin mendidik kaum
Muslim agar mereka tidak banyak mempertimbangkan urusan manusiawi saat
berperang. Jadi, Islam memulai peperangannya yaitu peperangan yang hanya
ditujukan kepada Allah SWT dan hendaklah peperangan tersebut
dihilangkan dari pertimbangan-pertimbangan yang sulit sehingga
sahabat-sahabat Nabi mengetahui bahawa kecenderungan kepada kesenangan
duniawi akan berakibat pada kekalahan mereka.
Dalam peperangan Uhud jumlah kaum musyrik tiga ribu sedangkan jumlah
kaum Muslim tiga ratus pasukan setelah pemimpin orang-orang munafik
Abdullah bin Saba' mengundurkan diri pasukan. Kaum Muslim diletakkan di
gunung dan Rasulullah saw membuat rencana yang jitu untuk memenangkan
pertempuran di mana beliau membagi pasukan pemanah di puncak gunung
untuk melindungi punggung kaum Muslim dan melindungi mereka dari
serangan dari arah belakang. Rasulullah saw memberi pengertian kepada
pasukan panah itu agar mereka tetap di tempatnya baik kaum Muslim menang
mahupun kalah. Yakni bahawa pasukan pemanah tidak boleh turun dari
gunung dan meski berusaha untuk melindungi kaum Muslim. Rasulullah saw
berkata kepada mereka. "lindungilah punggung-punggung kami. Jika kalian
melihat kami sedang bertempur, maka kalian tidak usah turun darinya dan
tidak usah menolong kami, dan jika kalian melihat kami memperoleh
kemenangan dan mengambil ganimah, maka kalian tidak boleh ikut serta
bersama kami."
Setelah membuat keputusan tersebut, Rasulullah saw kembali ke pasukan
yang lain, lalu beliau membikin suatu rencana untuk menyerang. Dan
Dimulailah peperangan kemudian pasukan Islam mendorong pasukan musyrik
laksana angin yang kencang yang memporak-porandakan ribuan kaum musyrik.
Pada tahap pertama pasukan Islam tampak menguasai medan dan berhasil
menyapu kaum musyrik sehingga pasukan Mekah tampak berputus asa meskipun
mereka unggul secara bilangan dan meskipun mereka memiliki kekuatan
persenjataan yang lengkap, pasukan Mekah justru dikejutkan dengan
ketangguhan pasukan Muslim yang dapat memukul mundur mereka hingga
mereka membayangkan bahawa mereka tidak dapat memenangkan peperangan
atau dapat bertahan di hadapan pasukan Muslim.
Debu-debu peperangan mulai berterbangan yang menyertai tanda-tanda
kekalahan pasukan Mekah. Sementara itu, para pemanah yang diletakkan
Rasulullah saw di suatu tempat yang strategis berfikir untuk memperoleh
ganimah. Pasukan Mekah telah kalah dan mereka telah melarikan diri dari
pasukan Muslim, maka bagaimana seandainya para pemanah turun dari tempat
mereka untuk mengumpulkan harta rampasan dan ganimah. Rasulullah saw
telah mengingatkan mereka agar jangan meninggalkan tempat mereka, apa
pun yang terjadi tetapi pasukan pemanah itu justru berkhianat dan
menentang perintah Nabi saw setelah mereka membayangkan bahawa
peperangan telah selesai dan keuntungan akan diperoleh pasukan Madinah
yang beriman.
Pasukan pemanah mengira bahawa Allah SWT akan menutupi kesalahan mereka
dan akan melindungi mereka sehingga mereka berhasil mengambil harta
rampasan dan ganimah. Sungguh keikhlasan telah tercabut dari hati
sebahagian pasukan. Belum lama hal tersebut berlangsung sehingga
terjadilah perubahan yang drastik pada peperangan. Pemimpin pasukan
berkuda musyrik dalam peperangan Uhud yaitu Khalid bin Walid yang
kemudian ia menjadi tokoh Muslim adalah orang yang sangat genius dalam
peperangan. Begitu ia melihat pasukan pemanah lari dari tempat mereka,
maka ia melihat celah yang terbuka di tengah-tengah kaum Muslim,
sehingga ia segera memutarkan kudanya dan disertai pasukan yang
mengikutinya. Kemudian ia menyerang kaum Muslim dari belakang. Serangan
yang dilakukan Khalid itu sangat cepat dan sangat mengejutkan.
Orang-orang musyrik mengambil kesempatan emas. Mereka yang tadinya lari,
kini mereka menarik diri dan justru menyerang kembali.
Pasukan Muslim dikepung dari dua arah oleh pasukan berkuda: satu dari
belakang dan yang lain dari depan. Kemudian berjatuhanlah korban- korban
dari pasukan Muhammad bin Abdillah. Banyak di antara mereka yang mati
sebagai syahid saat mempertahankan dan melindungi Rasulullah saw, bahkan
sang Nabi pun hidungnya terluka dan giginya pun runtuh dan kepala
beliau yang mulia terluka sehingga beliau mengucurkan darah.
Kemudian tersebarlah isu bahawa Muhammad saw telah meninggal. Ketika
mendengar itu, kaum Muslim sangat terpukul dan sangat sedih sehingga
kaum Muslim pun terpecah-pecah. Sebahagian mereka kembali ke Mekah dan
sekelompok yang lain ke atas gunung dan mereka tetap menjaga Nabi saw
yang mulia. Ketika mendengar kematian Nabi, Anas bin Nadhir berkata
kepada kaumnya: "Bangkitlah kalian dan matilah seperti kematiannya. Apa
yang kalian lakukan setelah kalian hidup sesudahnya."
Pasukan Muslim tetap bertahan dan melakukan peperangan, lalu tekanan
kaum musyrik semakin berat kepada Nabi saw dan para sahabatnya. Kemudian
terjadilah kejadian yang paling sulit dalam sejarah umat Islam. Nabi
saw berteriak saat melihat kaum musyrik menekannya dan berusaha
membunuhnya: "Barang siapa yang dapat mengusir mereka dariku, maka
baginya syurga."
Mendengar perkataan itu, kaum Muslim segera mengitari Nabi saw dan
melindungi beliau sehingga banyak dari mereka berguguran sebagai syahid.
Bahkan sahabat-sahabat Abu Juanah melindungi Nabi saw sampai- sampai
punggungnya dipenuhi dengan anak-anak panah. Ia bagaikan baju besi yang
dipakai kepada Nabi saw dan ia tetap kukuh melindungi Nabi saw. Kemudian
berubahlah keadaan kerana keteguhan dan keberanian yang diperlihatkan
oleh kaum Muslim. Pasukan Mekah merasa puas dan mereka memilih untuk
menarik diri. Saat itu orang-orang Quraisy tidak lebih sedikit
penderitaannya daripada orang-orang Muslim.
Setelah peperangan yang dahsyat itu, kaum musyrik menarik diri setelah
mereka berhasil membunuh beberapa orang Muslim, bahkan mereka berhasil
melukai pemimpin pasukan yaitu sang Nabi saw. Semua itu terjadi kerana
satu kesalahan yaitu kesalahan terletak pada penentangan dan
pembangkangan para pemanah terhadap perintah sang Rasul saw dan usaha
mereka untuk meninggalkan tempat mereka.
Ketika sebahagian kelompok dari sahabat kehilangan pengorbanan dan
kehilangan sikap ikhlas dalam hati mereka, maka kesalahan tersebut harus
dibayar oleh tentera yang paling berani dan mulia di antara mereka
yaitu sang Nabi saw. Langit tidak ikut campur untuk menyelamatkan
pasukan Islam itu. Kesalahan kaum Muslim itu harus dibayar oleh Rasul
saw di mana wajah beliau pun terluka bahkan keluar darah yang cukup
deras dari luka beliau sehingga setiap kali dituangkan air di atas luka
itu, maka darah pun semakin deras mengucur. Darah itu tidak berhenti
kecuali setelah dibakarkan potongan tembikar lalu dilekatkan di atasnya.
Luka beliau bukan hanya bersifat materi tetapi luka spirituil beliau dan
rohani beliau pun semakin bertambah. Ini beliau rasakan ketika
mendengar bahawa pamannya Hamzah gugur sebagai syahid dan tidak cukup
dengan itu, bahkan isteri Abu Sofyan yaitu Hindun membelah perutnya dan
mengeluarkan jantungnya serta mengunyahnya dengan mulutnya. Semua itu
semakin menambah kesedihan sang Nabi.
Kaum Quraisy menguasi pasukan Muslim dan mereka memperlakukan dan
menekan kaum Muslim secara aniaya. Seandainya bukan kerana rahmat Allah
SWT nescaya kaum Muslim akan mengalami kekalahan yang teruk. Kemudian
turunlah dalam Al-Qur'an al-Karim ayat-ayat yang mendidik kaum Muslim
agar mereka benar-benar ikhlas dan memahamkan mereka bahawa kekalahan
mereka sebagai akibat dari adanya pasukan di antara mereka yang
menginginkan dunia meskipun di antara mereka ada sebahagian yang
menginginkan akhirat. Jika terjadi demikian, maka tidak ada jalan untuk
memperoleh kemenangan. Ini bukanlah hal yang diinginkan oleh pasukan
Muslim, yang diharapkan adalah hendaklah semua pasukan tertuju untuk
mencapai ridha Allah SWT dan hanya mengharapkan akhirat. Jika demikian
halnya, maka Allah SWT akan memberi mereka dunia dan akhirat.
Allah SWT berfirman dan menceritakan peperangan Uhud dalam surah Ali 'Imran:
"Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada
orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari
mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu.
Dan Allah mempunyai kurnia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang
beriman." (QS. Ali 'Imran:: 152)
Allah SWT memaafkan hal itu. Orang-orang Muslim kini menghitung jumlah
korban mereka dan mengubati orang-orang yang terluka. Rasulullah saw
bertanya tentang pamannya Hamzah, dan ketika beliau mendapatinya di
tengah-tengah sahabat yang gugur, dan orang-orang kafir telah merosak
jasadnya, maka beliau berkata dalam keadaan menangis: "Tidak akan ada
orang yang akan tertimpa sepertimu selama- lamanya."
Kemudian Nabi saw berdiri dan memuji Allah SWT lalu beliau memerintahkan
untuk mengembalikan orang-orang yang terbunuh dari kaum Muslim ke
tempat asal mereka di mana mereka terbunuh. Saat itu keluarga mereka
telah membawanya ke kuburan kemudian Nabi saw mengumpulkan kedua orang
laki-laki dari pahlawan-pahlawan Uhud dalam satu pakaian dan beliau
bertanya siapa di antara keduanya yang paling banyak mengambil manfaat
dari Al-Qur'an. Jika diisyaratkan kepada salah satunya, maka beliau akan
mendahulukannya untuk dimasukkan dalam liang lahad.
Rasulullah saw juga memerintahkan agar mereka dikebumikan dengan darah
mereka dan beliau pun tidak mensolati mereka, serta tidak memandikan
mereka. Allah SWT ingin memperlihatkan bagaimana mereka dibangkitkan
pada hari kiamat lalu beliau bersabda: "Tiada seorang pun yang terluka
di jalan Allah SWT kecuali Allah SWT membangkitkannya di hari kiamat
dalam keadaan di mana Iukanya akan mengucur darah. Warna itu adalah
warna darah dan baunya seperti minyak misik."
Bukanlah penderitaan yang dalam yang merupakan pelajaran yang harus
dimengerti kaum Muslim dari peperangan Uhud sebagai akibat dari
pembangkangan mereka dari perintah Rasul saw dan ketidaktaatan mereka
kepadanya, tetapi wahyu juga menurunkan berbagai pelajaran yang lain
yang dapat dimanfaatkan. Pelajaran yang terpenting setelah pelajaran
kesetiaan adalah penjelasan tentang sentral utama yang di situ kaum
Muslim berkumpul. Peribadi Rasulullah saw bukanlah markas yang di situ
kaum Muslim berkumpul yang ketika peribadi Rasulullah saw yang mulia
pergi kerana satu dan lain hal, maka orang-orang Muslim akan pergi dan
meninggalkan beliau. Tidak seharusnya peribadi Rasul saw menjadi markas
atau sentral tetapi yang menjadi sentral dari semuanya adalah pemikiran
beliau. Itulah yang paling penting.
Demikianlah bahawa Al-Qur'an al-Karim mencela orang-orang yang
meletakkan senjatanya ketika tersebar isu terbunuhnya Nabi saw. Islam
tidak akan mencapai puncaknya ketika kaum Muslim berkumpul di sisi
Rasulullah saw saat beliau masih hidup namun ketika beliau terbunuh atau
mati, maka mereka murtad di mana mereka membuang senjatanya dan pergi
mengurusi diri mereka sendiri. Orang-orang Islam adalah orang- orang
yang mengikuti prinsip bukan mengikuti peribadi. Muhammad bin Abdillah
memang seorang pemimpin manusia dan Imam para rasul dan penutup para
nabi, dan sebagai makhluk Allah SWT yang paling mulia, namun ini semua
tidak membenarkan bahawa seorang Muslim diperbolehkan untuk meletakkan
senjatanya ketika Rasul saw wafat atau terbunuh. Hendaklah seorang
Muslim memanggul senjatanya dan tidak membuang dari tangannya kecuali
dalam dua keadaan: pertama ketika ia telah memperoleh kemenangan dan
kedua ketika ia telah mati.
Nas Al-Qur'an menjelaskan secara gamblang hubungan kaum Muslim dengan
akidah Islam, bukan dengan peribadi sang Rasul saw. Allah SWT berfirman:
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu
berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang,
maha ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan
Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali
'Imran: 144)
Demikianlah bahawa peperangan Uhud telah membawa dampak yang luar biasa
terhadap kaum Muslim, utamanya terhadap Nabi saw. Orang-orang yang
terbunuh di perang Uhud adalah sahabat-sahabat yang paling mulia dan
paling banyak imannya. Mereka adalah pilihan dari orang-orang Muslim
yang pertama; mereka memikul beban dakwah di saat-saat yang sulit bahkan
mereka harus berhadapan dan memusuhi kerabat mereka dan teman-teman
mereka; mereka menjadi terasing saat menyatakan keislaman mereka sebelum
hijrah dan sesudahnya; mereka telah menginfakkan harta; mereka berjuang
di jalan Allah SWT; mereka telah bersabar dalam menanggung berbagai
macam penderitaan, dan ketika datang saat yang paling berbahaya dan
pasukan Islam telah terkepung di mana jiwa Rasul saw telah terancam,
mereka justru mencurahkan darah mereka bagaikan lautan yang
menenggelamkan orang-orang kafir dan mereka mampu melindungi sang Rasul
saw dan mengubah jalan peperangan serta menyelamatkan akidah tauhid.
Peperangan Uhud bukanlah pengorbanan pertama yang dilakukan oleh kaum
Muslim dan bukanlah merupakan peperangan yang terakhir. Ia adalah satu
peperangan di antara cukup banyak peperangan yang dilalui oleh Islam
untuk menyebarkan kalimat Allah SWT di muka bumi dan membimbing
hamba-hamba-Nya. Begitu juga pengorbanan Rasul saw, dan peperangan Uhud
bukanlah pengorbanan yang pertama terhadap Islam dan bukan juga yang
terakhir. Rasulullah saw telah hidup setelah diutusnya kepada manusia di
mana beliau telah memberikan semuanya untuk kehidupan dan untuk dakwah;
beliau tidak memiliki dirinya sendiri; beliau tidak memboroskan
waktunya dengan sia-sia bahkan beliau beristirahat sedikit saja. Semua
kehidupan beliau diberikan kepada dakwah dan untuk Islam. Beliau
menjalani berbagai macam peperangan dan beliau memikul berbagai macam
penderitaan dan belum lama beliau lari dari suatu masalah kecuali beliau
berhadapan dengan masalah yang baru dan lain; belum lama beliau
menyelesaikan suatu krisis kecuali beliau menghadapi krisis yang lain.
Demikianlah kehidupan sang Nabi saw di mana beliau selalu memberikan
kontribusi dan sumbangannya demi kepentingan agama Allah SWT.
Silakan Anda mengamati kehidupan sang Rasul saw dari sudut manapun yang
Anda inginkan nescaya Anda tidak akan menemukan sudut dari sudut-sudut
kehidupan beliau kecuali dimulai dan dipenuhi dengan pergelutan yang
hebat.
Rasulullah saw telah melalui pergelutan militer dalam berbagai macam
pertempuran yang silih berganti yang beliau lakukan. Beliau memulai
pergelutan politiknya yang terwujud dalam perundingan-perundingan dan
surat-surat yang beliau kirimkan kepada penguasa dan para raja di
berbagai negara agar mereka memeluk Islam, bahkan beliau melakukan
pergelutannya dalam masalah peribadi di rumah tangga. Rumah tangga
beliau pun tidak kosong dari pergelutan. Beliau adalah pejuang sejati
dalam setiap waktu. Kalau kita mengenal Nabi Ibrahim sebagai seorang
musafir di jalan Allah SWT, maka Muhammad bin Abdillah adalah seorang
pejuang di jalan Allah SWT. Belum lama peperangan Uhud berakhir sehingga
pengaruh-pengaruh buruknya berbekas pada kaum Muslim. Orang-orang Arab
Badwi mulai berani bersikap kurang ajar kepada mereka, demikian juga
orang-orang Yahudi, apalagi orang-orang munafik dan tidak ketinggalan
orang-orang Quraisy pun mulai menyudutkan kaum Muslim.
Kemudian datanglah utusan dari kabilah Arab kepada Rasul saw dan mereka
mengatakan kepada beliau bahawa mereka mendengar tentang Islam dan
mereka ingin memeluknya, maka hendaklah beliau mengutus kepada mereka
beberapa dai dan mubaligh untuk mengajari mereka tentang dasar-dasar
agama. Nabi saw mengutus bersama mereka sekelompok para dai yang
dipimpin oleh 'Ashim bin Tsabit. Ternyata orang-orang itu berkhianat
atas para sahabat-sahabat yang berdakwah itu dan mereka pun dibunuh.
Bahkan tiga di antara mereka ditawan dan dijual di Mekah. Dijualnya
mereka di Mekah bererti mereka diserahkan pada kelompok orang-orang
Quraisy yang telah lama menunggu untuk menangkap kaum Muslim. Kaum
Quraisy Mekah membunuh tiga tawanan kaum Muslim itu. Orang-orang Muslim
sangat sedih mendengar dai-dai Allah SWT itu terbunuh dengan cara yang
begitu tragis.
Ketika datang kepada Nabi saw orang-orang yang minta pada beliau agar
dikirim utusan dari kalangan mubaligh untuk menyebarkan Islam untuk para
kabilah kaum Najd, maka Nabi kali ini betul-betul mempertimbangkan
antara kepentingan menyebarkan Islam dan perlindungan terhadap
kehormatan manusia. Lalu beliau memilih untuk kepentingan dakwah Islam.
Beliau menyedari bahawa beliau mengutus para sahabatnya dalam bahaya;
beliau memberitahu mereka bahawa mereka akan menghadapi suatu keadaan
yang misteri yang tiada mengetahuinya kecuali Allah SWT. Namun bahaya
tersebut sudah menjadi bahagian dari cita rasa kehidupan yang selalu
meliputi dakwah Islam.
Ketika Nabi saw mengutarakan kekhuatirannya terhadap para sahabatnya
yang bakal diutusnya di tengah kabilah itu, orang-orang yang meminta
beliau untuk mengutus para sahabatnya menyakinkan beliau bahawa mereka
akan melindungi sahabat beliau. Kemudian Nabi saw memerintahkan tujuh
puluh orang pilihan dari sahabatnya untuk pergi dan berjihad di jalan
Allah SWT serta mengajak manusia untuk mengikuti Islam. Lalu pergilah
para sahabat yang kemudian dikenal dengan sebutan al-Qurra' (yaitu
orang-orang yang pandai membaca Al-Qur'an dan menghafalnya). Mereka
adalah para dai yang terbaik yang diutus Nabi di mana pada siang hari
mereka memikul kayu bakar dan pada malam hari mereka sibuk dalam keadaan
solat. Ketika datang perintah Rasulullah saw kepada mereka untuk pergi
dan berdakwah mereka pun pergi dalam keadaan gembira kerana mereka
diajak untuk berjihad di jalan Allah SWT. Mereka melangkahkan kaki
dengan mantap di tanah orang-orang munafik dan para pengkhianat sehingga
mereka sampai di suatu sumur yang bernama sumur Ma'unah. Kemudian
mereka mengutus salah seorang di antara mereka untuk menemui pemimpin
orang-orang kafir di negeri itu. Mubaligh dari sahabat Rasulullah saw
itu menyampaikan surat Nabi yang dibawanya di mana beliau mengharapkan
agar masyarakat di situ masuk Islam, tetapi ia dikejutkan dengan adanya
pisau yang menembus punggungnya. Mubaligh itu berteriak saat ia
tersungkur: "sungguh aku beruntung demi Tuhan pemelihara Ka'bah."
Kemudian pemimpin orang-orang kafir itu mengangkat senjata dan
mengumpulkan para kabilah untuk memerangi para mubaligh di jalan Allah
SWT itu sehingga sahabat-sahabat terbaik yang berdakwah di jalan Allah
SWT itu pun gugur di sumur Ma'unah. Jasad-jasad mereka menjadi makanan
dari burung nasar dan burung-burung yang lain. Dari tujuh puluh orang
yang dikirim itu hanya seorang yang selamat yang kembali kepada Nabi
saw. Ia menceritakan apa yang dialami oleh fuqaha-fuqaha Muslimin di
mana mereka dikhianati. Ketika mendengar berita tentang tragedi itu,
Nabi sangat terpukul dan sedih. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan
berkata kepada sahabat-sahabatnya: "Sungguh sahabat-sahabat kalian
telah terbunuh dan mereka telah meminta kepada Tuhan mereka. Mereka
mengatakan, Tuhan kami, berikanlah kami ujian sesuai dengan kehendak-Mu
dan ridha-Mu. Apa saja yang menjadi kepuasan-Mu kami pun akan merasakan
kepuasan."
Sungguh penderitaan yang dialami oleh Islam sangat berat, terutama yang
menimpa para sahabat yang gugur sebagai syahid di sumur Ma'unah. Nabi
saw sangat sedih mendengar sikap orang-orang Arab dan orang- orang kafir
terhadap Islam. Mereka telah mengejek dan merendahkan kaum mukmin
sampai pada batas ini. Kemudian beliau menetapkan akan kembali
mengangkat kewibawaan Islam dengan tindak kekerasan.
Dalam keadaan seperti ini, bergeraklah orang-orang Yahudi untuk membunuh
Rasulullah saw. Pada suatu hari beliau pergi ke Bani Nadhir untuk
menyelesaikan suatu urusan. Kemudian mula-mula mereka menampakkan
persetujuan atas apa yang diucapkan beliau. Mereka mendudukkan Nabi di
bawah naungan benteng-benteng mereka, lalu mereka bersekongkol untuk
melenyapkan beliau; mereka menetapkan untuk melemparkan batu yang berat
dari atas benteng itu saat beliau duduk dan tidak membayangkan akan
terjadinya kejahatan yang direncanakan padanya. Namun Allah SWT
mengilhami Rasul-Nya akan datangnya bahaya kepada beliau, lalu beliau
bangun sebelum pelaksanaan tipu daya itu. Lalu beliau segera pergi
menuju rumahnya. Beliau berfikir saat beliau kembali ke rumahnya dengan
membawa penderitaan yang baru. Pembangkangan dan pengkhianatan tersebut
tidak akan dapat berhenti kecuali setelah Islam menunjukkan taringnya.
Islam ingin mengembalikan kewibawaannya dengan cara mengangkat senjata.
Rasul saw mengutus utusan ke Bani Nadhir dan memerintahkan mereka untuk
keluar dari Madinah, bahkan Rasul saw memberi waktu kepada mereka hanya
sepuluh hari. Kemudian orang-orang munafik yang ada di Madinah bersatu
bersama orang-orang Yahudi dan mereka sepakat untuk memerangi Islam.
Namun ketika berhadapan dengan Islam, orang-orang Yahudi menelan
kekalahan. Kemudian turunlah surah al-Hasyr yang menyebutkan pengusiran
orang-orang Yahudi dan menyingkap kedok orang-orang munafik. Setelah
kemenangan yang meyakinkan ini, Rasul saw keluar bersama sahabatnya
untuk membalas kejadian yang menimpa sahabat-sahabatnya yang dikenal
dengan al-Qurra' itu. Rasul saw ingin mengembalikan kewibawaan Islam.
Kemudian pasukan Rasul saw itu mampu membuat para pengkhianat dari
orang-orang Arab ketakutan. Hanya sekadar mendengar nama pasukan Muslim,
maka serigala-serigala gurun yang dulu bengis itu pun ketakutan laksana
tikus-tikus yang panik yang bersembunyi di bawah lubang-lubang gunung.
Orang-orang Quraisy mendengar kegiatan pasukan Islam. Pasukan Quraisy
menarik diri saat mereka mendekati Dahran, sementara pasukan Muslim
berada di Badar. Mereka menunggu pertemuan yang disepakati di Uhud.
Orang-orang Muslim menyala-kan api selama delapan hari sebagai bentuk
tantangan dan menunggu kedatangan kaum kafir sehingga ketika mereka
(kaum kafir) telah pergi, maka citra kaum Muslim pun terangkat setelah
mereka menerima kepahitan dalam peperangan Uhud.
Kaum Muslim menoleh ke arah utara jazirah Arab setelah menetapkan
kewibawaan mereka di selatan. Kabilah di sekitar Daumatul Jandal dekat
dengan Syam merampok di tengah jalan dan merampas kafilah yang berlalu
di situ, bahkan kenekatan mereka sampai pada batas di mana mereka
berfikir untuk menyerbu Madinah. Oleh kerana itu, Rasulullah saw keluar
bersama seribu orang Muslim yang mereka bersembunyi di waktu siang dan
berjalan di waktu malam, sehingga setelah lima belas malam beliau sampai
ke tempat yang dekat dengan tempat tinggal musuh-musuh mereka lalu
mereka menggerebek tempat itu. Pasukan kafir itu dikejutkan dengan
kedatangan kaum Muslim yang begitu cepat.
Kita akan mengetahui bahawa alat komunikasi yang dimiliki oleh
Rasulullah saw sangat unggul sebagaimana alat pertahanan beliau pun
sangat unggul. Serangan mendadak yang dilakukan oleh pasukan Rasulullah
saw menunjukkan bahawa mereka memiliki pertahanan yang luar biasa.
Sistem pertahanan yang luar biasa sebagaimana kedatangan pasukan yang
secara tiba-tiba itu menunjukkan kemampuan pasukan Islam untuk menyusup.
Demikianlah, terjadilah hari-hari pertempuran militer. Belum lama Nabi
saw meletakkan baju besinya, dan beliau kembali membangun peribadi kaum
Muslim sehingga beliau terpaksa kembali memakai baju besinya dan kembali
berperang. Ketika musuh-musuh Islam yang berada di sekelilingnya
melihat bahawa kemampuan militer mereka tidak dapat menandingi kemampuan
kaum Muslim, maka mereka sengaja melakukan cara-cara baru untuk
memerangi Islam. Yaitu peperangan psikologi atau peperangan urat saraf
dengan cara menyebarkan berbagai macam isu atau apa yang dinamakan
Al-Qur'an al-Karim dengan peristiwa al-Ifik (kebohongan). Setelah
peperangan Bani Musthaliq yaitu peperangan yang membawa kemenangan yang
cepat bagi kaum Muslim, terjadilah kesalahfahaman dan pertengkaran di
antara sahabat-sahabat yang biasa mengambil air di mana salah seorang
mereka berteriak: "wahai kaum Muhajirin," dan yang lain berteriak:
"Wahai kaum Anshar."
Peristiwa yang sangat sepele itu dimanfaatkan oleh pemimpin kaum munafik
yaitu Abdullah bin Ubai. Abdullah bin Ubai memprovokasi orang- orang
Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ia ingin membangkitkan luka-luka
jahiliah yang lama yang telah dibuang dan telah dikubur oleh Islam,
Salah satu yang dikatakan oleh Ibnu Ubai adalah, "sungguh mereka telah
menyaingi kita dan mengambil kebaikan dari dan seandainya kita telah
kembali ke Madinah nescaya orang-orang yang mulai akan dapat mengusir
orang-orang yang hina di dalamnya."
Zaid bin Arqam menyampaikan kalimat si munafik itu kepada Nabi saw, di
mana kalimat itu berisi provokasi terhadap orang-orang Anshar untuk
menyerang kaum Muhajirin. Ubai menginginkan agar mereka berpecah belah
dan agar kesatuan mereka runtuh. Si Munafik itu segera datang kepada
Rasul saw dan menafikan apa yang dikatakannya. Orang-orang Muslim secara
lahiriah membenarkan perkataan si munafik itu dan mereka justru menuduh
Zaid bin Arqam salah mendengar. Tetapi hakikat peristiwa itu tidak
tersembunyi dari Nabi saw sehingga peristiwa itu sangat menyedihkan
beliau. Lalu beliau mengeluarkan perintah agar para sahabat pergi ke
suatu tempat yang tidak biasanya mereka lalui. Kemudian beliau pergi
bersama sahabat di hari itu sampai waktu malam menyelimuti mereka. Dan
kini, mereka memasuki waktu pagi. Kepergian yang singkat dan tiba-tiba
itu mampu menepis kebohongan yang dirancang oleh si Munafik, Abdullah
bin Ubai. Yaitu kebohongan yang bertujuan untuk membakar persatuan kaum
Muslim ketika ia berusaha untuk menyalakan api di tengah-tengah rumah
sang Nabi saw.
Ketika Nabi masih memiliki kekuatan yang menakutkan bagi yang mencuba
melawannya, maka mereka pun melakukan berbagai penipuan dan, makar. Dan
salah satu yang menjadi objek tipu daya itu adalah isteri beliau, yaitu
Aisyah. Alkisah, Aisyah pada suatu hari pergi untuk memenuhi hajatnya
lalu dilehernya terdapat anting-anting. Setelah ia memenuhi hajatnya,
anting-anting itu terjatuh dari lehernya dan ia tidak mengetahui. Ketika
Aisyah kembali dari kafilah yang telah siap-siap untuk pergi, ia
kembali mencari kalungnya sampai ia menemukannya. Sementara itu
orang-orang yang membawanya dalam tandu (haudaj) mengira Aisyah sudah
berada di dalamnya. Mereka tidak ragu dalam hal itu kerana memang berat
badan Aisyah sangat ringan.
Pasukan Nabi berjalan dan membawa tandu, sedangkan Aisyah tidak ada di
dalamnya. Aisyah kembali dan tidak mendapati pasukan di mana mereka
telah pergi. Aisyah merasa hairan atas kepergian pasukan yang begitu
cepat. Aisyah merasa takut saat ia berdiri sendirian di padang gurun.
Aisyah berusaha bersikap baik, ia duduk di tempatnya di mana di situlah
untanya duduk juga. Aisyah melipat-lipat pakaiannya sambil berkata dalam
dirinya: Mereka akan mengetahui bahawa aku tidak ada dan kerana itu
mereka akan kembali mencariku dan akan menemukan aku.
Sementara itu, Sofwan bin Mu'athal juga tertinggal kerana ia melakukan
keperluannya. Ia berjalan dari arah yang jauh lalu ia melihat bayangan
orang yang tidak begitu jelas. Sofwan mendekat dan tiba-tiba ia
mengetahui bahawa ia sedang berdiri di hadapan Aisyah. Ia melihat Aisyah
sebelum diwajibkannya perintah memakai hijab (jilbab) atas
isteri-isteri Nabi. Ketika melihatnya, Sofwan berkata: "Sesungguhnya
kita milik Allah SWT dan kepadanya kita akan kembali,... isteri
Rasulullah Aisyah tidak menjawab.
Sofwan mundur dan mendekatkan untanya kepadanya sambil berkata: "Silakan
Anda menaikinya." Aisyah pun menaikinya. Kemudian Sofwan membawanya
pergi dan mencari pasukan yang telah meninggalkannya. Sementara itu,
pasukan Nabi sedang beristirahat. Para sahabat mengira bahawa Aisyah
masih berada dalam tandu. Tiba-tiba mereka terkejut ketika Aisyah datang
kepada mereka bersama Sofwan yang menuntun untanya.
Tokoh munafik Abdullah bin Ubai segera memanfaatkan kesempatan emas ini.
Ia membuat kisah bohong yang terkesan menuduh isteri Nabi melakukan
pengkhianatan. Abdullah bin Ubai pandai memilih beberapa sahabat yang
dikenalinya sebagai orang-orang yang mudah percaya dan cenderung
membenarkan hal-hal yang bersifat lahiriah, atau ia mengetahui bahawa di
antara mereka dan Aisyah terdapat kedengkian sehingga mereka suka jika
tersebar kebohongan yang berkenaan dengan Aisyah.
Demikianlah pemimpin munafik itu berhasil menjerat beberapa sahabat
dalam tali kebohongannya, di antaranya Hasan bin Sabit. Musthah, dan
seorang wanita yang dipanggil Hamnah binti Jahasv. yaitu saudara
perempuan Zainab binti Jahasy isteri Rasulullah saw. Ketiga orang itu
tertipu dengan kebohongan tersebut lalu mereka menyebarkannya sehingga
orang-orang yang terjerat dalam kebohongan itu mengatakan apa saja yang
mereka inginkan. Akhirnya. pasukan pun bergoncang dengan isu itu.
Sementara itu, Aisyah tidak mengetahui sedikit pun tentang hal tersebut.
Isu tersebut bertujuan untuk menjatuhkan Islam dan melukai perasaan
Rasullullah saw dan itu termasuk peperangan menentang Rasulullah saw dan
ajaran yang dibawanya. Begitu juga ia bertujuan menunjukkan bahawa kaum
Muslim tidak konsekuen dengan akidah yang mereka yakini dan secara
tidak langsung ia juga menyerang kesucian rumah tangga Aisyah.
Pasukan kembali ke Mekah dan Aisyah jatuh sakit, namun ia tidak
mengetahui isu-isu yang dikatakan tentang dirinya. Kemudian Rasulullah
saw mendengar hal itu sebagaimana ayahnya Abu Bakar dan ibunya pun
mendengarnya, namun tak seorang pun di antara. mereka yang memberitahu
Aisyah. Begitu juga Rasul saw tidak menceritakan peristiwa itu di
hadapan Aisyah. Namun sikap beliau berubah di mana beliau tidak lagi
menunjukkan perhatiannya seperti biasanya saat Aisyah sakit. Ketika
beliau menemui Aisyah dan saat itu ibunya ada di situ, beliau berkata:
"Bagaimana keadaanmu?" Beliau tidak lebih dari mengucapkan kata-kata
itu. Ketika Aisyah melihat perubahan sikap Rasul saw, ia mulai marah.
Pada suatu hari ia berkata pada Nabi: "Seandainya engkau mengizinkan
aku, nescaya aku akan pindah ke tempat ibuku." Beliau menjawab: "Itu
tidak ada masalah."
Aisyah pun pindah ke tempat ibunya dan ia tidak mengetahui sama sekali
apa yang sebenarnya terjadi padanya. Setelah melalui lebih dari dua
puluh malam, Aisyah sembuh dari sakitnya dan ia pun belum mengetahui
hal-hal yang dikatakan tentang dirinya. Umul mu'minin Aisyah
menceritakan bagaimana ia mengetahui isu bohong tersebut dan bagaimana
Allah SWT membebaskannya dari isu itu, ia berkata:
"Kami adalah kaum Arab di mana kami tidak mengambil di rumah kami
tanggung jawab ini yang biasa di ambil oleh orang-orang Ajam. Kami
membencinya. Kami keluar untuk menikmati keluasan kota. Sementara itu
para wanita keluar pada setiap malam untuk memenuhi hajat mereka. Pada
suatu malam, aku keluar bersama Ummu Musthah untuk memenuhi sebahagian
keperluanku. Lalu ia berkata: "Tidakkah kau sudah mendengar suatu berita
wahai puteri Abu Bakar?" Aku bertanya, "berita apa itu?" Lalu ia
memberitahukan padaku apa-apa yang dikatakan oleh para penyebar
kebohongan. Aku berkata: "Apa ini memang benar?" Ia menjawab: "Demi
Allah, ini benar-benar terjadi." Aisyah berkata: "Demi Allah, aku tidak
mampu memenuhi hajatku." lalu aku pulang. Demi Allah, aku tetap menangis
sampai-sampai aku mengira bahawa tangisanku akan merosak jantungku dan
aku berkata kepada ibuku, mudah-mudahan Allah SWT mengampunimu, banyak
orang berbicara tentangku namun engkau tidak menceritakan sedikit pun
kepadaku. Ia berkata: "Wahai anakku, sabarlah demi Allah jarang sekali
wanita yang baik yang dicintai oleh seorang lelaki yang jika ia memiliki
isteri-isteri yang lain (madunya) kecuali wanita itu akan diterpa oleh
berbagai isu."
Aisyah berkata: "Rasulullah saw berdiri dan menyampaikan pembicaraannya
pada mereka dan aku tidak mengetahui hal itu." Beliau memuji Allah SWT
kemudian berkata: "Wahai manusia, bagaimana keadaan kaum lelaki yang
menyakiti aku melalui keluar gaku dan mereka mengatakan sesuatu yang
tidak benar. Demi Allah, aku tidak mengenal mereka kecuali dalam
kebaikan. Lalu mereka mengatakan hal itu pada seorang lelaki yang aku
tidak mengenalnya kecuali dalam kebaikan di mana ia tidak memasuki suatu
rumah dari rumah-rumahku kecuali ia bersamaku."
Kemudian Rasulullah saw memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid
dan bermusyawarah dengan keduanya. Usamah hanya melontarkan pujian dan
berkata: "Ya Rasulullah aku tidak mengenal isterimu kecuali dalam
kebaikan dan berita ini hanya kebohongan dan kebatilan," sedangkan Ali
berkata: 'Ya Rasulullah masih banyak wanita yang lain yang dapat kau
percaya." Kemudian Rasulullah saw memanggil Burairah dan bertanya
kepadanya, lalu Ali berdiri kepadanya dan memukulnya dengan keras sambil
berkata: "Jujurlah kepada Rasulullah saw," lalu wanita itu berkata:
"Demi Allah, aku tidak mengetahui kecuali kebaikan. Aku tidak pernah
mencela Aisyah kecuali pada suatu waktu aku sedang membikin adunan roti
lalu aku memerintahkannya untuk menjaganya namun Aisyah tertidur dan
datanglah kambing lalu adunan itu dimakan olehnya."
Aisyah berkata: "Kemudian datanglah kepadaku Rasulullah saw dan saat tu
aku bersama kedua orang tuaku dan seorang wanita dari kaum Anshar. Aku
menangis dan wanita itu pun turut menangis. Rasulullah saw duduk lalu
memuji Allah SWT dan berkata: "Wahai Aisyah, sungguh kamu telah
mendengar sendiri apa yang dikatakan orang-orang tentang dirimu, maka
bertakwalah kepada Allah SWT dan jika engkau telah melakukan keburukan
seperti yang diucapkan orang-orang itu, maka bertaubatlah kepada Allah
SWT kerana sesungguhnya Allah SWT menerima taubat dari hamba-hamba-Nya."
Aisyah berkata, "demi Allah, itu tidak lain hanya kebohongan yang
dialamatkan kepadaku sehingga membuat air mataku kering. Aku sama sekali
tidak seperti yang mereka katakan," lalu aku menunggu kedua orang tuaku
untuk mengatakan tentang diriku namun mereka justru terdiam. Aisyah
berkata, "demi Allah aku merasa sebagai seorang yang hina yang tidak
layak diturunkan Al-Qur'an dari Allah SWT berkenaan denganku, tetapi aku
hanya berharap agar Nabi saw melihat kebohongan yang dialamatkan
kepadaku itu sehingga ia memastikan terbebasnya aku darinya."
Aisyah berkata: "Ketika aku tidak melihat kedua orang tuaku berbicara
aku berkata kepada mereka tidakkah kalian menjawab apa yang dikatakan
Rasulullah saw?" Mereka berkata: "Demi Allah kami tidak mengetahui apa
yang harus kami jawab." Aku mengetahui bahawa aku bebas dari tuduhan
itu. Tiba-tiba Rasulullah saw mengusap keringat dari wajahnya sambil
berkata: "Bergembiralah wahai Aisyah kerana sesungguhnya Allah SWT telah
menurunkan ayat yang membebaskan kamu dari tuduhan itu," lalu aku
berkata: "Segala puji bagi Allah SWT." Kemudian beliau keluar menemui
para sahabat dan membacakan kepada mereka ayat berikut ini:
"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari
golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahawa berita bohong itu buruk
bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa
yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian
yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang
besar. " (QS. an-Nur: 11)
Jibril turun kepada Nabi saw untuk menyampaikan terbebasnya Aisyah dari
segala tuduhan yang ditujukan kepadanya. Dan gagallah peperangan
psikologi menentang kaum Muslim dan rumah tangga Rasulullah saw, dan
kelompok-kelompok kafir meyakini bahawa mereka harus menggunakan cara
baru lagi untuk menentang Islam. Kemudian Rasulullah saw kembali
memasuki pergelutan menentang peperangan fizik. Peperangan Khandaq
termasuk contoh peperangan fizik yang dilakukan oleh Rasulullah saw.
Orang-orang Yahudi menyerahkan urusan mereka kepada kaum musyrik, dan
Dimulailah rangkaian persekongkolan dan sumpah di antara tokoh- tokoh
Yahudi dan pemimpin-pemimpin kaum musyrik, bahkan pendeta- pendeta
Yahudi berfatwa bahawa agama Quraisy yang disimbolkan dengan penyembahan
berhala lebih baik daripada agama Muhammad yang penyembahan hanya layak
ditujukan kepada Tuhan Yang Esa
sebagaimana tradisi jahiliah lebih baik daripada ajaran Al-Qur'an.
Politik kaum Yahudi berhasil menyatukan kelompok-kelompok orang kafir
dan mengerahkannya untuk menentang kaum Muslim. Kemudian mereka akan
menyerang Madinah dengan jumlah kekuatan sepuluh ribu tentera. Akhirnya,
berita itu sampai ke Nabi saw. Beliau tidak hairan ketika mendengar
orang-orang Yahudi bersatu - padahal mereka mempunyai asas agama yang
menyeru kepada tauhid - bersama kaum musyrik menentang agama tauhid.
Nabi saw mengetahui bahawa perjanjian telah lama membelenggu orang-orang
Yahudi sehingga hati mereka menjadi keras dan hari telah menjauhkan
antara mereka dan sumber yang jernih yang dipancarkan oleh Musa.
Akhirnya, mereka menjadi buah yang rosak yang kulitnya bergambar tauhid
namun isinya bergambar kepahitan syirik. Dan yang lebih penting dari itu
adalah kesamaan kepentingan kaum Yahudi dan kaum musyrik.
Nabi saw menyedari bahawa beliau sekarang menghadapi ancaman dan pasukan
yang besar. Pertempuran secara terbuka tidak memberi keuntungan bagi
Muslimin. Beliau mulai berfikir bagaimana cara mempertahankan Madinah
tanpa harus keluar darinya. Kali ini taktik militernya berubah di mana
sebelum itu beliau keluar dari Madinah dan menjauhinya serta menyerang
kelompok-kelompok yang berencana menyerbu Madinah. Kali ini bentuk
ancaman berbeza dan tentu fikiran Nabi pun berubah kerana mengikuti
perbezaan ancaman itu.
Kemudian beliau mengadakan pertemuan militer bersama para tenteranya.
Beliau ingin mendengar berbagai usulan tentang bagaimana cara
mempertahankan Madinah. Lalu Salman al-Farisi mengusulkan agar Nabi
menggali suatu parit yang dalam di sekeliling Madinah yaitu parit yang
seperti bendungan alami yang dapat menahan laju banjir yang ingin maju,
suatu parit yang pasukan berkuda tidak akan mampu melewatinya dan kaum
Muslim dapat mempertahankan diri dari belakangnya. Mula- mula usulan itu
terkesan agak mustahil diwujudkan namun pada akhirnya Nabi menyetujui
usulan Salman itu. Melalui sensifitas militernya yang mengagumkan,
beliau mengetahui bahawa situasi cukup genting dan kerananya ia menuntut
usaha keras untuk dapat melaluinya. Nabi saw memerintahkan para sahabat
untuk menggali parit di sekitar Madinah. Pekerjaan itu sangat berat dan
saat itu musim dingin di mana udara sangat dingin. Di samping itu, kaum
Muslim sedang mengalami krisis ekonomi yang mengancam Madinah, meskipun
demikian, penggalian parti tetap dilaksanakan, bahkan Rasulullah saw
terjun langsung untuk membuat galian dan memikul tanah.
Kaum Muslim dengan semangat yang luar biasa dapat menyelesaikan
penggalian parit itu meskipun kehidupan sangat keras dan mereka
merasakan kelaparan kerana kekurangan harta. Namun semangat pasukan
Islam tetap meninggi. Mereka percaya akan datangnya kemenangan dan
pertolongan dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu
itu, mereka berkata: 'lnilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada
kita.' Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah
menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan." (QS. al-Ahzab: 22)
Pasukan Quraisy mulai mendekati Madinah dan tiba-tiba Madinah berubah
menjadi jazirah cinta di tengah-tengah lautan kebencian, lautan itu
mulai menghentam jazirah dan berusaha menenggelamkannya dari dalam.
Kemudian berteburanlah panah-panah kaum Muslim untuk menghalau pasukan
kafir yang cukup banyak. Pasukan kafir mulai berputar-putar di
sekeliling parit dalam keadaan bingung: apa gerangan yang telah
dilakukan pasukan Islam, bagaimana mereka dapat menggali parit ini?
Kuda-kuda musuh berusaha melalui parit itu namun pasukan Muslim segera
menyerangnya. Demikianlah peperangan Ahzab terus berlangsung. Pada
hakikatnya ia adalah peperangan urat saraf. Pasukan musuh mengepung
Madinah selama tiga minggu di mana serangan demi serangan terus
dilakukan sepanjang siang dan mata mereka tetap terjaga sepanjang malam.
Bahkan saking dahsyatnya pertempuran itu sehingga kaum Muslim tidak
mengetahui apakah pasukan musuh berhasil menduduki Madinah atau tidak,
dan apakah para musuh berhasil menembus lubang yang mereka bangun? Allah
SWT menggambarkan keadaan peperangan Ahzab dalam firman-Nya:
"(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan
ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai
ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam
persangkaan. Di situlah diuji orang- orang mukmin dan digoncangkan
hatinya dengan goncangan yang dahsyat." (QS. al-Ahzab: 10-11)
Keadaan semakin buruk di mana orang-orang Yahudi membatalkan perjanjian
mereka dengan kaum Muslim dan mereka bergabung dengan al-Ahzab.
Demikianlah Bani Quraizhah membatalkan perjanjiannya dan mereka lupa
terhadap pengkhianatan bani Nadhir dan pembalasan Nabi saw terhadap
mereka. Setiap hari keadaan semakin buruk.
Kaum Muslim benar-benar mengalami ujian yang berat di mana fikiran
mereka benar-benar kacau. Ketika keadaan mencapai puncaknya kaum Muslim
bertanya kepada Rasul saw, "apa yang harus mereka katakan?" Rasulullah
saw memberitahu agar mereka mengatakan: "Ya Allah, kalahkanlah mereka
dan tolonglah kami untuk mengatasi mereka."
Doa tersebut keluar dari mulut-mulut kaum yang telah melaksanakan
kewajipan mereka dan telah membuat mukjizat mereka dalam menghalau
serangan. Jadi, mereka tidak memiliki apa-apa selain doa dan Allah SWT
lah Yang Maha Mendengar permintaan hamba-Nya dan Dia yang
mengabulkannya. Dia mengetahui orang yang melaksanakan kewajipannya dan
akan mengabulkan orang yang berdoa.
Akhirnya, kaum Muslim benar-benar mendapatkan rahmat Allah SWT. Kemudian
perjalanan pertempuran bergerak dengan cara yang tidak bisa difahami.
Para penyerang menyedari bahawa mereka sebenarnya telah kalah di mana
mereka telah menyerang selama tiga pekan namun serangan tersebut tidak
memberikan hasil apa pun. Mereka telah mencurahkan berbagai upaya namun
tanpa memberikan hasil yang diharapkan dan boleh jadi mereka akan tetap
begini selama tiga tahun.
Kemudian datanglah suatu malam di mana kaum Muslim belum pernah melihat
malam segelap itu dan angin sekencang itu, bahkan saking kerasnya angin
sampai-sampai suaranya laksana halilintar. Bahkan saking gelapnya malam
itu sehingga tak seorang pun di antara umat Islam yang mampu melihat
jari-jari tangannya atau berdiri dari tempatnya kerana saking dinginnya
cuaca. Kemudian Nabi saw datang menemui Hudaifah bin Yaman. Beliau tidak
mampu melihatnya meskipun beliau berdiri di sebelahnya. Nabi saw
bertanya: "Siapa ini?" Hudaifah menjawab: "Aku adalah Hudaifah." Nabi
saw berkata: "Oh, kamu Hudaifah." Hudaifah tetap tinggal di tempatnya
kerana ia khawatir jika ia berdiri ia akan tidak mampu kerana saking
dinginnya dan akan menabrak Rasul saw. Rasul saw berkata kepada
Hudaifah, "Aku kehilangan berita penting tentang keadaan kaum yang
menyerang kita."
Hudaifah sebagai mata-mata dari pasukan Islam merasakan ketakutan di
mana ia tidak mampu menahan cuaca yang begitu dingin, lalu bagaimana ia
dapat berdiri dan keluar dari Madinah menuju ke tempat pasukan musuh dan
menyusup di tengah barisan mereka lalu kembali kepada Nabi saw dengan
membawa berita tentang mereka. Hudaifah bangkit dari tempatnya ketika
Nabi saw selesai dari pembicaraannya. Nabi saw memberikan doa kebaikan
kepadanya. Hudaifah pun pergi dan kehangatan keimanannya mengalahkan
kegelapan malam dan kedinginan cuaca. Ia keluar dari Madinah dan
menyusup di tengah-tengah pasukan musuh. Nabi saw memerintahkannya untuk
tidak melakukan tindakan apa pun selain mendapatkan berita dan kembali.
Inilah tugas utamanya. Hudaifah sampai di tengah-tengah musuh. Mereka
berusaha menyalakan api namun angin segera mematikannya sebelum menyala
dan di dekat api itu terdapat seorang lelaki yang berdiri sambil
menghulurkan tangannya ke arah api dengan maksud untuk menghangatkannya.
Lelaki itu adalah pemimpin kaum musyrik yaitu Abu Sofyan.
Melihat itu, Hudaifah segera memasang anak panah pada busur yang
dibawanya dan ia ingin memanahnya. Seandainya ia berhasil membunuhnya,
maka kaum Muslim dapat merasa tenang dengannya, namun ia ingat pesan
Rasulullah saw kepadanya agar ia tidak melakukan tindakan apa pun.
Kemudian ia kembali meletakkan anak panahnya dan menyembunyikannya.
Abu Sofyan berkata: "Wahai orang-orang Quraisy situasi saat ini tidak
menguntungkan bagi kalian, maka pergilah kalian kerana aku pun akan
pergi." Abu Sofyan melompat ke atas untanya lalu mendudukinya dan
memukulnya sehingga unta itu bangkit.
Hudaifah kembali menemui Rasulullah saw dengan membawa berita mundurnya
pasukan Ahzab dan gagalnya serangan mereka. Ketika mendengar peristiwa
penarikan mundur pasukan musuh, Rasulullah saw berkata: "Sekarang kita
akan menyerang mereka dan mereka tidak akan menyerang kita." Belum lama
pasukan Ahzab kembali ke negerinya dengan tangan hampa sehingga beliau
keluar dari Madinah bersama pasukannya menuju ke kaum Yahudi Bani
Quraizhah. Orang-orang Yahudi itu telah mengkhianati perjanjian mereka
bersama Nabi saw. Mereka menipu Islam di saat-saat genting. Oleh kerana
itu, mereka harus membayar biaya pengkhianatan mereka sekarang.
Nabi saw memerintahkan agar para sahabat tidak melaksanakan solat Ashar
kecuali di Bani Quraizhah. Kaum Muslim memahami bahawa perintah tersebut
bererti mereka akan menerobos benteng kaum Yahudi sebelum matahari
tenggelam.
Orang-orang Yahudi menelan kekalahan pahit lalu mereka datang kepada
Sa'ad bin Mu'ad agar ia memutuskan perkara mereka. Sa'ad adalah pemimpin
kaum Aus dan kaum Aus adalah sekutu orang-orang Yahudi Quraizhah di
masa jahiliah. Kaum Yahudi mengharap bahawa mereka dapat memanfaatkan
hubungan yang terjalin selama ini sebagaimana kaum Aus membayangkan
bahawa tokoh mereka akan memberikan keringanan terhadap sekutu-sekutu
mereka. Sa'ad ketika itu terluka dan ia sedang dirawat di khemahnya
kerana terkena panah kauni Ahzab. Sebahagian kaumnya membujuknya agar ia
bersikap baik terhadap orang- orang Yahudi, sekutu-sekutu mereka, dan
orang-orang
Yahudi membujuknya agar ia bersikap lembut terhadap mereka. Kemudian
Sa'ad mengatakan penyataannya yang terkenal: "Telah tiba waktunya bagi
Sa'ad untuk memutuskan hukum sesuai dengan kehendak Allah tanpa peduli
dengan celaan para pencela." Sa'ad memutuskan agar kaum lelaki dibunuh
dan keturunannya ditawan serta harta-harta mereka dibagi-bagikan. Nabi
pun menyetujui keputusan tegas Sa'ad itu. Beliau berkata kepadanya:
"Sungguh engkau telah memutuskan kepada mereka dengan keputusan Allah
SWT dari tujuh langit."
Sa'ad mengetahui bahawa perantaraan, permohonan, harapan, dan menjaga
berbagai pertimbangan lazim selayaknya berada di suatu genggaman, dan
masa depan Islam berada di genggaman yang lain. Yahudi Bani Quraizhah
adalah penyebab berkecamuknya peperangan Ahzab dan sumpah mereka dan
berbagai tipu daya mereka berusaha untuk memblokade Islam dan
menghancurkannya. Oleh kerana itu, kini telah tiba saatnya untuk
mencabut pohon-pohon beracun dari akarnya tanpa memperdulikan kasih
sayang.
Demikianlah kaum Yahudi dibersihkan dari Madinah. Nabi saw kembali
melanjutkan pergelutannya. Puncak dari perjuangan politiknya adalah
perjanjian yang beliau lakukan bersama orang-orang Quraisy. Nabi saw
berjalan untuk melaksanakan umrah dan mengunjungi Baitul Haram. Beliau
keluar bersama seribu empat ratus kaum lelaki yang bertujuan untuk
berziarah ke Baitul Haram guna melaksanakan umrah. Ketika mereka sampai
di Hudaibiyah pinggiran kota Mekah, tiba-tiba unta yang ditunggangi Nabi
duduk dan ia tidak mahu melangkah menuju Mekah. Melihat itu para
sahabat berkata: "Oh unta itu malas." Nabi saw berkata: "Tidak Demikian
namun ia ditahan oleh Zat yang menahan laju gajah menuju Mekah. Sungguh
jika hari ini orang Quraisy membuat suatu rencana dan mereka meminta
agar aku menyambung tali silaturahmi nescaya aku akan menyetujuinya."
Nabi saw memerintahkan para sahabat agar tetap tinggal di Hudaibiyah.
Kaum Muslim beristirahat di sana dengan harapan mereka dapat memasuki
Mekah di waktu pagi. Peristiwa itu bertepatan dengan bulan Haram. Mekah
telah menetapkan agar tak seorang pun dari kaum Muslim dapat
memasukinya. Semua kaum Quraisy telah keluar untuk memerangi kaum
Muslim. Mereka mengutus utusan-utusan kepada Nabi saw lalu beliau
memberitahu mereka bahawa beliau tidak datang untuk berperang namun
beliau ingin melakukan umrah sebagai bentuk pujian dan syukur kepada
Allah SWT dan mengagumkan kemuliaan rumah-Nya yang suci. Mekah
menetapkan untuk melakukan perjanjian bersama kaum Muslim di mana mereka
menginginkan agar jangan sampai kaum Muslim memasuki Baitul Haram pada
tahun ini kecuali setelah mereka kembali pada tahun depan.
Datanglah juru runding kaum Quraisy lalu Rasul saw menyambutnya dan
mendengarkan ia menyampaikan syarat-syarat perjanjian yang intinya
pelaksanaan perdamaian dan penarikan mundur pasukan Muslim. Nabi saw
menyetujui semua syarat-syarat perjanjian meskipun tampak bahawa
perjanjian tersebut tidak menguntungkan kaum Muslim di mana itu dianggap
sebagai titik kemunduran politik dan militer kaum Muslim, dan yang
menambah kebingungan kaum Muslim adalah bahawa Rasul saw tidak
melibatkan seseorang pun dari kalangan sahabatnya untuk bermusyawarah
dalam hal ini. Tidak biasanya beliau bersikap demikian. Para sahabat
menyaksikan beliau pergi menemui kaum musyrik dan bersikap sangat lembut
kepada mereka, dan beliau tidak kembali kecuali membawa berita
persetujuan dengan perjanjian yang ditandatangani orang-orang musyrik,
dan beliau pun membubuhkan tanda tangan di atasnya.
Para sahabat bergerak untuk menentang Rasulullah saw. Mereka bertanya
kepada beliau, "bukankah engkau utusan Allah SWT? Bukankah kita kaum
Muslim? Bukankah musuh-musuh kita kaum musyrik?" Nabi saw hanya
mengiyakan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Umar bin Khatab kembali
bertanya: "Mengapa kita harus menerima penghinaan dalam agama kita?"
Umar ingin mengungkapkan sesuai dengan bahasa kita saat ini, "mengapa
kita harus mundur kalau kita berada di atas kebenaran? Mengapa kita
menerima syarat-syarat perjanjian yang justru menguntungkan kaum
musyrik? Apakah kita takut terhadap mereka?"
Mendengar berbagai protes yang disampaikan para sahabatnya, Rasul saw
justru menyampaikan jawapan yang unik bagi mereka di mana beliau
berkata: "Aku adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya dan aku tidak mungkin
menentang perintah-Nya dan Dia tidak mungkin akan menyia- nyiakan aku."
Makna dari kalimat beliau adalah, "taatilah apa yang telah aku lakukan
tanpa perlu memperdebatkannya dan hendaklah kalian sedikit bersabar."
Perjalanan hari menetapkan bahawa perjanjian yang menimbulkan pro dan
kontra di tengah-tengah sahabat itu justru membawa kemenangan politik
paling gemilang yang pernah dicapai oleh umat Islam. Kemenangan tersebut
diperoleh sebagai hasil dari kebijaksanaan sang Nabi saw yang
mengalahkan kelihaian politik kaum Quraisy. Kaum Quraisy telah
memfokuskan semua kelihaian-nya agar kaum Muslim kembali ke tempat
mereka tanpa memasuki Masjidil Haram pada tahun ini, namun hikmah Nabi
saw justru mampu mencapai pengelihatan yang tidak dapat dijangkau oleh
kaum itu yang berkenaan dengan masa depan. Jika saat ini perjanjian
tersebut tampak membawa kekalahan bagi kaum Muslim, maka setelah
berlangsung beberapa bulan ia justru mendatangkan kemenangan yang
spektakuler.
Suhail bin Amr adalah wakil dari delegasi kaum Quraisy dan Ali bin Abi
Thalib adalah juru tulis dalam perjanjian itu dari pihak Nabi saw.
Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Tulislah dengan nama Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang." Utusan Quraisy berkata, aku tidak
mengenal ini. Tapi tulislah dengan nama-Mu, ya Allah. Rasulullah saw
berkata kepada Ali: "Dengan nama-Mu, ya Allah." Sikap keras kepala
utusan Quraisy itu tidak bererti sama sekali kerana tidak ada perbezaan
yang mencolok antara dengan namamu Allah dan dengan nama Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang selain niat si pembicara.
Nabi saw berkata kepada Ali: "Ini adalah perundingan antara Muhammad saw
utusan Allah dan Suhail bin Amr." Mendengar itu dengan nada menentang
Suhail bin Amr berkata: "Seandainya aku bersaksi bahawa engkau adalah
utusan Allah nescaya aku tidak akan memerangimu, tetapi tulislah namamu
dan nama ayahmu." Nabi berkata kepada Ali tulislah: "Inilah kesepakatan
antara Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr."
Tampaknya itu adalah kemunduran yang kedua dan dengan pandangan yang
sekilas tampak menjatuhkan kaum Muslim tetapi Nabi saw ingin mewujudkan
suatu tujuan yang penting yaitu tujuan yang belum terungkap saat itu.
Alhasil, semuanya terjadi dengan ilham dari Allah SWT. Ali kembali
menulis bahawa Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr sama-sama
sepakat untuk menghentikan peperangan selama sepuluh tahun di mana
hendaklah masing-masing mereka memberikan keamanan terhadap sesama
mereka. Namun jika terdapat di antara orang-orang Quraisy seseorang yang
masuk Islam lalu ia datang kepada Muhammad saw tanpa izin walinya
hendaklah kaum Muslim mengembalikannya kepada kaum Quraisy. Sebaliknya,
jika ada orang yang murtad dari sahabat Muhammad saw, maka tidak ada
keharusan bagi orang Quraisy untuk mengembalikannya kepada Nabi.
Syarat tersebut sangat menyakitkan kaum Muslim. Tampak bahawa
orang-orang Quraisy memaksakan kehendaknya dalam syarat-syarat
perjanjian yang tidak adil itu. Ali melanjutkan tulisannya, hendaklah
Nabi saw pulang dari Mekah pada tahun ini dan tidak memasukinya dan jika
pada tahun depan orang-orang Quraisy keluar darinya, maka beliau dapat
memasukinya untuk melaksanakan umrah selama tiga hari dan setelah itu
beliau harus meninggalkannya. Pensyaratan tersebut sangat merugikan kaum
Muslim dan terkesan membingungkan.
Di tengah-tengah perjanjian tersebut terjadi suatu peristiwa yang
menambah penderitaan dan kebingungan Muslimin di mana anak dari juru
runding Quraisy meminta perlindungan kepada kaum Muslim. Ia masuk Islam
dan ingin bergabung dengan kelompok Islam namun ayahnya, Suhail segera
bangkit menyusulnya bahkan memukulnya dan mengembalikannya kepada
kaumnya. Orang Mukalaf itu segera berteriak dan meminta pertolongan
kepada kaum Muslim agar mereka menyelamatkannya dari kejahatan kaum
Quraisy sehingga mereka tidak mengubah
agamanya. Rasulullah saw berbicara kepadanya dan meminta kepadanya untuk
bersabar dan tegar dalam menanggung penderitaan kerana Allah SWT akan
menjadikannya dan orang-orang yang sepertinya suatu jalan keluar dan
kelapangan.
Nabi memahamkannya bahawa beliau telah mengadakan suatu perjanjian
dengan kaum Quraisy dan bahawa kaum Muslim tidak mungkin melanggar
perjanjian mereka.
Akhirnya, anak Muslim itu dikembalikan ke Mekah dalam keadaan terseksa.
Kemudian Selesailah penandatanganan perjanjian antara pihak kaum Muslim
dan pihak kaum musyrik. Setelah penandatanganan perjanjian itu,
Rasulullah saw memerintahkan para sahabatnya agar mereka memotong haiwan
korban dan mencukur rambut mereka (tahalul) dari umrah mereka dan
kembali ke Madinah. Namun tak seorang pun bangkit menyambut perintah
tersebut, lalu beliau mengulangi perintahnya ketiga kali. Di
tengah-tengah kaum Muslim yang tampak membisu kerana ketegangan dan
kesedihan, beliau menyembelih unta dan memanggil tukang cukurnya untuk
mencukur rambutnya dan beliau tidak berbicara dengan seorang pun. Ketika
para sahabat mengetahui bahawa Nabi saw tampak marah dan telah
mendahului mereka dengan tahalul dari umrahnya, maka mereka bangkit
untuk menyembelih korban dan memotong rambut mereka.
Perjalanan hari menunjukkan bahawa perundingan tersebut tidak seperti
yang dibayangkan oleh kaum Muslim. Ia justru membawa kemenangan dan
bukan kekalahan. Persatuan kaum kafir di jazirah Arab mulai runtuh sejak
mereka menandatangani perjanjian itu. Kaum Quraisy di anggap sebagai
pimpinan kaum kafir dan pembawa bendera penentangan terhadap Islam, maka
ketika tersebar berita perjanjian mereka bersama kaum Muslim, maka
padamlah fitnah-fitnah kaum munafik yang bekerja untuk mereka dan
bercerai-berailah kabilah-kabilah penyembah patung di penjuru jazirah.
Saat aktiviti kaum Quraisy terhenti, maka kaum Muslim mengalami
peningkatan aktiviti di mana mereka berhasil menarik orang-orang yang
masih memiliki kemampuan untuk melihat kebenaran. Sejak dua tahun dari
masa penandatanganan perjanjian itu jumlah penganut Islam semakin
bertambah lebih dari jumlah sebelumnya. Bukti dari itu adalah, bahawa
saat Rasul saw keluar ke Hudaibiyah beliau ditemani dengan seribu empat
ratus Muslim namun ketika beliau keluar pada tahun penaklukan kota Mekah
beliau disertai dengan sepuluh ribu Muslim.
Penaklukan kota Mekah terjadi setelah dua tahun dari perundingan
tersebut. Penambahan jumlah kaum Muslim yang luar biasa ini adalah
dikeranakan hikmah sang Nabi saw dan kejauhan pandangannya. Nabi saw
keluar sebagai pemenang dalam pergelutan politiknya, dan syarat-syarat
yang tadinya merugikan kaum Muslim kini telah berubah menjadi syarat-
syarat yang merugikan kaum Quraisy. Barang siapa murtad dari kaum Muslim
dan pergi ke kaum Quraisy, maka hendaklah mereka melindunginya kerana
Allah SWT telah memampukan Islam darinya, dan barang siapa yang masuk
Islam dari kaum kafir dan pergi ke kaum Muslim, maka hendaklah mereka
mengembalikannya ke kaum Quraisy di mana ia tinggal di dalamnya sebagai
mata-mata dari pihak Islam atau ia dapat lari dari kaum Quraisy untuk
menyatukan kelompok yang bertikai dan ia dapat hidup laksana duri di
tengah-tengah kaum Quraisy.
Belum lama waktu berjalan sehingga kaum Quraisy mengutus utusannya
kepada Nabi saw dan mengharap kepada beliau agar melindungi orang
Quraisy yang masuk Islam daripada membiarkan mereka sebagai panah yang
terbang menuju kaum Quraisy. Demikianlah kaum Quraisy justru membatalkan
syarat yang telah mereka diktekan dan Nabi saw pun menerimanya dengan
puas. Perundingan itu justru menguatkan barisan Nabi saw.
Demikianlah Nabi saw terus menjalani mata rantai pergelutan yang tiada
henti-hentinya di mana kehidupan beliau yang peribadi sekali pun tidak
sunyi dari penderitaan. Nabi saw menikahi sembilan orang isteri.
Perkahwinan beliau dengan sembilan isteri tersebut merupakan
keistimewaan peribadi yang hanya beliau miliki kerana berhubungan dengan
sebab-sebab dakwah Islam. Yaitu suatu dakwah yang membolehkan para
pengikutnya untuk menikahi empat orang isteri dengan syarat jika yang
bersangkutan mampu menciptakan keadilan di antara mereka, dan ia
menganjurkan untuk hanya puas dengan satu isteri jika seorang Muslim
khawatir tidak dapat berbuat adil.
Kaum orientalis dan musuh-musuh Islam mencuba untuk menghina Nabi dan
memujukkannya, dan salah satu cela yang mereka manfaatkan adalah
perkahwinan beliau dengan sembilan wanita. Kita mengetahui bahawa
pernikahan-pernikahan beliau terlaksana dengan sebab-sebab politik atau
kemanusiaan yang berhubungan dengan dakwah Islam. Dan yang terkenal dari
sejarah Nabi saw adalah bahawa beliau menikah dengan Sayidah Khadijah
saat beliau berusia dua puluh lima tahun dan Khadijah berusia empat
puluh tahun. Semasa hidup Khadijah beliau tidak menikahi isteri yang
lain sampai Khadijah mencapai usia enam puluh lima tahun. Saat Khadijah
meninggal, Nabi berusia di atas lima puluh tahun. Beliau menikahi
Khadijah sebelum beliau diutus untuk menyebarkan Islam. Beliau tetap
setia bersama Khadijah sampai ia meninggal dan beliau diangkat menjadi
Nabi. Namun beban kenabian dan beratnya jihad, kasih sayangnya kepada
manusia, pengorbanannya terhadap Islam dan perintah Allah SWT semua itu
memaksanya untuk menikah lebih dari satu orang isteri sampai mencapai
sembilan orang isteri. Perkahwinan beliau dengan Aisyah yang saat itu
masih belia merupakan usaha untuk menjalin ikatan dengan Abu Bakar, ayah
dari Aisyah dan perkahwinan beliau dengan Hafshah meskipun ia sedikit
kurang cantik merupakan usaha beliau untuk menjalin ikatan dengan Umar,
ayahnya. Beliau juga menikah dengan Ummu Salamah, janda dari pemimpin
pasukannya yang mati syahid di jalan Allah SWT dan wanita itu merasakan
penderitaan bersama beliau saat hijrah di Habasyah dan hijrah ke
Madinah. Ketika suaminya meninggal dan ia sendirian menghadapi berbagai
persoalan kehidupan, maka Nabi saw segera merangkulnya di rumah
kenabian. Perkahwinan beliau dengan Sawadah sebagai bentuk penghormatan
terhadap keislaman wanita itu dan kemuliaannya dari kaum lelaki serta
kesendiriannya dalam menjalani kehidupan.
Sementara itu, pernikahan beliau dengan Zainab bin Jahasy merupakan
ujian berat bagi beliau di mana perintah pernikahan itu datang dari
Allah SWT untuk mengharamkan suatu tradisi yang terkenal di kalangan
jahiliah yaitu tradisi adopsi. Zainab termasuk kerabat Rasul. Jadi ia
termasuk dari kalangan bani Hasyim. Ia merasa bangga dengan nasab yang
dimilikinya yang kerananya ia menolak ketika ditawari untuk menikah
dengan Zaid bin Harisah, seorang budak Nabi yang telah beliau bebaskan,
bahkan nasabnya telah beliau nisbatkan kepada dirinya dan beliau telah
mengadopsinya sehingga ia dipanggil dengan sebutan Zaid bin Muhammad.
Namun Zainab akhirnya menyetujui pendapat Nabi dan perintah Allah SWT
sehingga ia menikah dengan Zaid:
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan
mereka. Dan barang siapa menderhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh
dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. " (QS. al-Ahzab: 36)
Sejak semula tampak jelas bahawa pernikahan tersebut akan segera
berakhir. Zainab tidak menyukai Zaid dan Zaid pun bukan jenis lelaki
yang mampu menahan kehidupan bersama seorang wanita yang hatinya jauh
darinya. Zaid datang kepada Nabi saw guna mengadu kepada beliau dan
meminta izin untuk menceraikan isterinya. Allah SWT mewahyukan kepada
Rasul-Nya agar membiarkan Zaid menceraikan isterinya, lalu hendaklah
beliau menikahinya. Nabi saw merasakan kesulitan yang luar biasa dan
beliau berbicara kepada Zaid agar ia terus melangsungkan kehidupannya
dan bersabar. Nabi saw membayangkan apa yang dikatakan manusia kepadanya
bahawa ia menikahi isteri dari anaknya tetapi apa yang dikhuatirkan
oleh Nabi saw justru merupakan sesuatu yang ingin dihapus oleh Allah
SWT. Zaid bukanlah anaknya dan dalam Islam tidak ada sistem adopsi. Oleh
kerana itu, Zaid dapat mencerai isterinya lalu Nabi dapat menikahi
Zainab untuk menetapkan apa yang diinginkan oleh Islam. Rasulullah saw
mampu bersabar dan menahan diri saat mendengar berbagai ocehan yang akan
dikatakan oleh manusia kepadanya. Ini bukanlah pengorbanan pertama dan
terakhir yang beliau persembahkan untuk Islam. Berkenaan dengan itu,
Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah
melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat
kepadanya: 'Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah,'
sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan
menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah- lah yang
lebih berhak kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan
terhadap isterinya (menceraikannya), Kami nikahkan kamu dengan dia
supaya tidak ada keberatan bagi orang- orang mukmin untuk (menikahi)
isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu
telah menyelesaikan keperluannya dari isterinya. Dan adalah ketetapan
Allah itu pasti terjadi. " (QS.
al-Ahzab: 37)
Pernikahan beliau dipenuhi dengan unsur politik dan usaha untuk
menyebarkan kebaikan dan rahmat serta penghormatan nilai-nilai yang
tinggi dan menggabungkannya di rumah kenabian. Sementara itu, Ummu
Habibah binti Abu Sofyan bin Harb, pemimpin Quraisy dalam memerangi
Islam, berhijrah bersama suaminya ke Habasyah.
Ia berhadapan dengan keterasingan dan kekhuatiran dalam membela agama
Allah SWT. Kemudian suaminya mati meninggalkannya sendirian dalam
menjalani kehidupan. Sikapnya yang mulia demi menegakkan ajaran Islam
dan hanya menentang ayahnya merupakan nilai lebih yang menyebabkan
Rasulullah saw tertarik untuk menggabungkannya di rumah kenabian.
Pada suatu hari, Abu Sofyan menemuinya saat ia telah menjadi isteri
Rasulullah saw. Abu Sofyan ingin duduk di atas tempat tidur Nabi lalu
Ummu Habibah berusaha menjauhkan tempat tidur itu dari ayahnya. Melihat
sikap anaknya itu, ayahnya bertanya kepadanya: "Apakah engkau mulai
membenciku?" Dengan penuh keberanian ia menjawab: "Ini adalah tempat
tidur Rasulullah saw dan engkau adalah seorang musyrik, maka engkau
tidak boleh menyentuhnya."
Adapun Shofiyah binti Huyay adalah anak seorang raja Yahudi. Sedangkan
Juwairiyah binti Haris, ayahnya seorang pemimpin kabilah Bani Musthaliq.
Bani Musthaliq menelan kekalahan saat berhadapan dengan kaum muslim
lalu kedua anak perempuan raja dan pemimpin kabilah itu jatuh menjadi
tawanan. Pernikahan Nabi dengan kedua wanita itu terkesan dipaksa oleh
orang-orang yang kalah itu dan sebagai ajakan agar kaum Muslim
memperlakukan mereka dengan baik. Mula-mula kaum Muslim menolak untuk
bersikap lembut terhadap ipar-ipar Nabi, namun Nabi dengan kelembutan
sikapnya ingin menyingkap aspek kemanusiaan dalam peperangannya dan
beliau mengisyaratkan kepada kaum Muslim agar mereka menunjukkan
persaudaraan sesama manusia. Peperangan itu sendiri bukan sebagai tujuan
namun ia sebagai usaha mempertahankan Islam dan aspek tertinggi dari
Islam adalah rahmat dan cinta.
Jadi Nabi saw menikahi wanita-wanita dari orang-orang yang kalah itu
dengan maksud agar kebebasan dan kemuliaan kembali kepada keluarga
mereka dan mereka dapat masuk Islam secara puas dan sukarela. Kemudian
beliau menikah dengan Maryam al-Qibtiyah. Muqauqis telah memberikannya
kepada Nabi sebagai budak di mana itu merupakan simbol tali kasih yang
diisyaratkan oleh Al-Qur'an antara Islam dan Masihi dan sebagai bentuk
hukum bagi kaum Muslim dengan dihalalkannya pernikahan dengan
wanita-wanita ahlul kitab.
Maryam memberikan anak kepada Nabi saw yang bernama Ibrahim, nama dari
datuknya, bapak para nabi. Namun Ibrahim tidak hidup lama. Ia meninggal
saat masih menyusu. Kematiannya merupakan ujian bagi Nabi dan sebagai
isyarat dari Ilahi bahawa pewaris-pewaris Rasul dari kaum lelaki adalah
para pengikut Al-Qur'an dan para pembawa Islam, bukan anak-anak dari
sulbinya.
Salah jika ada orang yang membayangkan bahawa Rasul saw mempunyai banyak
waktu untuk mencari kesenangan meskipun halal. Kesenangan diperbolehkan
bagi orang lain namun beliau lebih memilih untuk merasakan penderitaan
berjihad, menegakkan hukum, dan kesabaran. Salah jika ada orang yang
membayangkan bahawa Rasul saw hidup di rumahnya dengan keadaan ekonomi
yang lebih baik daripada orang yang termiskin dari kalangan Muslim di
zamannya.
Kehidupan beliau di rumahnya penuh dengan kezuhudan yang luar biasa
sehingga sebahagian isterinya mengeluhkan keadaan tersebut. Di antara
mereka ada yang berasal dari keluarga yang kaya seperti keluarga Abu
Bakar atau keluarga Umar bahkan sebahagian isterinya bersatu untuk
meminta kepada beliau agar beliau menambah nafkah mereka sehingga Nabi
meninggalkan isteri-isterinya, lalu tersebarlah isu yang menyatakan
bahawa beliau telah menceraikan semua isterinya. Kemudian turunlah ayat
Takhyir (yaitu ayat yang memberikan pilihan kepada isteri-isteri Nabi
untuk tetap menjadi isteri beliau atau diceraikannya). Turunlah Al-
Qur'an al-Karim memberikan pilihan pada isteri-isteri Nabi antara
menjalani kehidupan di rumah kenabian dengan penuh kesederhanaan atau
menerima perceraian. Allah SWT berfirman:
"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: 'Jika kamu sekalian
mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya
kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.
Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta
(kesenangan) di negeri akhirat, maka Sesungguhnya Allah menyediakan
siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar. " (QS. al-Ahzab:
28-29)
Selesailah fitnah. Demikianlah pergelutan di rumah Rasul saw. Akhirnya,
isteri-isteri beliau memilih kehidupan zuhud dan bersabar serta akhirat
daripada kehidupan dunia. Permintaan isteri-isteri nabi tidak melebihi
hal-hal yang bersifat mubah, namun Rasul saw merupakan teladan bagi
seluruh umat, kerana itu beliau harus menjadi teladan bagi umat sehingga
beliau dapat menjadi cermin tertinggi yang layak di emban oleh seorang
yang memegang tampuk kepemimpinan Muslimin. Allah SWT telah membalas
pengorbanan isteri-isteri Nabi saw dalam bentuk mengangkat kedudukan
mereka dan menjadikan mereka sebagai ibu dari kaum mukmin. Allah SWT
berfirman:
"Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri
mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka." (QS. al-
Ahzab: 6)
Dan, sebagai penegasan terhadap keibuan spirituil ini, Islam mewajibkan
hijab yang teliti kepada mereka, yaitu suatu hijab yang tidak
diperlakukan seperti itu kepada Muslimah-Muslimah lain. Nabi saw
melanjutkan dakwahnya. Beliau mengirim surat ke raja-raja dan para
penguasa di mana beliau ingin menunjukkan universalitas ajaran Islam.
Nabi saw mengajak Kaisar Romawi untuk mengikuti Islam, lalu beliau
mengirim utusan ke Amir Damaskus mengajaknya untuk memeluk Islam, dan
beliau mengutus utusan ke Amir Basrah bahagian dari wilayah Romawi dan
mengajaknya untuk mengikuti Islam, dan beliau juga mengirim surat ke
penguasa Qibti dan mengajaknya untuk masuk Islam, dan beliau juga
menulis surat ke Kisra, Raja Persia dan mengajaknya untuk mengikuti
Islam. Beliau juga mengirim utusan ke Amir Bahrain dan mengajaknya untuk
mengikuti Islam.
Lalu berbagai reaksi disampaikan berkenaan dengan surat-surat Nabi itu.
Di antara mereka ada yang berusaha menyampaikan kepada pembawa surat
bahawa ia masuk Islam dan mengembalikannya dengan hadiah, dan di antara
mereka ada yang merobek-robek surat itu dan di antara mereka ada yang
membalas surat itu dengan jawapan yang baik, dan di antara mereka ada
yang menerima kebenaran. Demikianlah hari berlalu dalam pergelutan yang
tidak pernah padam, suatu pergelutan yang dipimpin oleh Nabi sehingga
beliau menaklukkan Mekah dan menyucikan jazirah Arab. Akhirnya, manusia
masuk dalam agama Allah SWT dalam keadaan berbondong-bondong, dan Allah
SWT menyempurnakan agama bagi kaum Muslim dan Nabi saw melaksanakan haji
wada' (haji yang terakhir) dan turunlah kepada beliau wahyu di Arafah
sebagaimana firman-Nya:
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
Ayat tersebut dibacakan kepada Abu Bakar sehingga ia menangis. Allah SWT
merasa bahawa telah tiba waktunya untuk mengakhiri misi Rasul- Nya.
Aisyah berkata kepada anak-anak yang berteriak dan bermain-main di luar
rumah: "Diamlah kalian kerana Rasulullah saw sedang sakit." Anak- anak
itu pun terdiam dan mereka merasakan ketakutan yang luar biasa. Pada
hari-hari terakhir, Rasulullah saw tidak lagi bercanda dengan mereka
sebagaimana yang biasa beliau lakukan.
Mereka memperhatikan bahawa kepucatan yang aneh menyelimuti Nabi saw
yang biasanya wajah beliau dipenuhi dengan senyuman hingga wajahnya
laksana lempengan emas. Nabi saw yang terakhir masuk dalam rumahnya dan
hampir saja beliau tidak kuat menahan langkah kedua kakinya. Beliau
memasuki rumahnya dan bersandar kepada tangan Fadl bin Abbas dan Ali bin
Abu Thalib. Beliau merasakan keletihan dan kesakitan. Kemudian Aisyah
menidurkan beliau di atas ranjangnya yang kasar dan Aisyah meletakkan
tangannya di atas kening beliau. Kepala beliau tampak panas kerana
saking hebatnya demam. Aisyah berkata dalam keadaan kedua matanya
mengucurkan air mata, "demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah apakah engkau
merasakan sakit?" Nabi saw tersenyum untuk menenangkan Aisyah lalu
beliau tertidur. Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw berbagai
gambar hidup: Jibril turun kepada beliau dengan membawa wahyu di gua
Hira. Beliau telah melewati waktu yang diberkati selama dua puluh tiga
tahun, yang sekarang tampak seperti mimpi. Bahkan empat puluh tahun yang
mendahuluinya tampak seperti gambar yang hanya dilukis sesaat.
Segala sesuatu menjadi mudah bagi Allah SWT dan Rasulullah saw telah
berhasil melalui berbagai penderitaan dengan penuh kesabaran, bahkan
beliau tidak pernah mengeluh sekali pun. Beliau mengajarkan akidah
kepada para pengikutnya dengan penuh kemantapan. Akhirnya, Islam menjadi
mulia dan benderanya semakin berkibar. Kemudian beliau bangun kerana
melihat tangisan yang tersembunyi dari Aisyah. Beliau membuka kedua
matanya dan melihat wajah Aisyah sambil beliau sendiri berusaha melawan
rasa pusing, demam, dan sakit yang dirasakannya. Beliau kembali
tersenyum untuk menenangkan Aisyah dan beliau kembali memejamkan matanya
dan tidak sedarkan diri. Apa gerangan yang menyebabkan Aisyah menangis?
Tidakkah Allah SWT memahkotai jihad Nabi saw yang berat dengan
penaklukan Mekah dan penyucian Baitul Haram?
Berbagai gambar hidup dan aktual melayang-layang dalam memori Nabi saw.
Beliau mengingat bagaimana tindakan orang Quraisy ketika membantalkan
perjanjian Hudaibiyah dan mereka memerangi Khaza'ah yang saat itu
bersekutu dengan kaum Muslim dan akhirnya mereka membunuh semua sekutu
kaum Muslim di Baitul Haram. Kemudian beliau berjalan bersama pasukan
yang berjumlah sepuluh ribu di mana semua pasukan telah siap, dan
tentera Muslim turun dari gunung Mekah laksana air bah yang tidak
berhenti sedikit pun. Telah lewatlah masa para pembawa tombak, panah,
dan pedang; telah lewatlah masa di mana Rasulullah saw memimpin pasukan
yang di dalamnya terdapat kaum Muhajirin dan Anshar. Di tengah-tengah
pasukan besar tersebut yang berhasil menaklukkan Mekah, Nabi saw
menunggangi untanya dan beliau menundukkan kepalanya dengan penuh rendah
diri di hadapan Allah SWT sampai-sampai kepalanya hampir menyentuh
punggung unta yang dinaiki. Pintu Mekah terbuka untuk pasukan ini.
Para pemimpin Mekah dan pengikut-pengikut mereka menyerahkan diri.
Kalimat Allah SWT semakin meninggi di dalamnya. Nabi saw memasuki Baitul
Haram lalu beliau berkeliling di sekitar Ka'bah. Beliau menghancurkan
berbagai patung yang berbaris di sekitarnya, lalu beliau memukulnya
dengan kapaknya. Kemudian patung-patung itu berjatuhan dan hancur.
Setelah beliau membersihkan masjid dari berbagai patung dan
mengembalikannya sebagaimana yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai
rumah tauhid yang mutlak, beliau menoleh kepada orang Quraisy dan
memaafkan mereka dan mengajak mereka untuk kembali ke jalan Allah SWT.
Kemudian tibalah waktu solat, lalu Bilal naik di atas punggung Ka'bah
dan mengumandangkan Azan. Penduduk Mekah mendengarkan panggilan baru ini
di mana gemanya berputar-putar di antara gunung:
"Allah Maha Besar. Aku bersaksi bahawa tiada Tuhan selain Allah. Aku
bersaksi bahawa Muhammad utusan Allah. Marilah melaksanakan solat.
Marilah menuju keberuntungan. Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain
Allah."
Akhirnya, rumah itu dikembalikan kehormatannya dan kemuliaannya.
Kemudian lagi-lagi arus berbagai gambar terlintas dalam memorinya:
itulah peperangan Hunain dengan kekalahannya, kemenangannya, dan
ganimahnya; Itulah Nabi saw yang memberikan ganimah terhadap orang-
orang yang bergabung dengan Islam hanya dua hari dari penduduk Mekah,
dan mencegah untuk memberi ganimah Hunaian kepada kaum Anshar yang telah
memberikan segalanya untuk Islam. Salah seorang di antara mereka
berkata: "Demi Allah, Rasulullah saw telah menemui kaumnya." Sa'ad bin
'Ubadah berjalan ke arah Rasulullah saw dan memberitahunya bahawa kaum
Anshar sedang marah. Rasul saw bertanya: "Mengapa marah?" Sa'ad
menjawab: "Mereka protes saat engkau membagikan ganimah ini pada kaummu
dan pada seluruh orang Arab namun mereka tidak mendapatkan apa-apa."
Rasulullah saw bertanya kepada Sa'ad bin Ubadah: "Kamu sendiri bagaimana
pendapatmu wahai Sa'ad?" Sa'ad berkata: "Aku tidak lain kecuali
seseorang dari kaumku." Rasulullah saw berkata: "Kumpulkanlah kepadaku
kaummu untuk masalah yang penting ini dan jika kalian telah berkumpul,
maka beritahulah aku."
Sa'ad mengumpulkan seluruh kaum Anshar lalu ia memberitahu Rasul saw
bahawa ia telah mengumpulkan mereka. Rasulullah saw keluar menemui
mereka dan berdiri di hadapan mereka sambil memuji Allah SWT dan
kemudian berkata: "Wahai orang-orang Anshar, tidakkah aku datang kepada
kalian saat kalian dalam keadaan sesat lalu Allah SWT memberikan
petunjuk kepada kalian, dan kalian menjadi orang-orang yang fakir lalu
Allah SWT memampukan kalian, dan kalian dalam keadaan bermusuhan lalu
Allah SWT menyatukan hati kalian?" Mereka menjawab: "Benar." Rasulullah
saw berkata: "Mengapa kalian tidak menjawab wahai kaum Anshar?" Mereka
berkata: "Apa yang kita akan katakan wahai Rasulullah dan dengan apa
kita akan menjawabnya. Sungguh segala kurnia hanya milik Allah SWT dan
Rasul-Nya."
Rasulullah saw berkata: "Demi Allah, seandainya kalian mahu nescaya
kalian akan mengatakan dan benar apa yang kalian katakan: Engkau datang
kepada kami sebagai seorang yang terusir, maka kami melingdungimu dan
engkau datang dalam keadaan miskin lalu kami menghiburmu dan engkau
datang dalam keadaan ketakutan lalu kami mengamankanmu dan engkau datang
dalam keadaan teraniaya lalu kami menolongmu." Mereka berkata: "Segala
puji dan kurnia bagi Allah SWT dan Rasul-Nya." Rasulullah saw berkata:
"Wahai kaum Anshar, apakah kalian akan marah terhadap harta yang telah
aku berikan kepada suatu kaum dengan harapan agar keimanan meresap dalam
hati mereka dan kalian justru melupakan kurnia yang telah Allah SWT
berikan kepada kalian dalam bentuk nikmat Islam. Tidakkah kalian wahai
kaum Anshar merasa puas ketika manusia pergi untuk melakukan perjalanan
di musim dingin sedangkan kalian pergi dengan Rasulullah saw. Maka demi
Zat yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya manusia melalui suatu jalan
dan kaum Anshar melalui jalan yang lain nescaya aku akan melalui jalan
kaum Anshar. Ya Allah, rahmatilah kaum Anshar dan anak-anak kaum Anshar
dan cucu kaum Anshar."
Mendengar doa itu, kaum tersebut menangis sehingga janggut mereka
terbasahi dengan air mata dan mereka berkata: "Kami rela dengan Allah
SWT sebagai Tuhan dan sangat puas dengan pembahagian Rasulullah saw."
Kemudian Nabi saw pun meninggalkan mereka dan mereka pergi dalam keadaan
puas. Orang-orang Anshar memahami bahawa Muslim yang hakiki di dunia
adalah seorang yang datang di dunia untuk memberi, bukan untuk
mengambil. Nabi saw terbangun dan beliau mendapati dirinya sendirian di
kamar. Suhu tubuh beliau meningkat kerana demam, lalu beliau memanggil
Aisyah dan meminta kepadanya untuk membawa air yang dapat digunakannya
untuk mendinginkan tubuhnya. Aisyah mulai menuangkan air kepada
Rasulullah saw sampai demam beliau beransur- ansur sedikit menurun.
Tampak bahawa waktu berlalu cukup lambat dan berat. Sakit Rasulullah saw
semakin meningkat.
Beliau mulai merasa bahawa tidak mampu lagi untuk solat bersama para
sahabat, lalu beliau memerintahkan Abu Bakar untuk solat bersama mereka.
Pada saat Nabi mengalami antara keadaan terjaga dan tidur, beliau
selalu berfikir apa gerangan yang belum disampaikannya kepada manusia.
Beliau telah menyampaikan segala sesuatu dan telah mengajari mereka
segala sesuatu serta telah meninggalkan sebuah Kitab yang siapa pun
berpegangan dengannya ia tidak akan sesat.
Rasul saw mulai mengantuk dan berbagai nostalgia terlintas di kepalanya.
Beliau melihat dirinya di haji Wada'. Selesailah perjanjian yang
diberikan kepada kaum musyrik dan mereka telah dilarang untuk memasuki
Masjidil Haram dan sekarang Nabi saw keluar sebagai pemimpin haji dan
mengajari kaum Muslim cara manasiknya. Rasulullah saw memperhatikan
ribuan orang-orang yang bertauhid saat mereka menuju Baitul Haram dalam
keadaan memenuhi panggilan Tuhan dan tunduk kepadanya. Mereka
menghidupkan memori datuk mereka, Ibrahim Khalilullah. Nabi saw berdiri
dan berpidato di tengah-tengah keramaian itu. Nabi saw mulai merasakan
bahawa kehidupannya di dunia sebentar lagi akan berakhir. Beliau
mengetahui bahawa kafilah ini akan pergi sendirian dalam menjalani
kehidupan. Beliau kembali menanamkan nilai- nilai Islam dan wasiat
dakwah di jalan Allah SWT. Setelah berjuang selama dua puluh tiga tahun
menegakkan agama Allah SWT, beliau bertanya kepada mereka: "Apakah aku
telah menyampaikan amanat Tuhan?" Lalu manusia yang hadir saat itu
menyatakan bahawa beliau benar-benar telah menyampaikan dakwah. Beliau
memanggil Mu'ad bin Jabal dan mengajarinya bagaimana berdakwah kepada
manusia di jalan Allah SWT dan bagaimana mengenalkan agama kepada
mereka.
Kemudian beliau berwasiat kepada Mu'ad saat ia menunggangi kenderaannya
sedangkan Rasulullah saw berjalan di sebelah untanya: "Sesungguhnya
orang yang paling utama di sisiku adalah orang-orang yang bertakwa,
siapa pun mereka dan di mana pun mereka." Nabi saw adalah rahmat bagi
semua manusia dan sebagai cermin yang tertinggi dari cermin persaudaraan
dan kepatuhan. Beliau menegakkan Al-Qur'an di tengah-tengah umat Islam
namun beliau menolak segala bentuk penampilan yang biasa melekat pada
seorang penguasa atau raja atau pemimpin apa pun. Beliau berkata kepada
para sahabatnya: "Aku hanya seorang hamba Allah SWT dan Rasul-Nya."
Beliau keluar menemui sekelompok sahabatnya lalu sebagai bentuk
penghormatan kepada beliau mereka berdiri. Kemudian beliau memerintahkan
kepada mereka agar tidak berdiri. Ketika beliau keluar untuk menemui
sahabat-sahabatnya dan murid-muridnya, maka beliau duduk bersama mereka
di tempat terakhir yang ditemukannya. Beliau sangat bersahabat dan ramah
dengan para sahabatnya, bahkan beliau bercanda dengan anak-anak mereka
dan mendudukkan mereka di ruangannya. Beliau memenuhi panggilan orang
dewasa mahupun anak- anak. Beliau membesuk orang-orang yang sakit
meskipun berada di tempat yang jauh. Beliau menerima alasan orang yang
mempunyai uzur. Beliau mendahului orang yang ditemuinya dengan salam
bahkan beliau mendahului berjabat tangan dengan para sahabatnya.
Ketika seseorang datang untuk menemuinya saat beliau solat, maka beliau
mempersingkat solatnya dan menanyakan keperluan orang itu. Setelah
menyelesaikan keperluan manusia, beliau kembali menyelesaikan solatnya.
Beliau selalu menebar senyum kepada kawan dan lawan dan memiliki
keperibadian yang paling baik. Ketika beliau berada di rumahnya, beliau
melayani keluarganya. Beliau mencuci bajunya. Beliau memperbaiki
sandalnya dan memberi minum unta. Beliau makan bersama pembantu. Beliau
memenuhi kebutuhan orang yang lemah, orang yang sedih, dan orang yang
miskin. Bahkan kebaikan beliau dan kasih sayangnya sampai pada tingkat
di mana beliau membiarkan cucunya menaiki punggungnya saat beliau sedang
solat.
Kasih sayang beliau tidak hanya terbatas kepada manusia bahkan juga
tertuju pada binatang dan pohon. Beliau memberi makan binatang dengan
tangannya sendiri bahkan beliau pernah merawat anjing yang sakit. Beliau
memerintahkan pasukan Islam saat berperang demi menegakkan keadilan
Islam agar mereka tidak membunuh anak kecil, orang tua, kaum wanita dan
hendaklah mereka tidak mencabut pohon dan tidak pula merobohkan rumah.
Apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan hanya suatu undang-undang yang
mengatur hubungan antara manusia dan manusia yang lain, dan apa yang
dibawa oleh Nabi saw bukan hanya berisi suatu sistem untuk meningkatkan
kualiti kehidupan dan kemajuannya, ini semua adalah hal relatif namun
beliau datang dengan membawa peradaban yang abadi yang mengatur hubungan
antara manusia dan alam, dan mengembalikan keserasian di alam wujud
sehingga semua berjalan secara seimbang dan mencapai kesempurnaan menuju
Allah SWT. Meskipun pada titik terakhir dari kehidupannya, beliau masih
sibuk mengurus masa depan dakwah dan beliau sangat cemas terhadap masa
depan agama dan sangat peduli dengan masalah kaum Muslim. Beliau
khawatir suatu saat Islam hanya tinggal namanya namun hakikatnya telah
lenyap. Namun sebelum beliau meninggal, Allah SWT telah memperlihatkan
kepada beliau sesuatu yang membuat hati beliau menjadi tenang. Dan di
hari Senin dari bulan Rabiul Awal yang mulia, beliau kembali kepada
Tuhannya dalam keadaan ridha dan diridhai.
Salam kepadamu ya Rasulullah dan kepada keluarga serta sahabat yang setia bersamamu.
No comments:
Post a Comment